RPP Pengelolaan Aset BPJS Harus Diperbaiki
Berita

RPP Pengelolaan Aset BPJS Harus Diperbaiki

BPJS belum diposisikan sebagai badan hukum publik.

ADY
Bacaan 2 Menit

Soal investasi, Hasbullah menegaskan sangat penting memperhatikan aspek solvabilitas dan likuiditas dan itu dapat dihitung secara matematis. Oleh karenanya, ia berpendapat 80 persen investasi BPJS lebih layak berbentuk obligasi. Ia juga berpandangan keuangan BPJS akan bersinggungan dengan UU Perpajakan, mengingat BPJS bentuknya badan hukum publik maka peraturan perundang-undangan terkait pajak perlu disesuaikan dengan BPJS.

Misalnya, pajak hasil investasi BPJS dikenakan ketika peserta menerima uang yang dikelola. Sehingga dalam penyelenggaraan BPJS Ketenagakerjaan, pajak dikenakan saat peserta mencairkan uang Jaminan Hari Tua. Sedangkan pengenaan pajak itu menurut Hasbullah ditujukan mendorong peserta BPJS untuk tetap menyimpan uangnya di BPJS. Untuk pajak badan, Hasbullah berpendapat tidak dikenakan kepada BPJS.

Terkait laporan keuangan, Hasbullah melihat RPP Alma bentukan Kemenkeu itu menganggap BPJS seperti lembaga keuangan. Misalnya, BPJS perlu memberikan laporan kepada OJK dalam rangka pengawasan. Menurutnya, BPJS terutama Kesehatan, bukan melaksanakan bisnis jasa keuangan. Sebab dalam BPJS tidak ada proses yang diputuskan direksi atau pemilik yang tujuannya memupuk laba. Jika ada penyalahgunaan wewenang atau aturan yang dilanggar, BPK dan KPK dapat turun tangan.

Mestinya, Hasbullah menandaskan, susunan laporan BPJS itu berkaitan dengan penyelenggaraan jaminan kesehatan dan sosial. Seperti, berapa jumlah pasien yang dirawat dan jenis penyakit apa yang banyak menimpa pasien. Menurutnya hal itu yang diamanatkan UU SJSN dan BPJS, yaitu perlindungan kesehatan dan sosial. RPP Alma hanya mengamanatkan agar laporan BPJS dipampang dalam website. Mengingat BPJS merupakan badan hukum publik, cara itu tidak tepat. Harusnya, laporan disampaikan secara aktif dan menjamah sampai ke tempat tinggal masyarakat. Contohnya, selain website, laporan itu dipampang di kecamatan dan kelurahan.

Pada kesempatan yang sama mantan Dirut PT Askes danKetua Tim SJSN 2001-2004, Sulastomo, menekankan BPJS harus memegang prinsip kehati-hatian dalam mengelola keuangan. Baik pelayanan kesehatan atau investasi. Sekalipun dibolehkan untuk berinvestasi, BPJS perlu memperhatikan likuiditas. Sehingga mampu memiliki dana cadangan untuk membayar klaim. Jika dana yang ada tidak cukup membayar klaim, pemerintah harus menanggungnya. Selain itu ada pilihan lain yaitu menaikan besaran iuran BPJS.

Selaras dengan itu Sulastomo menyarankan agar peraturan tentang iuran BPJS dijadikan dalam satu regulasi. Sehingga, calon peserta dapat memperkirakan apakah mereka dapat membayar iuran atau tidak. Terkait Surplus, Sulastomo melihat RPP Alma mengatur agar menjadi aset BPJS. Sebagaimana Hasbullah, Sulastomo mengingatkan bahwa hal itu akan bersinggungan dengan peraturan terkait perpajakan. “Harus tegas dinyatakan dalam perpajakan, bahwa BPJS tidak dipungut pajak,” ucapnya.

Sementara Ketua DJSN, Chazali Husni Situmorang, mengatakan lembaga yang dipimpinnya sudah menerbitkan dan melayangkan RPP Alma ke berbagai kementerian. Namun, Kemenkeu lebih aktif menyikapi RPP Alma dan merancang kembali. Namun, yang terpenting bagaimana mengelaborasi pasal-pasal dalam RPP Alma agar selaras dengan UU BPJS. Sekalipun ada yang terlewat diatur dalam UU BPJS, namun perlu dibentuk aturan, maka hal itu memungkinkan asal tidak menabrak regulasi lain. Tapi, jika terdapat inkonsistensi dalam RPP Alma, sesegera mungkin diubah karena peraturan itu harus diterbitkan sebelum akhir tahun ini.

“Prinsipnya, kalau didasarkan niat baik tanpa ego sektoral dan lembaga, maka tidak sulit RPP Alma  dirumuskan,” tutur Chazali.

Tak ketinggalan Chazali mengingatkan, untuk likuiditas, lebih ditekankan kepada BPJS Kesehatan. Sedangkan investasi lebih bersinggungan dengan BPJS Ketenagakerjaan. Pasalnya, BPJS Kesehatan harus mengelola dengan benar dana yang ada untuk membayar klaim peserta dan meningkatkan pelayanan kesehatan. Sementara BPJS Ketenagakerjaan, membutuhkan investasi untuk membayar manfaat peserta. “Aksesibilitas peserta harus diperhitungkan, jadi mana jangka pendek dan panjang,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait