Rumitnya Pembuktian Hak Cipta
Berita

Rumitnya Pembuktian Hak Cipta

Kewajiban mendaftarkan hak cipta berpotensi membebankan.

HRS
Bacaan 2 Menit


Senada dengan Agus Sardjono, Direktur Intellectual Property Advisory Services (IPAS) Dwiyanto Prihartono mengatakan hukum pembuktian dalam bidang hak cipta memang kompleks. Kesulitan ini terjadi karena sulitnya mencari alat bukti yang valid dan kuat di mata hukum.


Pasalnya, ketika dalam proses pembuktian dilakukan, banyak majelis yang menolak bukti surat yang diajukan penggugat dengan alasan karya tersebut hanyalah sebuah coretan-coretan belaka. Hal ini terjadi dalam kasus Ismail Hutajulu dengan PT Lolypop Records tahun 1990.


Kala itu, Mahkamah Agung (MA) menolak gugatan Ismail dengan alasan bukti pemikiran Ismail yang dituangkan dalam sebuah kertas hanyalah sebuah coretan tanpa arti. Karena, coretan tersebut tidak diberi tanda tangan dan tanggal.


Melihat hal ini, Dwiyanto pun memberikan peringatan kepada para pencipta untuk berhati-hati dengan ciptaannya. Pasalnya, hak cipta berbeda dengan hak kekayaan intelektual lainnya, seperti merek, paten, dan desain industri dimana mereka memiliki kekuatan pembuktian, yaitu adanya sertifikat pendaftaran hak. Sementara itu, pendaftaran hak cipta bukanlah suatu kewajiban karena hak cipta telah lahir sejak karya tersebut diumumkan ke publik.


Adapun langkah yang dapat diambil guna antisipasi penjiplakan, Dwiyanto menyarankan agar pencipta usai menciptakan suatu karya segera mengumpulkan catatan-catatan proses pembuatan ciptaan, buat pernyataan sendiri disertai dengan tanda tangan saksi-saksi pada saat ciptaan sudah disatukan, serta sedapat mungkin dilakukan pendaftaran.


Selain membuat dokumen tertulis, Dwiyanto juga mengimbau agar para pencipta untuk mempersiapkan bukti saksi-saksi melalui membangun sebuah komunitas, mengikuti berbagai forum publikasi, seperti pameran, bazar, dan selalu cantumkan jenis ciptaan, nama pencipta, tanggal publikasi dan tempat. Langkah terakhir adalah mengirimkan dokumen elektronik ke lembaga terpercaya atau lembaga nonpemerintah, seperti Karya Cipta Indonesia (KCI).


Meskipun sulit membuktikanpenjiplakan, Dwiyanto secara tegas mengatakan tidak perlu diwajibkannya pendaftaran sebagai proses lahirnya suatu hak cipta. Karena, karakteristik dan variabel hak cipta berbeda dengan hak kekayaan intelektual lainnya. “Bisa-bisa, pendaftaran ini akan menjadi beban bagi pencipta dalam menciptakan suatu karyanya,” pungkasnya.

Tags: