RUU Ormas Disahkan, DPR Abaikan Suara Rakyat
Berita

RUU Ormas Disahkan, DPR Abaikan Suara Rakyat

Berbagai organisasi masyarakat sipil mulai dari LSM sampai serikat pekerja menolak pengesahan RUU Ormas.

ADY/RFQ
Bacaan 2 Menit

Sementara, anggota koalisi dari elsam, Wahyudi Djafar, mengatakan persoalan yang sesungguhnya terjadi bukan berakar pada regulasi, tapi implementasi. Misalnya, pemerintah ingin menindak ormas yang melanggar hukum atau melakukan tindak kekerasan, dapat dilakukan dengan menggunakan peraturan perundang-undangan yang ada sebagai landasan hukum, salah satunya KUHP. Tanpa sanksi yang setimpal dengan pelanggaran yang dilakukan, Wahyudi merasa ormas yang bersangkutan akan tetap melakukan aksi-aksi serupa di kemudian hari.

Begitu pula jika ada ormas yang ditengarai memperoleh dana untuk melakukan tindakan terorisme, menurut Wahyudi pemerintah dapat melakukan tindakan dengan berpegangan pada UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Teroris. Oleh karena itu Wahyudi menilai RUU Ormas sudah tidak diperlukan lagi mengingat ada peraturan perundang-undangan lainnya yang dapat digunakan untuk mengatur ormas.

Sebagaimana Al, Wahyudi mengatakan koalisi berencana melakukan kampanye agar masyarakat tidak memilih anggota-anggota DPR yang setuju RUU Ormas disahkan. Ia mencatat dari 30 anggota Pansus Ormas, 22 orang diantaranya mencalonkan lagi dirinya pada Pemilu 2014. Untuk itu kampanye yang akan dilakukan menurut Wahyudi sangat penting memberi peringatan kepada DPR agar berkomitmen mendengarkan aspirasi rakyat. “Ini patut menjadi catatan masyarakat atas kinerja dewan yang kita pilih pada periode lalu,” tukasnya.

Sedangkan anggota koalisi dari Setara Institute, Hendardi, mengatakan dalam perspektif HAM, berserikat dan berorganisasi itu masuk dalah hak Sipil Politik (Sipol) yang dijamin konstitusi dan kovenan internasional. Dalam rangka pemenuhan hak itu, salah satu parameter yang dapat digunakan adalah sejauh mana pemerintah mencampuri hak Sipol masyarakat. Menurutnya, semakin minim pemerintah mengintervensi hak Sipol, maka penghormatan terhadap HAM semakin tinggi.

Namun, dalam RUU Ormas, Hendardi merasa pemerintah bertindak tak selaras dengan amanat HAM tersebut. Pasalnya, RUU Ormas bakal mengatur apakah orang dapat berserikat atau tidak. Sekalipun dapat mengatur kebebasan berserikat, tapi sifatnya terbatas seperti mengelola status badan hukum organisasi. “Paradigma RUU Ormas bertentangan dengan paradigma HAM,” urainya.

Sebelumnya, ketua Pansus RUU Ormas, Malik Haramain, mengatakan sudah berupaya mengakomodir kritikan-kritikan yang dilontarkan sejumlah organisasi masyarakat sipil. Misalnya, soal asas organisasi, sudah diubah. Jika dikatakan masih terdapat ketentuan yang sifatnya represif, Malik menyebut hal tersebut tidak ada lagi. Pasalnya, berbagai ketentuan yang ditengarai bakal menjadi represif ketika diimplementasikan, sudah dilihat satu per satu.

Terkait pendaftaran organisasi yang dinilai mempersulit, Malik menandaskan hal itu sudah direvisi sejak awal. Sekarang, dalam RUU Ormas, bagi organisasi yang berbadan hukum tidak perlu ke Kemendagri untuk mendapat SK, tapi ke Kemenkumham. Namun, bagi organisasi yang tidak berbadan hukum, masih diwajibkan mendapat SKT. Untuk mendapat SKT menurut Malik cukup mudah, hanya butuh keterangan domisili dari Kecamatan. “Berbadan hukum hanya ke Kemenkumham, tidak perlu lagi ke Kemendagri,” katanya kepada wartawan di DPR, Kamis (20/6).

Tags: