RUU Pengadaan Tanah, untuk Publik atau Pengusaha?
Utama

RUU Pengadaan Tanah, untuk Publik atau Pengusaha?

Kriteria kepentingan publik dalam RUU ini tidak jelas. Apalagi, banyak lahan yang diberikan pemerintah kepada pelaku usaha selama ini ditelantarkan.

M Vareno Tarnes
Bacaan 2 Menit
Definisis kepentingan publik dalam RUU pengadaan lahan harus<br> diperjelas. Foto: Ilustrasi (Sgp)
Definisis kepentingan publik dalam RUU pengadaan lahan harus<br> diperjelas. Foto: Ilustrasi (Sgp)

Pembahasan RUU Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan kembali mendapat ganjalan. Kali ini, Komite Pembaruan Agraria (KPA) mempertanyakan kriteria kepentingan umum yang mendasari pengajuan RUU tersebut. Sekretaris Jenderal KPA, Idham Arsyad, menuding RUU ini justru diadakan untuk kepentingan pengusaha dan investor.

 

Menurut Idham, kriteria kepentingan publik dalam RUU ini tidak jelas. Hanya ada obyek-obyek yang pembangunannya disebut untuk kepentingan publik. Hal ini berpotensi disalahartikan oleh pemerintah dan pihak-pihak berkepentingan nantinya.

 

“Bagaimana bisa kita sebut pembangunan jalan tol demi kepentingan publik. Padahal, setiap orang yang menggunakan jalan tol harus bayar dan sebagian besar penggunanya ekonomi kelas menengah ke atas,” katanya.

 

Idham menjelaskan, pengadaan tanah untuk pembangunan itu harus memenuhi fungsi sosial sesuai UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Setidaknya ada dua kriteria yang memenuhi hal ini, yaitu proyeknya dijalankan murni oleh pemerintah dan obyek pembangunan tidak untuk dikomersilkan.

 

“Sementara kalau kita lihat, obyek-obyek yang dikategorikan kepentingan publik dana RUU ini tidak semua non-komersil. Bagaimana seandainya pengadaan tanah untuk pembangunan sekolah, namun hanya bisa diakses kelas menengah ke atas karena itu sekolah khusus. Kepentingan masyarakat miskin dikemanakan,” tukasnya.

 

Apalagi, sergah Idham, ternyata banyak lahan yang diberikan pemerintah kepada pelaku usaha selama ini ditelantarkan. “Catatan KPA dan berdasarkan data Badan Pertanahan Nasional, kurang lebih 7,3 juta hektar tanah seperti itu ditelantarkan. Berarti selama ini kan masalahnya bukan masalah ketersediaan tanah,” tandasnya.

 

Terpisah, Wakil Ketua KADIN Bidang Moneter, Fiskal, dan Kebijakan, Haryadi Sukamdani, menyatakan kriteria kepentingan publik sudah jelas dalam RUU tersebut. Menurutnya, setiap kegiatan pembangunan yang ditujukan untuk kepentingan orang banyak bisa disebut kepentingan umum

 

“Yang namanya kepentingan umum itu kan sudah jelas. Sepanjang suatu pembangunan melibatkan kepentingan banyak orang, maka kepentingan publiknya sudah termasuk,” katanya.

 

Haryadi meminta DPR untuk yakin dan tegas dalam merumuskan RUU Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan ini. Ia berharap ketok palu DPR bisa segera terjadi dan suara-suara sumbang yang mempertanyakan kepentingan umum dikesampingkan.

 

“Kita harus berpikir, berapa banyak sebenarnya yang mempermasalahkan. Memang, saat ini dalam alam demokrasi tidak bisa seenaknya, tapi kalau semua orang didengar, kan susah,” katanya.

 

Menurut Haryadi, sepanjang proyek pembangunan yang menggunakan tanah rakyat sudah direncanakan dengan matang, tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Apalagi ada proses ganti rugi.

“Sejauh perencanaannya benar, sosialisasinya baik, dan ada kontrol publik yang jelas, saya kira tidak ada permasalahan,” tandasnya.

 

DPR sendiri masih mengumpulkan pendapat dan masukan dari berbagai kalangan. Anggota Pansus RUU Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Edison Betaubun, menjelaskan rencananya tim pembahas RUU ini baru mulai bekerja setelah masa reses DPR. Rencananya, masa sidang akan dilanjutkan awal Mei 2011 nanti.

 

“Kita masih rapat dengar pendapat untuk menerima masukan dari berbagai kalangan. Saat ini sedang reses. Baru setelah reses nanti kita mulai rapat kerja untuk membahas RUU ini,” katanya.

 

Karena itu, Edison mengelak untuk berpendapat mengenai kategorisasi kepentingan umum dalam RUU ini. “Wah nantilah, belum mulai dibahas, jadi saya belum mau masuk ke situ dulu,” tepisnya. 

Tags: