RUU Penyiaran Harus Larang Iklan Rokok
Berita

RUU Penyiaran Harus Larang Iklan Rokok

Guna melindungi anak-anak dari zat adiktif.

ADY
Bacaan 2 Menit

Sayang, Pemerintah lewat Kementerian Komunikasi dan Informatika hanya merujuk satu putusan, yakni putusan no. 06/PUU-VIII/2009. Padahal masih ada putusan lain yang layak dirujuk, misalnya putusan MK No.34/PUU-VIII/2010 yang menegaskan bahwa rokok termasuk zat adiktif. Joni mendesak pemerintah mencermati kembali seluruh putusan MK yang berkaitan dengan rokok. Sehingga, pemerintah punya cara pandang yang benar dalam melihat rokok sebagai zat adiktif. Sejalan hal tersebut ia menyebut KPAI dan Konsorsium telah menyurati Presiden RI untuk mengingatkan Menkominfo bahwa rokok termasuk zat adiktif yang tidak layak diiklankan. Selain itu rekomendasi kepada Komisi I DPR juga sudah dilayangkan.

Pada awal draft RUU Penyiaran, Komisi I menyetujui semua iklan rokok dilarang. Tapi saat draft itu sampai ke Baleg, ada ketentuan yang berubah. Sehingga iklan rokok yang tadinya dilarang menjadi dibatasi. “Harus kembali ke draft awal RUU Penyiaran agar iklan rokok dilarang sama sekali,” imbuhnya.

Direktur Eksekutif Lentera Anak Indonesia, Hery Chariansyah, menilai iklan merupakan strategi industri rokok untuk menjaring perokok baru. Target paling potensial adalah anak remaja. Ia mencatat 70 persen anak-anak mengetahui iklan rokok lewat televisi. Untuk itu, RUU Penyiaran perlu mencantumkan ketentuan yang melindungi anak-anak dari zat adiktif, salah satunya rokok. “Iklan rokok di lembaga penyiaran harus dilarang,” tukasnya.

Ironisnya, RUU Penyiaran membedakan produk yang mengandung zat adiktif. Sehingga, walau tergolong zat adiktif, rokok masih dibolehkan beriklan. Padahal zat adiktif yang terkandung dalam rokok sama seperti produk lainnya. Misalnya, minuman beralkohol mengandung zat adiktif, tapi dilarang untuk diiklankan.

Tags:

Berita Terkait