RUU Cipta Kerja Atur Izin Produksi Seumur Tambang, Pemerintah: Jangan Khawatir!
Berita

RUU Cipta Kerja Atur Izin Produksi Seumur Tambang, Pemerintah: Jangan Khawatir!

Tidak semua perusahaan tambang bisa melakukan kegiatan produksi semasa tambang, karena ada syarat yang harus dipenuhi.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kegiatan usaha pertambangan. Foto: RES
Ilustrasi kegiatan usaha pertambangan. Foto: RES

Materi muatan draft RUU Cipta Kerja terus mendapat sorotan dari masyarakat sipil. Salah satu ketentuan yang dikritik mengenai perubahan sejumlah pasal dalam UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) terutama pengalihan kewenangan pemerintah daerah ke pemerintah pusat.  

 

Peneliti Auriga M Iqbal Damanik menilai secara umum RUU Cipta Kerja menarik kewenangan perizinan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 4-8,37, 67, 81, 151 dan Pasal 152 RUU Cipta Kerja. “Bahkan menghapus kewenangan menteri dalam penerbitan perizinan, diganti menjadi frasa pemerintah,” kata Iqbal dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (24/2/2020).

 

Bentuk perizinan juga diubah dari “izin usaha” menjadi “perizinan berusaha.” Perizinan akan dilakukan secara terintegrasi melalui sistem elektronik (OSS). Kemudahan lain yang diberikan pemerintah untuk industri minerba yakni adanya insentif penambahan nilai atau hilirisasi.

 

Misalnya, Pasal 47 ayat (7) RUU Cipta Kerja mengatur kegiatan operasi produksi yang melakukan kegiatan penambangan yang terintegrasi dengan pengolahan dan pemurnian mineral dapat diberikan jangka waktu selama 30 tahun dan dapat diperpanjang 10 tahun sampai seumur tambang.

 

“Pemerintah memberi kemudahan kepada investor dengan memperpanjang masa jangka waktu kegiatan operasi produksi pertambangan langsung untuk 30 tahun, dapat diperpanjang 10 tahun, bahkan sampai seumur tambang,” kata Iqbal.

 

Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Sektor Minerba, Irwandy Arif mengatakan masyarakat tidak perlu khawatir dengan ketentuan yang diatur dalam RUU Cipta Kerja. Jika ada pasal yang dirasa kurang tepat, masyarakat dapat menyampaikannya secara langsung dalam pembahasan RUU Cipta Kerja di DPR.

 

Mengenai Pasal UU No.4 Tahun 2009 yang terdampak RUU Cipta Kerja, Irwandy menjelaskan peraturan lebih rinci akan diatur dalam peraturan teknis seperti Peraturan Presiden dan Peraturan Pemerintah. Baca Juga: Lima Catatan Kritis untuk RUU Cipta Kerja Sektor Agraria

 

Begitu pula ketentuan yang mengatur kegiatan operasi produksi pertambangan bisa sampai seumur tambang, Irwandy mengatakan tidak perlu khawatir karena insentif itu hanya diberikan jika pelaku usaha yang bersangkutan bisa memenuhi syarat yang ditentukan. “Jadi jangan khawatir mengenai operasi produksi seumur tambang, kalau perusahaan tidak bisa menjalankan kewajiban dengan baik, tidak melakukan praktik pertambangan yang baik, dan tidak melakukan reklamasi dan pasca tambang maka izin tidak diberikan lagi,” ujarnya.

 

Irwandy juga membeberkan sejumlah pasal UU No.4 Tahun 2009 yang diubah melalui RUU Cipta Kerja seperti Pasal 36 yang mengatur kegiatan usaha pertambangan dan kegiatan pertambangan terdiri dari 2 tahap yaitu eksplorasi dan operasi produksi. Pelaku usaha yang memenuhi perizinan berusaha dapat melakukan sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan itu.

 

Sebagaimana diatur Pasal 128A RUU Cipta Kerja, pelaku usaha pertambangan juga dapat mendapat insentif berupa pengenaan royalti 0 persen jika mampu melakukan peningkatan nilai tambah batubara. “Hilirisasi batubara itu sulit, maka kita dorong dengan menerapkan insentif,” papar Irwandy.

 

Koordinator PWYP, Maryati Abdullah, melihat Pasal 128A RUU Cipta Kerja berpotensi mengurangi pemasukan negara. Pelaku usaha di sektor minerba akan mendapat insentif ganda karena selain ketentuan tersebut ada ketentuan lain dalam RUU Omnibus Law Perpajakan yang menyediakan insentif pajak bagi perusahaan. “Kami mengusulkan insentif ini diberikan secara bertahap, jangan langsung dikenakan royalti 0 persen,” usulnya.

 

Selain itu, Maryati berpendapat penyederhanaan istilah izin usaha menjadi perizinan berusaha seolah tidak membedakan antara sektor sumber daya alam dengan sektor lainnya. Ini terkesan pemerintah memudahkan atau menyamakan sektor SDA dengan lain sebagai perizinan berusaha. Padahal sektor SDA memiliki dampak eksternal dan resiko yang lebih sistemik dan bersifat jangka panjang.

Tags:

Berita Terkait