Risiko Korupsi Tinggi, KPK Ungkap Sejumlah Masalah Dana Transfer Daerah
Terbaru

Risiko Korupsi Tinggi, KPK Ungkap Sejumlah Masalah Dana Transfer Daerah

Ada berbagai permasalahan terhadap besarnya nilai alokasi dana transfer ke daerah dalam belanja pemerintah daerah.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat pemaparan hasil kajian pemetaan potensi korupsi pada Dana Transfer ke Daerah (TKD) kepada Kemenkeu, Kementerian PPPN/Bappenas, dan Kemdagri di Gedung Merah Putih KPK,  Selasa (7/3/2023). Foto: Istimewa
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat pemaparan hasil kajian pemetaan potensi korupsi pada Dana Transfer ke Daerah (TKD) kepada Kemenkeu, Kementerian PPPN/Bappenas, dan Kemdagri di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (7/3/2023). Foto: Istimewa

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkaji dan memetakan risiko terjadinya tindak pidana korupsi di daerah. Fenomena tindak pidana korupsi yang menjerat sejumlah kepala daerah maupun jajarannya pun tak sedikit.  Perlunya pemataan secara menyeluruh agar dapat mengetahui permasalahan dan penyebab terjadinya risiko korupsi di daerah.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan, rendahnya kemampuan mengelola keuangan dan aset dalam otonomi daerah, menjadi pekerjaan rumah pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota. Hal itu disebabkan oleh lemahnya sistem yang mengakibatkan munculnya indikasi korupsi dan berbagai pungutan yang dapat mereduksi upaya pertumbuhan perekonomian daerah.

“Dalam menumbuhkan daya saing antar-daerah, otonomi daerah seharusnya dapat meningkatkan akuntabilitas dalam penyelenggaran pemerintah daerah. Dalam kajian ini, KPK menemukan berbagai permasalahan terhadap besarnya nilai alokasi dana transfer ke daerah dalam belanja pemerintah daerah,” ujarnya dalam pemaparan hasil kajian pemetaan potensi korupsi pada Dana Transfer ke Daerah (TKD) kepada Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, dan Kementerian Dalam Negeri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (7/3/2023).

Baca juga:

Ghufron merinci, dana transfer ke daerah memiliki porsi sepertiga dari anggaran negara. Sementara porsi dana Transfer ke Daerah rentang waktu 2017 sampai dengan 2022 mencapai 21% - 37% dalam belanja pemerintah. Sedangkan ketergantungan daerah terhadap dana transfer ke daerah, mencapai kurang lebih 56% dari pendapatan daerah pada tahun 2017 sampai 2022.

“Sepanjang tahun 2004 sampai 2022, KPK telah menangani setidaknya 178 kepala daerah yang terdiri dari 23 gubernur, 155 walikota/bupati/wakil yang terjerat kasus tindak pidana korupsi. Setengah dari jumlah tersebut, tercatat ada 113 kepala daerah yang kasusnya terjadi dalam enam tahun terakhir,” ungkap Ghufron.

Mantan Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Jember itu membeberkan, modus suap acapkali digunakan para pelaku untuk melakukan korupsi. Seperti menyalahgunakan jalur aspirasi DPR pada pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK), menggunakan pengaruh pejabat eksekutif dan legislatif untuk mengintervensi kementerian terkait, serta menjual informasi alokasi DAK dan Dana Insentif Daerah (DID) kepada pemerintah daerah.

Di tempat yang sama, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan, menambahkan alur birokrasi dana TKD sangat berliku dengan syarat kepentingan politik anggaran yang seluruhnya memicu praktik korupsi. Seluruh dana yang dialokasikan untuk daerah harus melewati sejumlah meja yang kerap dihinggapi praktik kotor.

“Termasuk pada dana perencanaan yang diajukan pemerintah daerah terhadap Kementerian Keuangan, dapat berubah sesuai dinamika dan persetujuan DPR. Pada tahap perencanaan ini pemerintah daerah harus berjuang ke Jakarta, ke kementerian supaya masuk ke dalam usulan yang akan dibawa Kementerian Keuangan ke DPR,” kata Pahala.

Pahala menerangkan, KPK melalui kajian ini bertujuan untuk memetakan potensi korupsi dalam penyelenggaraan dana transfer ke daerah dan memberikan rekomendasi dalam rangka menutup celah korupsi pada penyelenggaraan kebijakan dana transfer ke daerah. KPK mengidentifikasi adanya proses transfer Dana Alokasi Khusus Fisik (DAKF) yang tidak efektif. Hal ini terjadi karena seringnya proses bisnis terhadap penilaian atau pemenuhan readiness criteria yang berulang. Penentuan lokasi prioritas (Lokpri) belum berdasarkan kriteria yang jelas, ketidakpastian, dan keterbatasan waktu dalam pengusulan DAKF dari pemerintah Daerah.

Rekomendasi

Rekomendasi yang KPK berikan diantaranya menyampaikan surat pemberitahuan DAK Fisik kepada kepala daerah dengan periode waktu yang konsisten di awal tahun anggaran sebelum memuat pagu indikatif per daerah per bidang. Kemudian, KPK bersama Kementerian PPN/Bappenas menyederhanakan proses bisnis dana transfer dan menginformasikan lebih awal lokasi prioritas, petunjuk teknis/operasional serta kriteria dan formulasi intensif fiskal.

Lembaga anti-rasuah ini juga mendorong agar daerah menerapkan prinsip transparasi dalam perhitungan alokasi dan penyaluran serta penilaian kinerja pemerintah daerah. Kementerian Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan DAK Fisik kepada kepala daerah dengan periode waktu yang konsisten di awal tahun anggaran, sebelumnya dengan memuat pagu indikatif per daerah per bidang.

Pahala mengatakan, KPK menemukan alokasi Dana Insentif Daerah (DID) kecil dan penggunaannya ditentukan oleh pemerintah pusat. Waktu penggunaan DID kinerja tahun berjalan pun sempit dan disalurkan menjelang akhir tahun, serta diarahkan untuk bantuan sosial. Kemudian alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) yang terlalu kecil sehingga tidak efektif. Rekomendasi yang KPK berikan yakni, Kementerian Keuangan, Kementerian PPN/Bappenas, dan kementerian/lembaga teknis harus memperbaiki dana transfer dan insentif fiskal ke daerah dalam rangka mendorong kinerja pemerintah daerah.

KPK juga mendapati pelaksanaan pengawasan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) tidak substantif, hanya bersifat administratif. Rekomendasi yang KPK berikan yaitu, Kementerian Dalam Negeri harus menyusun aturan ulang untuk memperkuat pengawasan implementasi kegiatan dana transfer dan insentif fiskal ke daerah. KPK berharap kepada kementerian/lembaga agar segera menindaklanjuti rekomendasi tersebut.

“Supaya perbaikan tata kelola bisa berjalan dengan sistematis dan menutup berbagai celah rawan korupsi,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait