Saksi Amankan Eks Ketua Parpol
Berita

Saksi Amankan Eks Ketua Parpol

Hakim menangkap kesan nama Bambang Rudjianto Tanoesudibjo haram disebut di persidangan.

NOV
Bacaan 2 Menit
Saksi Amankan Eks Ketua Parpol
Hukumonline

Mantan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Soetrisno Bachir sempat disebut menerima aliran dana pengadaan alat kesehatan (alkes) di Ditjen Bina Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan (Depkes) tahun anggaran 2006. Dana tersebut berasal dari fee penjualan mobil x-ray PT Airindo Sentra Medika ke PT Prasasti Mitra.

Keterangan mengenai fee terungkap saat adik ipar Soetrisno, Nuki Syahrun diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa Ratna Dewi Umar, Senin (17/6). Nuki mengatakan, sebelum menerima fee dari PT Airindo, pernah bertemu Direktur Utama PT Prasasti Bambang Rudjianto Tanoesudibjo untuk menawarkan jasa event organizer (EO).

Bambang yang juga pemilik PT Agis Electronic Indonesia memperkenalkan Nuki kepada Direktur PT Prasasti Sutikno. Saat pembicaraan dengan Sutikno, Nuki diminta membantu mencarikan produk mobile x-ray merek Siemens. Sutikno lalu mempertemukan Nuki dan rekannya, Dewi Rahmawati dengan Direktur PT Airindo, Hudiono.

Usai berkenalan, Nuki menawarkan jasa untuk menjualkan produk mobile x-ray milik Hudiono dengan imbalan komisi. Nuki meminta Dewi menindaklanjuti dan menyerahkan brosur produk kepada Sutikno. Dewi yang juga diperiksa sebagai saksi mengaku tidak mengikuti perkembangan kesepakatan antara Sutikno dan Hudiono.

Dewi mengungkapkan, Nuki menerima komisi 10 persen dari Hudiono sebagai imbalan menjualkan mobile x-ray kepada Sutikno. Setelah produk terjual, Hudiono memberikan komisi berupa cek senilai Rp1,7 miliar dan Rp273 juta kepada Nuki. Selanjutnya, Nuki memerintahkan Yurida Adlaini untuk mengambil dan mencairkan cek.

Pernyataan Dewi diamini pula oleh Nuki yang berada disebelahnya. Nuki menjelaskan, komisi Rp273,96 juta diberikan kepada Sutikno karena membantunya memperkenalkan ke Hudiono. “Saya mendapat komisi dari Pak Hudiono. Saya membagi keuntungan ke Pak Sutikno karena telah mencari peluang bisnis untuk saya,” katanya.

Dari pencairan cek Rp1,7 miliar, Nuki menransfer Rp75 juta ke rekening perusahaan suaminya, Rizaganti Syahrun, Rp1,23 miliar ke PT Selaras Inti Internasional (perusahaan milik Soetrisno), dan Rp222,5 juta ke rekening pribadi Soetrisno Bachir. Nuki menransfer uang ke rekening Soetrisno untuk kepentingan pembayaran utang.

“Saya sama Mas Tris (Soetrisno) banyak berhutang. Ada Rp3 atau Rp4 miliar. Tapi, Mas Tris tidak pernah memegang rekeningnya. Keuangan dipegang Pak Yaro dan Pak Frans. Waktu saya mau cicil utang, Pak Yaro bilang sebagian ditaruh ke sini (rekening Soetrisno) saja. Sisanya ke perusahaannya yang saya pegang, PT Selaras Inti,” ujarnya.

Namun, pernyataan Nuki mengundang tanya dari anggota majelis hakim I Made Hendra. Menurutnya, sangat tidak masuk akal, apabila Sutikno harus memperkenalkan Nuki kepada Hudiono, hanya untuk membeli produk Hudiono? Mengapa pula Nuki memberikan komisi ke Sutikno, padahal yang membeli adalah PT Prasasti?

Nuki menjawab, pemberian komisi merupakan hal yang wajar karena Sutikno membuatnya mendapatkan komisi dari Hudiono. Nuki tidak mengetahui mengapa Sutikno tidak langsung membeli produk Hudiono, padahal Sutikno mengenal Hudiono. Selain itu, Nuki tidak mengetahui sumber komisi yang diterimanya.

Sepengetahuan Nuki, uang komisi sejumlah Rp1,973 miliar bersumber dari Hudiono. Nuki tidak mengetahui, uang yang dibayarkan PT Prasasti untuk membeli mobile x-ray berasal dari anggaran pengadaan alkes di Depkes. Nuki juga tidak mengetahui PT Prasasti membeli mobile x-ray untuk kepentingan pengadaan alkes.

Nuki sama sekali tidak mengetahui tentang pengadaan alkes di Depkes pada tahun anggaran 2006. Dia bahkan mengaku baru mengenal Ratna saat menghadiri acara di rumah Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari. Namun, Ratna keberatan dengan keterangan Nuki. Ratna pertama kali bertemu dengan Nuki di Depkes.

“Saya ingat betul pertama kali saksi ketemu saya di ruang kerja di Depkes. Lebih kurang menjelang triwulan empat tahun 2006. Dia datang bersama Budiarto Maliang untuk menanyakan proyek pengadaan alkes flu burung di Kemenko Kesra. Terus saya bilang silakan saja karena itu dananya ada di Menko Kesra,” tuturnya.

Ratna melanjutkan, memiliki hubungan jauh dengan Nuki karena tante dari ipar Ratna menikah dengan paman Nuki. Menanggapi keberatan Ratna, Nuki menyatakan tidak ingat pernah bertemu Ratna di Depkes. Walaupun pernah bertemu, Nuki membantah membicarakan mengenai pengadaan alkes di Kemenko Kesra.

Selain Nuki dan Dewi, penuntut umum menghadirkan mantan Sales Manager PT Prasasti Rahmawati Roesdi untuk diadu keterangannya dengan Direktur PT Prasasti Sutikno. Rahmawati menjelaskan, pernah mendatangi Ratna bersama Sutikno untuk memperkenalkan diri sebagai sole agent (agen tunggal) ventilator bermerek Drager.

Rahmawati menyampaikan kepada Ratna bahwa PT Prasasti akan ikut berpartisipasi dalam pengadaan alkes untuk flu burung. Saat itu, Ratna telah menerima penawaran ventilator bermerek Galileo dari PT Fondaco Mitratama, sehingga Rahmawati diminta menerangkan kelebihan ventilator Drager dibanding Galileo

Sepengetahuan Rahmawati, Bambang Rudjianto Tanoesudibjo sudah mengenal dekat beberapa pejabat Depkes, seperti Sujudi, Siti Fadilah Supari, Dirjen Yanmed Farid Husain, Sekretaris Yanmed Mulya Hasjmy, dan Ratna. Hubungan Bambang dan Siti Fadilah terjalin ketika penanganan Tsunami di Aceh pada akhir 2005.

Saat itu, Drager Germany memberikan bantuan alkes untuk penanganan korban Tsunami Aceh melalui PT Prasasti. Namun, Rahmawati mencabut keterangannya dalam BAP yang menyebutkan Bambang sebagai Direktur di PT Prasasti. Dia beralasan, saat pemeriksaan di penyidikan, tidak melihat akta pendirian PT Prasasti.

Atas keterangan tersebut, anggota majelis I Made Hendra membacakan kembali BAP Rahmawati. Dalam BAP tertulis, Rahmawati bertanggung jawab kepada Direktur PT Prasasti Sutikno dan Bambang atas pelaksanaan tugasnya sebagai Sales Manager. Rahmawati bahkan mengatakan tidak mendapat tekanan dari penyidik.

Meski demikian, Rahmawati bersikeras keterangan itu diberikan tanpa melihat akta pendirian PT Prasasti. Mendengar jawaban Rahmawati, Hendra menegaskan, tidak semua pengetahuan saksi harus didasarkan akta. “Saudara tidak pernah melihat surat pengangkatan Presiden SBY, tapi tahu SBY Presiden Indonesia kan,” katanya.

Pencabutan BAP juga dilakukan Sutikno. Dia membantah keterangan yang menyebutkan pernah diperintah Bambang menyusun konsep dan mengirimkan proposal ke Depkes up. Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari. Sutikno mengaku tidak pernah mengirimkan proporal ke Depkes, melainkan hanya mengirim profil PT Prasasti.

Pernyataan kedua saksi yang seolah menganulir peran Bambang, membuat Ketua majelis Nawawi Ponolongo curiga. “Dengan kondisi fakta yang terjadi dalam persidangan, setiap ada penyebutan nama yang bersangkutan terkesan untuk dihindari. Ketika ada penyebutan nama itu, segalanya seperti menjadi haram,” ujarnya.

“Saudara saksi sudah kami sumpah. Ancaman pidana 7 sampai 9 tahun untuk keterangan palsu di depan persidangan. Jangan menggunakan forum ini untuk mencoba melindungi siapapun. Selamatkan diri saudara dengan keterangan yang benar. Jangan ada upaya untuk menutup-nutupi dalam forum sidang,” imbuhnya.

Nawawi meminta penuntut umum menghadirkan Bambang bersama Rahmawati dan Sutikno untuk dikonfrontasi. Penuntut umum I Kadek Wiradana mengaku telah melayangkan surat panggilan kepada Bambang. Namun, Bambang sedang berada di Jerman, sehingga pemanggilan diagendakan kembali hari Senin, 24 Juni 2013.

Tags:

Berita Terkait