Rumah CEO Lippo dan Bupati Bekasi Digeledah, Ini Bukti yang Ditemukan KPK
Berita

Rumah CEO Lippo dan Bupati Bekasi Digeledah, Ini Bukti yang Ditemukan KPK

Disita dokumen terkait perizinan oleh Lippo ke Pemerintah Kabupaten Bekasi, catatan keuangan, dan barang bukti elektronik seperti komputer dan lainnya. Serta uang sekitar Rp100 juta dalam bentuk mata uang rupiah dan yuan.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Jubir KPK Febri Diansyah. Foto: RES
Jubir KPK Febri Diansyah. Foto: RES

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah Chief Executive Officer (CEO) Lippo Group James Riady dalam penyidikan kasus dugaan korupsi berupa pemberian suap terkiat pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi. Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan 9 tersangka diantaranya Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, konsultan dan pegawai Lippo, Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin hingga pejabat di Pemkab Bekasi.

 

"Setelah melakukan penggeledahan di lima lokasi sejak Rabu (17/10) siang sampai tengah malam tadi, penyidik melanjutkan kegiatan tersebut ke lima tempat lain hingga pagi ini termasuk rumah James Riady," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keteranganya di Jakarta, Kamis (18/10/2018). Baca Juga: KPK: Tersangka Suap Proyek Meikarta Bisa Jadi Justice Collaborator

 

Empat lokasi lain yang digeledah sejak Rabu (17/10) kemarin hingga pagi ini adalah apartemen Trivium Terrace Lippo Cikarang, kantor Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi, dan kantor Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kabupaten Bekasi.

 

James Riady adalah anak dari Mochtar Riady, pendiri Lippo Group. Menurut majalah Forbes, kekayaan James Riady beserta keluarga ditaksir senilai 1,87 miliar dolar AS dan masuk dalam jajaran 10 orang terkaya di Indonesia pada 2016. "Sampai pagi ini tadi, tim Penyidik KPK masih di lokasi penggeledahan," ungkap Febri.

 

Menurut Febri, dari penggeledahan itu disita dokumen terkait perizinan oleh Lippo ke Pemerintah Kabupaten Bekasi, catatan keuangan, dan barang bukti elektronik seperti komputer dan lainnya.

 

Total lokasi penggeledahan sejak kemarin siang hingga pagi ini di 10 lokasi di Tangerang dan Bekasi termasuk di kantor Bupati Bekasi, rumah Bupati Bekasi, dan Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kabupaten Bekasi dan Gedung Matahari Tower di Tangerang.

 

Saat menggeledah rumah Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, KPK menemukan uang dalam bentuk rupiah dan yuan China dalam jumlah sekitar Rp100 juta. "Terkait dengan penggeledahan di rumah Bupati Bekasi, KPK menemukan uang rupiah dan yuan dalam jumlah lebih dari Rp100 juta," lanjutnya.

 

KPK saat ini masih mendalami proses perolehan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dilakukan oleh perusahaan Lippo Group dalam pembangunan mega proyek hunian Meikarta. "Kami tentu mendalami selain perbuatan-perbuatan orang per orang itu, seperti apa proses aliran dananya, bagaimana dan juga proses perizinan yang dilakukan. Apa saja tahapan yang sudah dilalui, kami juga melihat siapa pihak yang diuntungkan dari pemberian suap untuk proses perizinan tersebut," tambahnya.

 

Proyek pembangunan Meikarta ini dimiliki Lippo Group yang merupakan kerja sama dua anak perusahaanya yakni PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) dan PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK). Proyek senilai Rp278 triliun itu adalah milik PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) yang sepenuhnya merupakan anak usaha dari PT LPCK. Adapun PT LPKR menguasai saham PT LPCK mencapai 54 persen.

 

Dalam perkara ini, KPK menetapkan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, dua konsultan Lippo Group bernama Taryudi dan Fitra Djaja Purnama, serta pegawai Lippo Group Henry Jasmen sebagai tersangka atas dugaan suap terkait pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi. Mereka diamankan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Minggu (14/10) hingga Senin (15/10) dini hari. Baca Juga: Direktur Lippo Group dan Bupati Bekasi Tersangka Suap Proyek Meikarta

 

Billy dan rekan-rekannya itu diduga memberi suap Rp7 miliar dari total commitment fee sebesar Rp13 miliar untuk mengurusi banyak perizinan. Diantaranya izin rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, tempat sampah, hingga lahan makam yang diberikan melalui sejumlah dinas, yaitu Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pemadam Kebakaran dan DPM-PTSP (Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

 

KPK pun menetapkan Bupati Bekasi 2017-2022 Neneng Hassanah Yasin, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati, dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi sebagai tersangka penerima suap.

 

KPK menduga pemberian suap itu terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga fase/tahap. Fase pertama 84,6 hektare; fase kedua 252,6 hektare; dan fase ketiga 101,5 hektare. Realisasi pemberian sekitar Rp7 miliar itu melalui beberapa kepala dinas tersebut pada April, Mei, dan Juni 2018 terkait rencana pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, hingga tempat pendidikan.

 

Untuk menyamarkan nama-nama para pejabat di Pemkab Bekasi itu, para tersangka menggunakan sejumlah kata sandi antara lain "melvin", "tina toon", "windu" dan "penyanyi". Infomasi terakhir terungkap kata sandi bernama “babe”.  

 

Dalam OTT tersebut, tim KPK mengamankan barang bukti berupa uang 90 ribu dolar Singapura dan uang dalam pecahan Rp100 ribu berjumlah total Rp513 juta. Tim juga mengamankan dua unit mobil Toyota Avanza dan mobil Toyota Innova.

 

Untuk diketahui, Billy Sindoro adalah mantan narapidana kasus korupsi Billy pemberian suap terhadap anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Mohammad Iqbal pada 2009 lalu. Ia divonis bersalah dan telah dihukum 3 tahun penjara hingga tingkat peninjauan kembali (PK). Baca Juga: Billy Sindoro Tetap Divonis Tiga Tahun Penjar

Tags:

Berita Terkait