Saksi Ahli: Fasilitas pun Termasuk Lingkup Keuangan Negara
Berita

Saksi Ahli: Fasilitas pun Termasuk Lingkup Keuangan Negara

Keuangan negara tidak melulu yang ada di APBN. Lalu, sejauh mana sebenarnya ruang lingkup keuangan negara dalam kasus tindak pidana korupsi?

CR-1
Bacaan 2 Menit
Saksi Ahli:  Fasilitas pun Termasuk Lingkup Keuangan Negara
Hukumonline

Pertanyaan itu dijawab Prof. Komariah Emong Sapardjaja saat tampil menjadi saksi ahli untuk perkara Adiwarsita Adinegoro di PN Jakarta Pusat, Kamis (25/08) kemarin. Guru besar hukum pidana Universitas Padjadjaran Bandung itu berpendapat bahwa keuangan yang dikelola Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) termasuk keuangan negara.

 

Komariah beralasan dana yang masuk ke kas APHI berasal dari para anggota pemegang hak pengusahaan hutan (HPH). Para pemegang HPH mendapatkan keuntungan dari pengelolaan hutan, sementara hutan itu merupakan milik negara. Asal muasal uang (yang diterima APHI) adalah dari negara juga. Komariah berpendapat bahwa ruang lingkup keuangan negara bukan saja sesuatu yang berbentuk uang seperti iuran anggota APHI. Fasilitas negara yang diperoleh para pemegang HPH pun termasuk makna keuangan negara.  

 

Pandangan semacam itu, kata Komariah, sudah dianut dalam ketentuan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia baik UU No. 31 Tahun 1999 maupun UU No. 3 Tahun 1971. Berdasarkan peraturan ini, keuangan negara tidak saja uang yang berasal dari negara, tetapi apapun yang berasal atau mendapat fasilitas dari negara atau daerah. Jika uang atau fasilitas itu diselewengkan penggunaannya, maka pelaku dapat dijerat dengan tindak pidana korupsi.

 

Keuangan negara juga tidak bisa diartikan lagi hanya yang dianggarkan dalam APBN dan APBD. Pengertian demikian, kata hakim ad hoc HAM itu, adalah pandangan yang terlalu sempit. Sejarah pembentukan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menunjukkan bahwa dana di luar APBN pun bisa masuk kategori uang negara. Dalam praktek pengadilan hal itu juga diakui. Misalnya dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Meskipun dana BLBI tidak masuk APBN, tetap dianggap uang negara.

 

Buktinya, tiga mantan Gubernur Bank Indonesia yang tersangkut kasus BLBI divonis bersalah dengan dakwaan tindak pidana korupsi.

 

Tentang status APHI sendiri dengan keanggotaaan Inhutani I-V yang berstatus sebagai BUMN, Komariah menyatakan, untuk menentukan apakah itu termasuk lingkup keuangan negara tidak harus dilihat dari status APHI. Hal itu seperti yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UU. 31/1999, berdasarkan itu, Komariah berpendapat APHI termasuk sebagai korporasi. Oleh karenanya, dengan status Adiwarsita sebagai pengurus APHI, maka jika ia menerima upah, gaji atau honor dari korporasi yang mendapatkan fasilitas negara, maka Adiwarsita dapat dikategorikan sebagai pegawai negeri.

Penjelasan UU. 3/1971 Pasal 1 ayat (1) huruf a:

Keuangan negara seperti yang dimaksud oleh Undang-undang ini meliputi juga keuangan daerah atau suatu badan/badan hukum yang menggunakan modal atau kelonggaran-kelonggaran dari negara atau masyarakat dengan dana-dana yang diperoleh dari masyarakat tersebut untuk kepentingan sosial, kemanusiaan dan lain-lain. Tidak termasuk "keuangan negara" dalam undang-undang ini ialah keuangan dari badan/badan hukum yang seluruhnya modal diperoleh dari swasta misalnya P.T., Firma, CV. dan lain-lain.

 

Pasal 1 UU. 31/1999

ayat (1) :Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

(1)           Ayat (2) : Pegawai Negeri adalah meliputi:

a.              pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang Kepegawaian;

b.              pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana;

c.              orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah;

d.              orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah; atau

e.              orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.

 

 

 

Ultimum remedium

Zulhendri, salah satu penasihat hukum Adiwarsita menanyakan doktrin ultimum remedium (penerapan hukum pidana hanya diterapkan sebagai jalan terakhir, red) kepada Komariah. Di mata tim pengacaranya, Adiwarsita sebagai Ketua Umum APHI belum terbukti melakukan perbuatan merugikan keuangan APHI. Kalaupun dianggap bersalah, seharusnya diselesaikan lewat forum internal APHI terlebih dahulu, yakni musyawarah nasional.

 

Zulhendri melanjutkan, jika Adiwarsita sebagai Ketua Umum harus mempertanggung jawabkan keuangan APHI sebagai keuangan negara, maka Zulhendri berkesimpulan ada pertanggung jawaban berjenjang yang harus dijalani Adiwarsita. Jika demikian maka hukum publik telah mengintervensi hukum privat, kata Zulhendri kesal.

 

Komariah berpendapat bahwa pertanggung jawaban hukum dipilah menjadi dua, yakni pertanggung jawaban secara administrasi dan pidana. Dalam hukum administrasi itu, atasan bertanggung jawab atas tindakan bawahannya, katanya menjelaskan pertanggung jawaban administrasi. Sedangkan secara pidana tidak demikian, dalam konteks KUHP dan UU. Tipikor, hanya ada pertanggung jawaban pribadi.

 

Ditambahkan Komariah, dalam teori pidana mutakhir mengenai pertanggung jawaban pidana, korporasi termasuk dalam lingkup pertanggung jawaban fungsional. Dalam pertanggung jawaban fungsional, ada tiga lapisan yang bisa dimintakan pertanggung jawaban. Yakni dewan pimpinan, orang yang meyuruh lakukan dan orang yang melakukan perbuatan senyatanya.

Tags: