RUU KUHAP Rapatkan Koordinasi Penyidik dan Penuntut Umum
Berita

RUU KUHAP Rapatkan Koordinasi Penyidik dan Penuntut Umum

Apabila penyidik tidak dapat bekerja sama dengan penuntut umum maka sangat menyulitkan penuntut umum menghadapi penasihat hukum terdakwa di sidang pengadilan.

Rzk
Bacaan 2 Menit

Untuk melakukan penahanan lanjutan pun, penyidik melalui penuntut umum harus meminta persetujuan hakim komisaris, elemen baru dalam proses peradilan pidana yang coba diperkenalkan RUU KUHAP. Bandingkan dengan kewenangan yang  diberikan KUHAP yang saat ini berlaku kepada penyidik dalam hal penahanan. Pasal 20 ayat (1) berbunyi Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berwenang melakukan penahanan.

Koordinasi erat

Ketua Tim Perumus Andi Hamzah, dalam acara Diskusi Publik di Jakarta Selasa (03/3) menjelaskan RUU KUHAP tidak bermaksud mereduksi kewenangan Kepolisian ataupun memperluas kewenangan Kejaksaan. Menurut Guru Besar Hukum Pidana ini, RUU KUHAP justru bermaksud mempertegas garis koordinasi antara Kepolisian dan Kejaksaan pada tahap penyidikan.

Apabila penyidik tidak dapat bekerja sama dengan penuntut umum maka sangat menyulitkan penuntut umum menghadapi penasihat hukum terdakwa di sidang pengadilan, ujarnya. Andi menambahkan sistem pemeriksaan yang adversarial (metode pertentangan, red.) dalam sidang pengadilan memaksa penuntut umum dan penyidik harus bekerja sama erat sebagaimana halnya terdakwa dengan tim penasihat hukumnya.

Alasan ini pun diamini oleh Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin. Dalam acara yang sama, Hamid mengatakan sebagai bentuk pelaksanaan dari sistem peradilan pidana terpadu, maka koordinasi antara penyidik dan penuntut umum harus diintensifkan. Sejak dimulai penyidikan, harus sudah dilakukan konsultasi antara penyidik dan penuntut umum, terutama untuk perkara serius, tegasnya.

Ditambahkan Andi, hubungan antara penyidik dan penuntut umum adalah salah satu masalah paling pelik yang dibahas oleh Tim Perumus. Pasalnya, paradigma yang terbangun selama ini menganggap rangkaian hubungan kinerja antara penyidik dan penuntut umum terpisah dan tak ubahnya sambungan domino belaka. Padahal, lanjutnya, dalam konsep sistem peradilan pidana terpadu antara proses penyidikan dan penuntutan harus saling terkait bak mata rantai.

Bahkan hubungan erat antara penyidik dan penuntut umum seharusnya terus berlanjut ketika perkara masuk pengadilan. Walaupun telah dimulai persidangan, penuntut umum masih dapat meminta penyidik untuk menambah penyidikan demi suksesnya penuntutan di sidang pengadilan, tukasnya, mengutip salah satu gagasan dalam RUU KUHAP.

Pengawasan

Terkait hal ini, advokat senior Denny Kailimang mengingatkan bahwa kewenangan besar yang diberikan oleh RUU KUHAP kepada aparat penegak hukum tetap harus dibarengi dengan pengawasan yang ketat. Menurut Denny, sudah menjadi rahasia umum, ada oknum aparat penegak hukum yang seringkali menyalahgunakan kewenangan kewenangan yang dimilikinya. Perbuatan tercela tersebut pada akhirnya merugikan hak-hak tersangka atau terdakwa.

Untuk itu, Ketua Umum DPP AAI ini mengusulkan agar RUU KUHAP juga mencantumkan keberadaan lembaga-lembaga khususnya yang eksternal yang selama ini melakukan pengawasan terhadap aparat penegak hukum. Sebagaimana diketahui, masing-masing lembaga penegak hukum telah memiliki ‘mitra' pengawasan eksternal. Mulai dari Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Kejaksaan, dan Komisi Yudisial. Ketiga Komisi itu seharusnya dimasukkan dalam KUHAP agar jelas mekanisme kontrolnya, sambungnya.

Tags: