RUU Perdagangan Harus Selaras RUU Perindustrian
Berita

RUU Perdagangan Harus Selaras RUU Perindustrian

RUU Perdagangan juga harus sejalan dengan UU Mata Uang.

FNH
Bacaan 2 Menit
Sofyan Wanandi, KetuaAsosiasi pengusaha Indonesia (Apindo). Foto: Sgp
Sofyan Wanandi, KetuaAsosiasi pengusaha Indonesia (Apindo). Foto: Sgp

Pembahasan RUU Perdagangan masih bergulir di Komisi VI DPR. Rabu (23/1), dewan meminta pendapat KetuaAsosiasi pengusaha Indonesia (Apindo), Sofyan Wanandi, dan mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika, Dorodjatun Kuncoro.

Dorodjatunmengatakan RUU Perdagangantidak bisa dipisahkan dengan RUU Perindustrian. Dia berpandanganagar RUU Perdagangan mencakup di dalamnya RUU Perindustrian.“RUU Perdagangan tidak bisa dipisah dari UU Perindustrian,” katanya.

Menurut Dorodjatun, jika pemerintah bercita-cita untuk membangun industri di dalam negeri  maka RUU Perdagangan dipastikan harus mengedepankan kepentingan bangsa yakni industrialisasi. Jika RUU Perdagangan tidak terintegrasi dengan RUU Perindustrian, ia khawatir Indonesia masih akan menganut sistem perdagangan tradisional. Perdagangan tradisional dicirikan dengan perdagangan yang hanya mengandalkan ekspor komoditi pertanian dan pertambangan yang setengah terolah.

Dia mencontohkan cokelat, salah satu produk yang hanya setengah olahan. Meski menjadi negara pengekspor cokelat dan melakukan budidaya cokelat, Indonesia tidak bisa  mengolah bahan cokelat tersebut menjadi produk jadi seperti cokelat powder. Hal ini menjadi persoalan tersendiri yang harus terjawab pada RUU Perdagangan nanti.

“Kedua UU tidak bisa dipisahkan, harus dijadikan satu karena pada statistiknya nanti itu akan menjadi hal yang tergambarkan secara menyeluruh,” jelasnya.

Wakil Ketua Komisi VI Aria Bima setujuRUU Perdagangan harus terintegrasi dengan UU Perindustrian. Apalagi, katanya, RUU ini dibahas dalam kondisi menurunnya neraca perdagangan Indonesia. Selain itu, RUU inidibahas ketika pemerintah tengah fokus pada industrialisasi terutama di  sektor manufaktur.

“Pembahasan RUU Perdagangan tidak bisa lepas dari konteks RUU Perindustrian. Harus integrated dalam pembahasan walaupun ini dua draft RUU yang berbeda,” kata Aria.

Aria berharap RUU Perdagangan tidak hanya memberi kenaikan volume perdagangan pada sektor impor, tetapi harus menaikkan volume perdagangan industri dalam negeri.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofyan Wanandi, mengusulkan RUU Perdagangan juga mengatur mekanisme pembayaran jika perdagangan dilakukan di dalam negeri.

Sofyan mengatakan, selama ini sebagian besar sistem pembayaran masih menggunakan mata uang asing, padahal perdagangan dilakukan di dalam negeri. Bahkan, tak jarang kontrak-kontrak perdagangan pun harus menggunakan dollar sebagai sarana pembayarannya.

“Soal pembayaran dalam perdagangan harus diatur juga oleh RUU Perdagangan. Harus ditegaskan dalam bentuk Rupiah,” kata Sofyan.

Selain itu, UU Perjanjian Internasional yang ada pada saat ini perlu direvisi dalam rangka pembahasan RUU Perdagangan. Pasalnya, UU Perjanjian Internasional tidak memperkuat Indonesia dalam melakukan negosiasi, bahkan negosiasi Indonesia dengan pihak luar buruk.

“RUU Perdagangan penting untuk memprotek kepentingan nasional sebagai payung hukumnya,” ujarnya.

Terkait transaksi perdagangan, anggota Komisi VI Hendrawan Supratikno berpendapat seharusnya tiap transaksi yang dilakukan di dalam negeri harus menggunakan Rupiah. Hal tersebut jelas diwajibkan berdasarkan UU Mata Uang. Sayangnya, lanjutnya, penerapan UU Mata Uang tersebut tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.

“Penggunaan Rupiah sudah diwajibkan dalam UU Mata Uang tetapi masalah implementasinya yang salah,” kata Hendrawan.

Akibatnya, permasalahan sinkronisasi antara UU dan implementasi muncul. Kurangnya koordinasi, kata Hendrawan, menyebabkan disharmonisasi UU dan akhirnya memusingkan pemerintah serta pelaku usaha.

“Permasalahan sinkronisasi dan koordinasi akhirnya pusing sendiri. Prihatin dengan pengusaha karena seolah-olah menjadi binatang buruan. Ini bahaya dan tanda-tanda zaman yang kurang baik,” pungkasnya.

Tags: