RUU Ketenagalistrikan Disetujui DPR, Keran Monopoli Tidak Dibuka Penuh
Berita

RUU Ketenagalistrikan Disetujui DPR, Keran Monopoli Tidak Dibuka Penuh

RUU Ketenagalistrikan yang telah disetujui oleh DPR untuk disahkan oleh Presiden, akhirnya tidak membuka secara penuh keran monopoli listrik yang selama ini dipegang oleh PT PLN (persero). Suatu hal yang cukup menggembirakan, walaupun hal itu masih akan terwujud beberapa tahun lagi.

Ari/APr
Bacaan 2 Menit
RUU Ketenagalistrikan Disetujui DPR, Keran Monopoli Tidak Dibuka Penuh
Hukumonline

Setelah melalui pembahasan selama satu tahun lebih di DPR, akhirnya RUU Ketenagalistrikan disetujui untuk disahkan menjadi UU melalui dapat paripurna DPR (4/9). Bahkan, rapat paripurna pun berjalan tersendat-sendat oleh banyaknya interupsi soal jumlah anggota yang tidak mencapai kuorum pada saat rapat dimulai.

RUU Ketenagalistrikan yang pada awal pengajuan untuk dibahas di DPR terdiri dari 15 bab dan 52 pasal, mengalami pemekaran menjadi 17 bab dan 71 pasal. Mencakup, beberapa hal substansial yang sebelumnya belum diatur dalam UU No.15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan.

Ketentuan dalam RUU Ketenagalistrikan yang telah disetujui, memungkinkan adanya kompetisi pada sisi pembangkit tenaga listrik dan kompetisi padai sisi penjualan tenaga listrik agar resiko investasi dapat dibagi merata melalui mekanisme pasar tenaga listrik.

RUU ini juga memberikan peranan kepada pemda untuk pengembangan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dalam rangka mempercepat progam electrifikasi kepada seluruh rakyat di Indonesia. Selain itu, memberikan skema investasi di sektor ketenagalistrikan yang memungkinkan penyediaan tenaga listrik diselenggarakan secara lebih efisien, transparan, dan kompetitif.

Selain itu, RUU Ketenagalistrikan mewajibkan kepada penyelenggara usaha penyediaan tenaga listrik untuk memenuhi ketentuan mengenai keselamatan ketenagalistrikan. Termasuk di dalamnya, unsur kelestarian lingkungan hidup.

Tidak terbuka penuh

Dalam laporan tim yang membahas RUU Ketenagalistrikan, Wakil Ketua Komisi VIII DPR-RI, Agusman Efendi di hadapan rapat paripurna menjelaskan bahwa BUMN listrik dalam hal ini PT PLN (Persero) tetap akan memegang peranan penting dalam hal penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum.

Pasalnya, PLN akan diberikan kewenangan untuk mengelola segmen usaha yang monopoli alamiah, seperti transmisi, distribusi, dan penjualan tenaga listrik. Selain itu, kewenangan untuk mengelola segmen usaha yang bersifat strategis, seperti mengelola sistem tenaga listrik dan mengelola usaha penyediaan tenaga listrik secara terintegrasi (mencakup pembangkit, transmisi, distribusi dan penjualan tenaga listrik) di wilayah yang tidak atau belum menerapkan kompetisi.

Agusman juga menegaskan bahwa RUU Ketenagalistrikan dalam bentuknya tetap bersifat konservatif. Karena kompetisi dapat diselenggarakan tanpa harus menjadi liberal, dengan jalan memberikan tugas kepada BUMN untuk mengelola segmen usaha yang monopoli alamiah dan segmen usaha yang sifatnya strategis itu.

Dalam penerapannya, kompetisi hanya diterapkan pada sebagian dari wilayah RI yang secara teknis dan ekonomis memungkinkan. Ditinjau dari sisi ini,  dalam jangka waktu 10-20 tahun yang akan datang, sebagian besar wilayah Indonesia akan tetap menerapkan usaha penyediaan tenaga listrik yang masih terintegrasi vertikal seperti yang saat ini dikelola oleh PLN. 

Hal ini jelas menyuratkan bahwa keran monopoli tidak lagi dibuka secara penuh.  Melainkan akan mulai ada kompetisi dalam hal-hal tertentu, walaupun hal itu masih akan terjadi beberapa pada beberapa tahun ke depan. Oleh karena itu, RUU Ketenagalistrikan juga memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai usaha penyediaan tenaga listrik di wilayah yang tidak atau belum menerapkan kompetisi.

Badan Pengawas pasar tenaga listrik

Dengan akan dibukanya keran monopoli, walaupun hanya di beberapa wilayah tertentu dan dalam jangka waktu beberapa tahun kedepan, tentu hal tersebut diharapkan akan dapat turut mengundang para investor untuk berpartisipasi dalam hal peyediaan tenaga listrik. Baik investor dalam negeri maupun luar negeri.

Bisa dibayangkan, jika para investor telah mulai berdatangan, tentunya masing-masing investor tersebut akan berusaha untuk memberikan pelayanan dan harga yang terbaik bagi masyarakat. Namun tidak tertutup kemungkinan, yang terjadi adalah sebaliknya, justru para investor menetapkan harga listrik yang semakin melambung.

Untuk mencegah kompetisi yang tidak sehat, maka RUU Ketenagalistrikan juga mengamanatkan pembentukan Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik. Badan Pengawas tersebut akan berfungsi untuk mengendalikan harga dan mencegah suatu ketidakseimbangan.

Hampir seluruh fraksi di DPR dalam rapat paripurna mengingatkan pemerintah akan pembentukan badan pengawas tersebut dalam pandangan fraksinya. Bahkan, Fraksi PPP menyatakan secara tegas bahwa pemerintah harus segera membentuk PP yang mengatur tentang badan pengawas tersebut.

Minderheits nota

Rapat paripurna yang membahas persetujuan pengesahan RUU Ketenagalistrikan tersebut, selain diwarnai oleh berbagai interupsi dari para anggota DPR, juga diwarnai oleh adanya miderheits nota yang disampaikan oleh beberapa anggota DPR-RI. Para penandatangan minderheits nota tersebut adalah Hartono Mardjono, Permadi, Abdul Kakdir Djaelani, Sayuti, dan Muharor.

Pada pokoknya, minderheits nota tersebut berisi penolakan untuk memberikan persetujuan pengesahan RUU Ketenagalistrikan tersebut karena beberapa pertimbangan substansial. Antara lain, karena pembahasan RUU Ketenagalistrikan hanya melibatkan salah satu alat kelengkapan DPR yang membidangi masalah industrial saja.

Padahal menurut mereka, RUU Ketenagalistrikan tidak hanya menyangkut persoalan industrial saja, tetapi juga menyangkut berbagai aspek lainnya yaitu keamanan dan aspek hukum. Dengan mengajukan minderheits nota tersebut, mereka menolak meberikan persetujuan pengesahan RUU Ketenagalistrikan dan menyatakan tidak ikut bertanggung jawab atas hal-hal yang terjadi kemudian menyangkut RUU Ketenagalistrikan.

Tags: