RUU MD3 Pintu Masuk Ubah Wajah Parlemen
Utama

RUU MD3 Pintu Masuk Ubah Wajah Parlemen

Pembahasan anggaran dimungkinkan oleh komisi.

ROFIQ HIDAYAT
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Pansus DPR telah memulai pembahasan Revisi UU No.27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah (MD3). Revisi terhadap UU MD3 dinilai sebagai pintu masuk dalam mengubah wajah parlemen yang beberapa tahun terakhir menjadi sorotan masyarakat. Demikian disampaikan Direktur Monitoring, Advokasi, dan jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Ronald Rofiandi, Jumat (13/6).

Gagasan awal melakukan penyempurnaan UU MD3 sejatinya diposisikan sebagai pintu masuk secara lebih proporsional dan signifikan. Terlebih, menjadi prioritas dalam rangka membenahi kinerja DPR yang belakangan menurun. Sejumlah RUU Prioritas acapkali tidak mencapai target. Bahkan, keberdaan alat kelengkapan seperti Badan Anggaran (Banggar) menjadi sorotan.

Ronald berpandangan, keberadaan revisi UU MD3 sebagai upaya mewujudkan lembaga parlemen yang lebih akuntabel dan representatif bagi rakyat. Sayangnya, kata Ronald, sejumlah materi dalam RUU MD3 belum merespon tuntutan tersebut. Di lain pihak, Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) pemerintah mengkonfirmasi adanya keinginan tetap menggunakan UU No.27 Tahun 2009.

Dengan kata lain, pemerintah seolahemoh melakukan revisi. “Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Pemerintah mengkonfirmasi adanya keinginan pemerintah menghendaki UU MD3 yang lama,” ujarnya.

Atas dasar itu, Panitia Kerja (Pansus) RUU MD3 dan pemerintah sedianya perlu menyepakati terlebih dahulu skema pelembagaan parlemen, yakni parlemen yang akuntabel dan representatif. Ronald menilai, materi UU MD3 yang sudah baik layak dipertahankan. Misalnya, klausul Pasal 73 ayat (5) tentang kewajiban DPR melaporkan pengelolaan anggaran kepada publik. Selain itu, kewajiban evaluasi kinerja anggota fraksi dan penyampaian kepada publik sebagaimana tertuang dalam Pasal 80.

Ronald berharap sejumlah fraksi berhati-hati dalam merumuskan mekanisme pemilihan ketua DPR. Menurutnya, apapun pilhannya baik voting maupun berdasarkan perolehan kursi terbanyak, fraksi-fraksi mesti menyepakati terlebih dahulu batas tugas dan wewenang ketua DPR.

“Yang sebenernya tidak lebih dari seorang juru bicara parlemen,” katanya.

Dikatakan Ronald, konsekuensi putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan wewenang DPD dan Badan Anggaran mesti ditindaklanjuti oleh DPR dan pemerintah. Menurutnya, keinginan DPR dengan memperkuat posisinya mesti diimbangi dengan perluasan skala transparansi dan akuntabilitas. Hal itu perlu dilakukan agar perluasan kewenangan tersebut tetap beradap pada ruang kontrol yang memadai.

“Serta menghindari konflik kepentingan dan penyalahgunaan kekuasaan,” ujarnya.

Ketua Pansus RUU MD3, Benny K Harman, mengamini pandangan Ronald. Menurutnya, perombakan dalam materi UU MD3 akan dilakukan. Materi UU MD3 yang baik tentu akan dipertahankan. Wacana penghilangan Banggar sebagai alat kepengkapan DPR dengan mengaitkan putusan MK, Benny dapat memakluminya. Apalagi putusan MK bersifat final dan mengikat.

“Banggar tidak jadi tempat menyalahgunakan kekuasaan,” tuturnya beberapa waktu lalu.

Menurut Benny, kewenangan anggaran nantinya dimungkinkan dilakukan oleh komisi-komisi. Menurutnya, komisi nantinya dapat membahas dan menentukan anggaran mitra kerjanya masing-masing. Dengan adanya Banggar, fungsi anggaran DPR tidak diberikan kepada komisi. Akibatnya, komisi hanya membahas semata.

“Komisi sekarang jadi tidak ada gunanya, jadi tukang omong saja,” ujarnya.

Terkait dengan Badan Legislasi (Baleg), menurut Benny, semestinya hanya melakukan sinkronisasi. Faktanya, Baleg melakukan fungsi legislasi. Akibatnya, terjadi bentrok rapat. Hal lainnya, Badan Kehormatan (BK) diperkuat menjadi Mahkamah Kehormatan  dalam rangka menjaga kehormatan anggota dewan, khususnya DPR. 

“Tiap anggota dewan yang melanggar sumpah dan aturan akan ditangani,” katanya.

Soal wacana pemilihan ketua Dewan, menurut Benny tetap menjadi hak partai pemenang. Misalnya, pemenang pemilu adalah partai A, maka partai A tersebut mengajukan sejumlah nama untuk kemudian divoting. Dengan kata lain, ketua DPR tetap dijabat oleh anggota dewan dari partai yang memiliki kursi terbanyak di parlemen. Menurutnya, Pansus akan berupaya agar secepat mungkin merampungkan pembahasan RUU MD3.
Tags:

Berita Terkait