RUU KPK dan Pemberantasan Terorisme Diajukan Masuk Prolegnas Prioritas
Berita

RUU KPK dan Pemberantasan Terorisme Diajukan Masuk Prolegnas Prioritas

Jumlah RUU Prolegnas prioritas 2015 menjadi 41 dengan waktu pembahasan tersisa 6 bulan.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Menkumham Yasonna H Laoly. Foto: RES
Menkumham Yasonna H Laoly. Foto: RES
Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM mengajukan revisi terhadap Undang-Undang (UU) No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan KPK (KPK) dan UU No.15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Pengajuan itu diutarakan Menkumham Yasonna H Laoly dalam rapat kerja antara pemerintah dengan Badan Legislasi (Baleg), di Gedung DPR, Selasa (16/6).

Alasan pemerintah mengajukan kedua UU itu agar segera dilakukan revisi masuk dalam Prolegnas prioritas 2015 lantaran kedua beleid itu sudah tidak sesuai dengan kekinian. Malahan bersifat cukup mendesak. Terlebih tak saja persoalan kewenangan lembaga anti rasuah, namun juga soal kelembagaan dari KPK.

Yasona berpandangan dalam pelaksanaan pemberantasan korupsi melalui UU 30/2002 masih ditemukan sejumlah permasalahan. Makanya pemberantasan korupsi dengan tanpa melanggar hak asasi manusia perlu menjadi perhatian. Termasuk kewenangan penyadapan perlu diatur secara gamblang.

“Dan perlu dilakukan perubahan seperti kewenangan penyadapan, penuntutan, perlunya dewan pengawas serta kolektif kolegial,” ujarnya.

Hal yang sama juga dalam UU 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Menurut Yasonna, aturan pemberantasan terorisme perlu segera dilakukan pembahasan melalui revisi UU tersebut. Ia menilai kewenangan kepolisian dan pengadilan mesti diperkuat dalam rangka pemberantasan terorisme agar dapat memberikan efek jera.

Setidaknya kewenangan kepolisian dan pengadilan menjadi bersifat khusus. Terlebih, aksi terorisme belakangan kian menjadi. Misalnya peristiwa terbaru dengan adanya warga negara Indonesia yang mengikuti gerakan ISIS di negara timur tengah. Tak kalah penting, upaya pencegahan dengan melibatkan lembaga terpadu non kementerian.

“Sasarannya untuk menjaga kedaulatan negara dan menjaga warga negara dari ancaman teror,” ujarnya.

Usulan Menkumham tersebut mendapat pandangan beragam dari anggota Baleg. Anggota Baleg Arsul Sani misalnya, berpandangan kedua RUU tersebut memang tidak masuk Prolegnas prioritas 2015. Hanya saja penambahan kedua RUU yang nantinya jika disetujui bakal menambah beban Komisi III. Pasalnya, beban RUU yang akan dibahas Komisi III terbilang berat. Misal saja, RKUHP yang dipastikan membutuhkan waktu dan tenaga yang cukup besar. Soalnya, jumlah pasal dalam RKUHP mencapai 700-an pasal.

Dengan ditambahkannya kedua RUU masuk dalam Prolegnas prioritas 2015, Arsul mempertanyakan komitmen pemerintah dan DPR. Ia menyangsikan Komisi III bakal dapat menyelesaikan RKUHP dalam waktu tersisa enam bulan di tahun 2015 ini. Apalagi diharuskan melakukan pembahasan terhadap RUU KPK dan Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

“Kalau kemudian dibahas juga, sanggupkah kita? Ini harus menjadi catatan kita,” ujarnya.

Arsul yang juga duduk sebagai anggota Komisi III itu menilai RUU KPK dan RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme misalnya, tak saja mengatur hukum formil, tetapi juga materil. Ia berpandangan pembahasan hukum materil dalam RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tentunya berkaitan dengan RKUHP. Sedangkan khusus RUU KPK, Arsul menyarankan agar pemerintah mengajukan disaat DPR dan pemerintah sedang melakukan pembahasan RKUHP. Hal itu dilakukan agar menjadi singkron dengan hukum acara.

Usulan pemerintah agar kedua RUU masuk Prolegnas prioritas 2015 diamini anggota Baleg Wenny Warouw. Menurutnya, UU KPK yang ada saat ini memang sudah seharusnya dilakukan revisi. Terlebih acapkali tersangka yang ditetapkan oleh KPK mengajukan praperadilan setidaknya sudah tiga kali dikabulkan pengadilan. Ia menyarankan dalam pembahasan RUU KPK perlu adanya keberimbangan antara KPK, kepolisian, dan kejaksaan agar tercipta harmonisasi dalam penegakan hukum.

“Makanya perlu direvisi,” ujar anggota Komisi III dari Fraksi Gerindra itu.

Prioritas Bertambah
Pemerintah tak saja mengajukan dua RUU agar masuk dalam Prolegnas prioritas. Selain RUU KPK dan Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, terdapat RUU Perubahahan Bea Materai. Menurut Yasonna, Bea Materai yang ada sudah tidak sesuai dengan kondisi kekinian. Terlebih bea materai menjadi bagian dari sektor pajak.

“Sasarannya untuk menyesuaikan tingkat inflasi,” kata mantan anggota DPR periode 2009-2014 itu.

Ketua Baleg Sareh Wiyono berpandangan selain pemerintah yang mengajukan dua RUU masuk dalam Prolegnas, Komisi X pun telah mengajukan 1 RUU yakni RUU kebudayaan. Dengan jumlah RUU Prolegnas 20015 sebelumnya sebanyak 37 RUU, maka dengan pemerintah menambah 3 RUU dan Komisi X menambah 1 RUU, maka jumlah RUU Prolegnas 2015 menjadi 41. Hanya saja, pengesahan tersebut mesti dibawa dalam rapat paripurna nantinya.
Tags:

Berita Terkait