Safita Narthfilda: Karena Setiap Perempuan Adalah Kartini
Hukumonline’s NexGen Lawyers 2019

Safita Narthfilda: Karena Setiap Perempuan Adalah Kartini

Dahulu, perempuan serba tidak boleh. Kini, perempuan dituntut untuk serba bisa.

CT-CAT
Bacaan 2 Menit
Safita Narthfilda. Foto: Istimewa.
Safita Narthfilda. Foto: Istimewa.

Tantangan yang dihadapi perempuan milenial masa kini tentu berbeda dengan yang dihadapi oleh perempuan pada pertengahan abad ke-19; atau saat R.A. Kartini mulai menyuarakan kegelisahannya terhadap isu ketimpangan gender di tengah masyarakat kolonial Hindia Belanda.

 

Di mana letak perbedaannya? Menurut Safita Narthfilda, Senior Associatedari Oentoeng Suria and Partners (OSP), perbedaannya simpel tapi mendasar, “dahulu, perempuan serba tidak boleh; kini perempuan dituntut untuk serba bisa.”

 

Menarik bukan?

 

Safita tak sungkan berbagi kisah. Sebagai anak yang dibesarkan seorang diri oleh ibunya, Safita belajar mengenai kehidupan dari seorang Kartini modern. Ibunya mengajarkan, hidup adalah jalan panjang yang berliku, yang menuntut kita untuk senantiasa tekun berusaha sembari bersyukur atas segala nikmat yang telah dianugerahkan. Sekecil apa pun itu.

 

“Kerja keras dan bersyukur, Nak,” begitu pesan ibunya yang selalu ia pegang teguh.

 

Pesan itu pula yang membimbing dan menyemangati Safita selepas ia lulus dari Universitas Padjajaran dan mulai meniti karier di dunia hukum. Sebagai associate difirma hukum, kerja keras adalah keniscayaan. Saat bergabung di Susanto and Partners (SNP) di tahun 2009 Safita betul-betul merangkak dari bawah. Sebagai fresh graduate, Safita sadar bahwa ia harus banyak belajar. Tak lama berselang, SNP bergabung menjadi bagian dari Oentoeng Suria and Partners (OSP). Arena baru, tantangan baru.

 

Di OSP, Safita menemukan sosok Kartini pada atasannya: Ratih Nawangsari, Managing Partner OSP yang akrab disapa Mbak Ipop. Mbak Ipop betul-betul menjadi inspirasi Safita.

 

“Aku ingin jadi partner sekaligus istri dan ibu yang baik. Mbak Ipop itu cerdas, cantik, dan salatnya rajin. I really look up to her,” Safita menambahkan.

 

Selama di OSP, Safita sangat bersyukur dapat terlibat di berbagai transaksi yang bukan saja menambah ilmunya, tetapi juga membuka wawasannya. Dari sekian banyak transaksi yang telah ia tangani, manakah yang paling membanggakan?

 

“Aku bersyukur bisa terlibat dalam proyek high-speed rail Jakarta-Bandung,” jawabnya.

 

Transaksi itu pula yang mengantarkan OSP memenangkan penghargaan Indonesia Deal of the Year dan Project Finance Deal of the Year dari Asian Legal Business – Indonesia Awards 2018.

 

But life isn’t all about work.

 

Safita menyadari betul bahwa hidup adalah seni bermain berbagi peran. Di tengah kesibukannya di OSP, ia berkomitmen untuk menjadi pasangan yang baik bagi suami, sekaligus ibu yang baik bagi kedua buah hatinya. Sebagai ibu, Safita berkomitmen agar kedua anaknya mendapatkan yang terbaik. Sebagai contoh, ia berkomitmen agar kedua anaknya dapat menikmati ASI selama dua tahun penuh.

 

Sedapat mungkin, Safita ingin terlibat langsung dalam tumbuh kembang anaknya, Anais (3 tahun) dan Sofia (5 bulan). Baginya, hadir untuk anak merupakan sesuatu yang tidak dapat ditawar. Bagaimana cara mengelola waktu? Safita pun berbagi tips.

 

“Delegasi dan komunikasi, itu intinya,” jawabnya.

 

Safita menjelaskan, jika di pekerjaan, terdapat partner dan junior associate sebagai anggota tim, dalam keluarga pun ada suami dan pengasuh sebagai rekan kerja.

 

Tak berhenti disitu, Safita kini memiliki kesibukan baru: memasak. Awalnya tidak sengaja, ia iseng melihat resep di internet. Sebagai penggemar masakan Manado, ia ingin sekali bisa memasak ayam woku. Ternyata resep kreasinya bersama asisten rumah tangganya (ASN) menuai pujian, dan teman-temannya pun banyak yang memesan. Jadilah ia membuka pesanan ayam woku setiap minggunya. Dalam praktiknya, Safita bersama suaminya mengawasi dan mengelola pesanan sementara sang ASN menyiapkan bumbu dan memasak.

 

Usut punya usut, Safita memiliki tujuan tersendiri terjun di bisnis kuliner. Apa itu?

 

“Kebetulan Mbak di rumah itu sama seperti mamaku. Dia single parent. Aku ingin memberdayakan Mbak di rumah supaya bisa memiliki penghasilan tambahan untuk pendidikan anak dan tabungan. Mungkin jumlahnya tidak seberapa, tapi bukan itu intinya,” ujar dia.

 

Safita ingin menumbuhkembangkan semangat Kartini kepada lingkungan terdekatnya. Bahkan, ia merangkul ibu-ibu tukang sayur di dekat rumahnya sebagai pemasok bahan dan bumbu ayam wokunya. Apa tidak repot?

 

“Repot, tapi alhamdulillah senang,” jawab Safita.

 

Menurutnya, kerja sama seperti ini secara tidak langsung berkontribusi terhadap peningkatan kualitas hidup perempuan di sekeliling tempat tinggalnya.

 

“Kita semua sebetulnya Kartini. Di bayanganku, Kartini bukanlah sosok semata. Lebih dari itu, Kartini adalah peranyang kita jalani sebaik-baiknya. Menurutku, semua perempuan bisa menjadi seorang Kartini,” ujar Safita menutup pembicaraan.

 

Bagaimana menurut Anda?

 

Artikel ini merupakan kerja sama dengan firma hukum yang tercatat sebagai pelanggan profesional Hukumonline dalam Program NexGen Lawyers 2019.

Tags:

Berita Terkait