RUU JPSK Tersandung Pasal Peralihan
Berita

RUU JPSK Tersandung Pasal Peralihan

Pemerintah menginginkan apabila RUU JPSK disahkan, maka Perpu JPSK tetap berlaku. Sementara DPR khawatir jika Perpu tetap berlaku, Menkeu dan KSSK memiliki hak imunitas.

M-7
Bacaan 2 Menit
RUU JPSK Tersandung Pasal Peralihan
Hukumonline

 

Menurut Dradjad, jika terjadi kesepakatan antara DPR dan Pemerintah dalam mengesahkan pasal peralihan ini, RUU JPSK dapat segera disahkan akhir September. Namun jika tidak, akan diserahkan kepada anggota DPR periode yang baru, yang belum tentu mengetahui mengenai masalah dalam RUU ini.

 

Hal senada diungkapkan Natsir Mansyur, Anggota Komisi XI. Natsir mengungkapkan ketika Perpu JPSK ingin disahkan menjadi Undang-Undang akhir Desember tahun lalu, memang tidak ada kesepakatan di antara komisi XI untuk menerima atau menolak Perpu tersebut. Namun sepanjang Perpu JPSK tidak disahkan, berarti Perpu tersebut ditolak DPR. Jika DPR memenuhi permintaan Pemerintah untuk tetap memberlakukan Perpu tersebut, maka sama saja DPR mensahkan barang haram menjadi halal, tutur Natsir.

 

Seperti diketahui, pada 18 Desember tahun lalu, DPR menolak pengesahan RUU JPSK menjadi Undang-Undang yang sebelumnya berbentuk Perpu No. 4/2008. Dari 10 fraksi yang mengikuti Rapat Paripurna, hanya empat fraksi yang menyetujui RUU JPSK jadi Undang-Undang. Fraksi itu adalah Fraksi Demokrat, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP), Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) dan Fraksi Partai Damai Sejahtera (FPDS). Sisanya, Fraksi Partai Golongkan Karya (F-Golkar), Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP), Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB), Fraksi Partai Amanat nasional (FPAN), Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (FBPD) dan Fraksi Bintang Reformasi (FBR), menolak RUU tersebut menjadi UU.

 

Ditolaknya RUU JPSK jelas menjadi beban baru bagi pemerintah. Apalagi Perppu JPSK sudah terlanjur digunakan. Dan peraturan teknisnya seperti Peraturan Bank Indonesia No. 10/31/PBI/2008 tentang Fasilitas Pembiayaan Darurat Bagi Bank Umum, juga sudah diimplementasikan. Salah satunya untuk mengatasi kesulitan likuiditas yang dialami PT Bank Century Tbk.

 

Pemerintah kala itu masih beruntung. Sebab dua perpu lainnya diloloskan DPR untuk menjadi Undang-Undang. Kedua perppu itu adalah Perpu No. 2 Tahun  2008 tentang Perubahan Kedua UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI), dan Perpu No. 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas UU No. 3 Tahun 2008 tentang perubahan atas UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Pembahasan Rancangan Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (RUU JPKS) masih menuai polemik. Adalah Pasal 31 RUU JPSK yang mengatur tentang peralihan, yang diperdebatkan Pemerintah dan DPR. Pasal 31 berbunyi Pada saat Undang-Undang ini berlaku. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 4 Tahun 2008 Tentang JPSK (Lembaran Negara RI Tahun 2008, Tambahan Lembaran Negara RI No 4907) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

 

Disinilah letak perdebatannya. Pemerintah menginginkan dengan disahkannya RUU ini menjadi Undang-Undang, maka Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 4 Tahun 2008 tentang JPSK masih tetap diberlakukan. Alasannya, DPR tidak pernah secara tegas menyatakan Perpu ini ditolak atau tidak diberlakukan.

 

Sementara DPR sendiri tetap ngotot tidak mau memenuhi keinginan pemerintah itu. Pasalnya, DPR menilai Pemerintah menginginkan Perpu tetap diberlakukan agar tidak terjadi kekosongan di Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Padahal menurut anggota dewan, sejak Perpu itu ditolak DPR bulan Desember 2008 lalu, KSSK dianggap telah dibubarkan. Hal ini dikatakan Dradjad Wibowo, Anggota Komisi XI DPR RI, di Gedung DPR, Senin (28/9) malam.

 

Dengan diberlakukannya Perpu No. 4/2008, kata Dradjad, Menteri Keuangan dan KSSK akan memiliki hak imunitas atau kebal secara hukum. Padahal berdasarkan Pasal 22 ayat (3) UUD 1945, jika Perpu yang ditetapkan Presiden tidak mendapat persetujuan DPR, maka Perpu itu harus dicabut.

Tags: