RUU PSDA Diharapkan Sinergi dengan UU PPLH
Berita

RUU PSDA Diharapkan Sinergi dengan UU PPLH

Caranya bisa dengan membedah UU PPLH oleh seluruh stakeholder terkait, jika ada konteks yang belum sempurna bisa menjadi masukkan untuk RUU PSDA.

FAT
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES

Rencana pemerintah yang ingin membahas RUU Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA) diharapkan dapat sinergi dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Hal tersebut diutarakan oleh Deputi Tata Ruang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Imam Hendargo A Ismoyo kepada hukumonline di Jakarta, Jumat (5/12). 

Menurutnya, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berkaitan dengan perlindungan terhadap sumber daya alam. Atas dasar itu, substansi di RUU PSDA wajib sinergi dengan UU PPLH. "Sumber daya alam konteksnya kepada sumber daya yang dimanfaatkan. Kan dalam UU PPLH itu dari perencanaan sampai penegakan hukum ada," kata Imam. 

Sejumlah substansi dalam UU PPLH juga menyangkut mengenai perencanaan terhadap sumber daya alam. Misalnya, wiilayah sumber daya alam mana yang harus dicadangkan hingga wilayah mana yang tidak bisa lagi dimanfaatkan. Klausul-klausul ini bisa disempurnakan lebih baik lagi melalui RUU PSDA atau bisa disempurnakan melalui revisi UU PPLH. 

"Apakah manfaatkan saja UU PPLH, dioptimasikan, untuk bisa menjaga dan juga memanfaatkan dan memperhatikan daya tampung sumber daya alam yang ada di wilayah itu," kata Imam. 

Ia mengatakan, substansi yang terdapat di UU PPLH selama ini belum seluruhnya dioptimalkan. Atas dasar itu, Imam mengusulkan agar sebelum pembahasan RUU PSDA, seluruh stakeholder yang terkait melakukan bedah terhadap UU PPLH. Jika ada ada konteks yang belum sempurna dalam UU PPLH bisa menjadi masukkan untuk RUU PSDA. 

"Tentunya dibutuhkan persepsi yang sama buat teman-teman membahas PSDA. Karena sebagian sudah dimasukkan ke dalam UU PPLH itu. jadi itu yang kita harapkan adanya pemahaman bersama dulu," tutur Imam. 

Dalam draf Prolegnas tahun 2015-2019 inisiatif pemerintah, setidaknya ada empat kementerian yang menjadi pemrakarsa RUU PSDA ini. Keempatnya adalah Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).  RUU ini bersifat kodifikasi terbuka dengan pengaturan parsial.

Dalam draf Prolegnas dijelaskan, pelaksanaan kodifikasi terbuka diarahkan untuk mengatur hal-hal yang sifatnya umum dan prinsip saja. Sedangkan hal-hal yang bersifat khusus, melekat pada bagian materi tertentu yang diatur dengan peraturan tersendiri di luar aturan induk sesuai dengan kebutuhan.

Terdapat beberapa substansi yang akan diatur dalam RUU. Misalnya, mengenai prinsip-prinsip terkait lahan pertanian berkelanjutan bagi ketahanan, prinsip-prinsip terkait pemanfaatan hasil laut bagi ketahanan pangan dan kelestarian ekosistem biota laut, prinsip-prinsip terkait pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil bagi pengembangan ekonomi kelautan yang berkelanjutan, prinsip-prinsip terkait pengelolaan hasil hutan, hutan lindung dan konservasi hutan. 

Kemudian prinsip-prinsip terkait konservasi dan keanekaragaman hayati, prinsip-prinsip terkait pengelolaan daerah aliran sungai (DAS), prinsip-prinsip terkait efisiensi konsumsi energi, mineral dan pertambangan, prinsip-prinsip terkait pemanfaatan energi baru terbarukan, prinsip-prinsip terkait pelestarian lingkungan hidup dan peningkatan kualitas lingkungan hidup, serta prinsip-prinsip terkait peningkatan kualitas informasi iklim dan kebencanaan. Prinsip-prinsip ini wajib diikuti oleh pengaturan parsialnya.  ‪

Sebelumnya, Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Enny Nurbaningsih mengatakan, RUU tersebut merupakan induk dari perundang-undangan di sektor SDA. Menurut Enny, RUU PSDA tersebut dibutuhkan lantaran banyak UU di sektor SDA yang saling tumpang tindih. Atas dasar itu, keberadaan RUU tersebut untuk menata ulang seluruh perundang-undangan di sektor SDA.  

Setidaknya, lanjut Enny, terdapat 83 UU di sektor SDA yang saling bergesekan. Persoalan ini muncul lantaran masih adanya ego sektoral di masing-masing sektor. Menurutnya, jika RUU ini sudah dibahas dan disetujui menjadi UU, maka untuk tiap sektor bisa ditindaklanjuti melalui peraturan di bawah UU. "Jadi tidak ada lagi tumpang tindih. Tinggal nantinya dipreteli lewat PP (Peraturan Pemerintah, red)," pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait