RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Penting Bagi Buruh Migran
Berita

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Penting Bagi Buruh Migran

Karena UU PPMI tidak mengatur secara khusus ketentuan yang memberi perlindungan terhadap buruh migran dari ancaman kekerasan seksual.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Felixson melihat penyelesaian kasus kekerasan seksual yang dialami buruh migran selama ini banyak menggunakan cara kekeluargaan. Cara ini tidak memberi efek jera terhadap pelaku sehingga kejadian serupa berpotensi berulang kembali. “Pemerintah perlu menjalin kerjasama dengan pihak lain agar kasus kekerasan yang menimpa buruh migran di luar negeri bisa diselesaikan secara hukum,” tegasnya.

 

Ketua Serikat Buruh Kabar Bumi, Karsiwen, mengisahkan bahwa selama periode 2002-2017 organisasinya mendampingi 51 kasus buruh migran Indonesia yang mengalami kekerasan seksual. Mayoritas korbannya perempuan. Mereka mengalami kekerasan seksual dan perkawinan paksa. Buruh migran rentan mengalami kekerasan seksual mulai dari pra penempatan, ketika bekerja di negara penempatan dan saat pulang ke kampung halaman.

 

(Baca juga: 3 Masalah Buruh Migran yang Butuh Dukungan Polri)

 

Pada pra penempatan, kekerasan seksual kerap dialami buruh migran ketika berada di penampungan. Saat di negara penempatan, majikan tidak memberi ruang khusus atau privasi bagi buruh migran sehingga mereka tidur di ruang tamu. Sekembalinya ke Indonesia, buruh migran yang berada di bandara, sebelumnya Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, rawan menjadi korban kekerasan seksual karena dipaksa untuk naik mobil travel tertentu menuju kampung halaman. “UU PPMI tidak memberi perlindungan yang memadai untuk kasus kekerasan seksual,” tukasnya.

 

Staf Divisi Bantuan Hukum Migrant Care, Fitri Lestari, berpendapat RUU Penghapusan Kekerasan Seksual bisa digunakan untuk menaikan posisi tawar pemerintah Indonesia kepada negara penempatan. Terbitnya RUU itu akan menjadi bukti pemerintah Indonesia berkomitmen melindungi seluruh penduduk yang ada di wilayahnya dari kekerasan seksual. Hal itu bisa dijadikan alasan untuk mendorong negara penempatan melakukan hal serupa, menerbitkan kebijakan untuk melindungi warganya dari kekerasan seksual termasuk buruh migran.

 

Fitri menilai terbitnya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual akan membawa dampak positif terhadap korban. Selama ini korban takut melapor karena memandang hal ini sebagai aib yang harus ditutup. Jika RUU sudah disahkan, korban punya payung hukum untuk melaporkan perkara kekerasan seksual yang menimpanya. “Ini mendorong korban untuk berani melapor,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait