RUU Hukum Acara Perdata Harus Mengakomodir Sistem Peradilan Elektronik
Terbaru

RUU Hukum Acara Perdata Harus Mengakomodir Sistem Peradilan Elektronik

Persidangan secara elektronik dalam perkara perdata menjadi pilihan bagi para pihak dengan mempertimbangkan kemampuan dan kekuatan sinyal jaringan internet di tempat masing-masing pihak.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Ketua Pengadilan Negeri Amuntai Kalimantan Selatan, Silfi Yanti Zulfia. Foto: RFQ
Ketua Pengadilan Negeri Amuntai Kalimantan Selatan, Silfi Yanti Zulfia. Foto: RFQ

Di tengah perkembangan teknologi, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hukum Acara Perdata harus dapat merespon pengaturan sistem berbasis digital. Langkah tersebut sebagai bagian memberikan access to justice bagi para pencari keadilan demi asas peradilan yang cepat, sederhana dan berbiaya ringan. Teknologi berbasis digital bagian yang harus dimanfaatkan melalui pengaturan hukum acara perdata.

Demikian pandangan Ketua Pengadilan Negeri (KPN) Amuntai Kalimantan Selatan, Silfi Yanti Zulfia dalam diskusi daring bertajuk “Mendorong Reformasi Hukum Acara Perdata yang berdimensi Kemudahan, Kekinian, dan Inklusif” yang digelar Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (ILUNI FHUI), Kamis (16/6/2022).

“Hukum acara perdata kalau mau berdaya saing, maka harus didukung dengan teknologi dan informasi,” ujarnya.

Sebagai hakim yang bertugas di daerah, Silfi mengakui banyak kendala yang dihadapi dalam persidangan perdata. Pertama, para pihak tidak menghadiri mediasi. Alasannnya, kendala jarak dari tempat tingggal dan gedung pengadilan yang jauh. Kedua, pendaftaran gugatan harus dilakukan secara manual.  Alhasil, ada biaya transportasi dan akomodasi yang cukup besar yang dikelurkan penggugat.

Baca Juga:

Ketiga, dalam proses penyampaian dokumen jawab jinawab di persidangan, para pihak harus datang secara langsung di persidangan. Keempat, untuk perkara perdata yang nilai sengketanya kecil, para pihak harus menunggu hingga bertahun-tahun untuk mendapatkan kepastian hukum melalui putusan yang berkekuatan hukum tetap.

Mengatasi kendala tersebut, Mahkamah Agung (MA) memang telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma). Seperti Perma No.1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Perma No.1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik, serta Perma No.4 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana.

“Cuma memang kita memahami dengan segala keterbatasannya di lapangan,” ujarnya.

Menurut Silfi, mengatasi kendala tersebut dituntut berinovasi untuk memberikan akses keadilan bagi para pencari keadilan, misalnya dengan melakukan sidang keliling di luar gedung pengadilan. Sementara inovasi yang dilakukan pengadilan dengan menggandeng Kepala Desa/Lurah setempat untuk melakukan sidang di luar gedung pengadilan sesuai jadwal yang telah ditetapkan.

Wacana pendaftaran melalui e-court yang bakal dituangkan dalam RUU Hukum Acara Perdata memang menjadi solusi. Tapi kendalanya, kata Silfi, ada sebagian masyarakat yang belum mengenal teknologi informasi. Memang masyarakat memiliki smartphone. Tapi belum tentu masyarakat memahami cara mendaftarkan gugatan secara elektronik. “Kami yang di luar kota, access to justice harus diutamakan. Bagaimana kita berupaya mengakomodir dalam memberikan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat,” lanjutnya.

Alumnus FHUI angkatan 1998 itu menyoroti tantangan dan inovasi dalam penerapan era baru hukum acara perdata. Menurutnya, pengaturan e-court menjadi bagian kemudahan bagi pihak berperkara untuk memberikan access to justice. Bila pemohon mendaftarkan perkara perdata melalui e-court, maka panggilan sidang terhadap pemohon dapat dilakukan secara elektronik.

“Dengan begitu, pihak berpekara tidak dibebani biaya panggilan. Namun terdapat kendala yang dialami. Seperti ada pihak yang tidak memiliki pemahaman yang cukup baik dalam penggunaan teknologi informasi,” tegasnya.  

Anggota Tim Asistensi Pembaharuan Peradilan MA, Aria Suyudi berpandangan perlunya RUU Hukum Acara Perdata mengakomodir beberapa hal berbasis elektronik. Seperti konsep domisili, pemanggilan dan beracara yang semuanya dilakukan secara elektronik. Domisili para pihak berupa alamat surat elektronik yang telah terverifikasi.

Pemanggilan merupakan panggilan yang sah dan patut sepanjang panggilan tersebut terkirim ke domisili elektronik sesuai tenggang waktu yang ditentukan UU. Selain itu, mengakomodir pengaturan jawab jinawab secara elektronik dilakukan atas kesepakatan para piihak. Sementara pemeriksaan saksi/ahli secara elektronik atas dasar kesepakatan para pihak dengan menggunakan infrastruktur pengadilan. Sedangkan terhadap segala biaya yang timbul dari persidangan elektronik dibebankan kepada penggugat.

Pengaturan lainnya tentang mekanisme pengucapan putusan secara elektronik, penandatanganan secara elektronik. Serta kekuatan hukum putusan yang ditandatangani secara elektronik. Tak kalah penting, perlu pengaturan kekuatan hukum register atau pendaftaran gugatan secara elektronik.

Wakil Ketua Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera itu menilai terbitnya Perma 1/2019 bermula dari asumsi bahwa sengketa perdata merupakan domain para pihak. Nah, berdasarkan asas pacta sunt servanda, semua hal yang disepakati para pihak mengikat sebagai UU. Aria mengingatkan keberlakuan modernisasi hukum acara pengadilan melalui Perma menjadi jalan tengah mengatasi kebuntuan hukum acara perdata yang belum banyak mengkuti perkembangan zaman.

“UU Hukum Acara Perdata harus mampu memberikan dasar yang solid bagi keberlakuan persidangan secara elektronik,” pintanya.

Ketua Bidang Studi Hukum Acara Perdata FHUI, Yoni Agus Setyono menambahkan, e-court menjadi keharusan pengaturannya masuk dalam draf RUU dengan mengadopsi Perma No.1 Tahun 2019 tentang Administrasi dan Persidangan Secara Elektronik. Langkah lanjutannya, menyusun rumusan norma pasal untuk diusulkan ke pembentuk UU.

Baginya, persidangan secara elektronik dalam perkara menjadi pilihan bagi para pihak dengan mempertimbangkan kemampuan dan kekuatan sinyal jaringan internet di tempat masing-masing pihak. Opsi e-court perlu diakomodir sebagai bagian acara pemeriksaan persidangan. “Jadi e-court menjadi pilihan,” katanya.

Tags:

Berita Terkait