RUU Ormas, Sebuah Kemubaziran
Berita

RUU Ormas, Sebuah Kemubaziran

Karena sudah diatur dalam peraturan-peraturan lain .

ADY
Bacaan 2 Menit

Pada kesempatan anggota koalisi dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Ronald Rofiandri, mengaku heran kenapa pemerintah dan DPR tetap berkutat pada RUU Ormas yang dasar pemikirannya salah kaprah. Apalagi, pihak yang disasar rancangan regulasi tersebut yaitu ormas, sudah menyatakan sikap menolak. Sejalan dengan itu Ronald melihat terdapat beberapa RUU dalam Prolegnas yang fokus pada masyarakat yang berserikat. Yaitu RUU Ormas, revisi UU Yayasan, RUU LSM dan RUU Pemberdayaan Masyarakat.

Padahal, jika merujuk hukum yang berlaku di masyarakat internasional, yang tergolong ormas ada dua jenis yaitu perkumpulan (association) dan yayasan (foundation). Namun, dalam RUU Ormas, kedua jenis itu diatur dengan ketentuan yang tumpang tindih. Untuk itu Ronald menegaskan, koalisi menolak RUU Ormas, mendesak UU Ormas dicabut dan RUU Perkumpulan segera dibahas serta disahkan. “Kami terus mengingatkan agar DPR dan pemerintah jangan berlama-lama terjebak dalam paradigma yang keliru,” ucapnya.

Ronald menjelaskan, sejak pembahasan RUU Ormas berlangsung dan mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat, pemerintah dan DPR merevisi beberapa ketentuan. Misalnya, soal asas, RUU Ormas sudah melunak karena asas yang tadinya harus Pancasila diubah menjadi apa saja asal tidak bertentangan dengan Pancasila. Kemudian, soal pembekuan sementara sebuah ormas, sekarang melibatkan lembaga lain seperti Mahkamah Agung, Pengadilan Negeri, serta Muspida.

Walau sempat terjadi penolakan beberapa fraksi terhadap RUU Ormas, namun Ronald melihat sekarang gesekan tersebut sudah hilang. Apalagi, ormas yang berada di bawah naungan partai politik (Parpol) lolos dari aturan RUU Ormas. Padahal, Ronald melihat organisasi sayap yang dimiliki Parpol tak ubahnya ormas. “Kami mempertanyakan, kenapa pemerintah dan DPR mengecualikan underbow Parpol, padahal karakternya sama (dengan ormas,-red),” tuturnya.

Mengacu hal itu Ronald menilai pemerintah dan DPR pintar untuk mengecualikan organisasi sayap Parpol agar lolos dari jerat aturan RUU Ormas. Ia berpendapat tidak menutup kemungkinan RUU Ormas akan mengarah pada pengkondisian untuk menghadapi Pemilu 2014. Terkait penundaan pengesahan RUU Ormas yang rencananya dilakukan bulan lalu, Ronald mengatakan DPR beralasan hal itu karena masalah prosedural dan mereka yakin dalam waktu dekat dapat disahkan.

Merujuk kondisi itu Ronald menekankan saat ini koalisi menggandeng lebih banyak lagi pihak untuk bersama-sama menolak RUU Ormas. Jika saat ini serikat pekerja dan ormas besar sudah bersikap jelas menolak RUU Ormas, tinggal mengajak organisasi berbentuk yayasan untuk bergabung dengan koalisi. Sekalipun penolakan yang telah digelorakan tidak membuat pemerintah dan DPR membatalkan pengesahan RUU Ormas, Ronald mengatakan koalisi siap melakukan judicial review.

Sedangkan angota koalisi dari Wahid Institute, Muhammad Subhi, menilai RUU Ormas mengaburkan definisi ormas yang sudah jelas termaktub dalam Staatblad Perkumpulan dan UU Yayasan. Yaitu ormas berbasis non anggota dan anggota. Selain itu Subhi merasa nuansa politik dalam RUU Ormas sangat besar. Pasalnya, siapa yang bakal diatur RUU Ormas ketika mayoritas ormas menolak rancangan itu. Serta, siapa yang diuntungkan saat regulasi itu disahkan.

Subhi memperkirakan ketika sudah disahkan, maka ormas yang tidak lolos persyaratan bakal ditarik menjadi underbow Parpol. Pasalnya dengan begitu, ormas yang bersangkutan akan mudah untuk berdiri karena lepas dari aturan dalam RUU Ormas. Atas dasar itu Subhi melihat yang bakal dirugikan RUU Ormas adalah organisasi masyarakat sipil lainnya karena ruang geraknya dibatasi oleh bermacam ketentuan di RUU Ormas. “Ini menunjukan adanya kepentingan untuk memeprkuat Parpol,” pungkasnya.

Tags: