Risiko Hukum Menenteng Airsoft Gun untuk Bela Diri
Berita

Risiko Hukum Menenteng Airsoft Gun untuk Bela Diri

Namun apakah legal bagi seseorang membawa alat pelindung diri semacam Airsoft Gun? Klinik Hukumonline menjawab persoalan ini pada Agustus lalu dalam rubriknya.

Sandy Indra Pratama
Bacaan 2 Menit
Polri lanjutkan moratorium perizinan senjata api. Foto: SGP
Polri lanjutkan moratorium perizinan senjata api. Foto: SGP
Ancaman terhadap keselamatan diri terus meningkat seiring makin maraknya aksi ragam aksi kejahatan jalanan. Begal bersenjata salah satunya.
Namun apakah legal bagi seseorang membawa alat pelindung diri semacam Airsoft Gun? Klinik Hukumonline menjawab persoalan ini pada Agustus lalu dalam rubriknya.
Dijelaskan oleh klinik hukumonline, lantaran Airsoft gun merupakan salah satu jenis senjata api olahraga. Maka aturannya mengharuskan hanya digunakan untuk kepentingan olahraga menembak reaksi. Hal itu diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pengawasan Dan Pengendalian Senjata Api Untuk Kepentingan Olahraga (“Perkapolri 8/2012”). 
Dalam Perkapolri 8/2012 disebutkan bahwa Airsoft Gun adalah benda yang bentuk, sistem kerja dan/atau fungsinya menyerupai senjata api yang terbuat dari bahan plastik dan/atau campuran yang dapat melontarkan Ball Bullet (BB). Airsoft Gun, menurut aturan tersebut, hanya digunakan untuk kepentingan olahraga di lokasi pertandingan dan latihan. Penggunaannya pun disyaratkan harus disertai dengan izin.
Masih berdasar aturan kepala kepolisian, seseorang yang bahkan sudah mempunyai izin memiliki airsoft gun untuk kepentingan olahraga, tidak boleh melakukan alih status atau fungsi penggunaan senjata api olahraga untuk kepentingan lain.
Lantas bagaimana dengan tujuan pembelaan diri? Menurut klinik hukumonline, dalam kondisi terpaksa untuk membela diri dan harta benda (sepeda motor) Anda, serta ada serangan atau ancaman serangan saat itu juga dari pelaku kejahatan; maka Anda tidak dapat dipidana. Pembelaan seperti ini dalam hukum pidana dikenal dengan istilah Pembelaan Terpaksa atau Pembelaan Darurat (Noodweer). (Baca juga: Polisi Sita Brankas Penuh Peluru Milik Gatot Brajamusti)
Hanya saja, penggunaan Airsoft Gun dalam keadaan terdesak itu perlu memenuhi unsur Pembelaan Darurat itu. Pembelaan Terpaksa (noodweer) dalam KUHP dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu noodweer (pembelaan terpaksa) dan noodweer-exces (pembelaan darurat yang melampaui batas), yang diatur dalam Pasal 49 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang berbunyi:
(1)  Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta Benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.
(2)  Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.
Sebagaimana yang pernah dijelaskan dalam artikel Daya Paksa dan Pembelaan Terpaksa Sebagai Alasan Penghapus Pidana, Andi Hamzah dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana (hal. 152-153), menjelaskan bahwa unsur-unsur suatu pembelaan terpaksa (noodweer) adalah:
1.    Pembelaan itu bersifat terpaksa;
2.    Yang dibela ialah diri sendiri, orang lain, kehormatan kesusilaan, atau harta benda sendiri atau orang lain;
3.    Ada serangan sekejap atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu;
4.    Serangan itu melawan hukum.
Klinik hukumonline juga mengutip R. Sugandhi, S.H. dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Berikut Penjelasannya terkait Pasal 49 KUHP, mengatakan bahwa agar tindakan ini benar-benar dapat digolongkan sebagai “pembelaan darurat” dan tidak dapat dihukum, maka tindakan itu harus memenuhi tiga macam syarat sebagai berikut:
1.    Tindakan yang dilakukan itu harus benar-benar terpaksa untuk mempertahankan (membela) diri. Pertahanan atau pembelaan itu harus demikian perlu sehingga boleh dikatakan tidak ada jalan lain yang lebih baik;
2.    Pembelaan atau pertahanan yang harus dilakukan itu hanya terhadap kepentingan-kepentingan diri sendiri atau orang lain, peri kesopanan, dan harta benda kepunyaan sendiri atau kepunyaan orang lain;
3.    Harus ada serangan yang melawan hak dan ancaman yang mendadak (pada saat itu juga). Untuk dapat diatakan “melawan hak”, penyerang yang melakukan serangan itu harus melawan hak orang lain atau tidak mempunyai hak untuk itu, misalnya seorang pencuri yang akan mengambil barang orang lain, atau pencuri yang ketahuan ketika mengambil barang orang lain kemudian menyerang pemilik barang itu dengan senjata tajam. Dalam keadaan seperti ini, kita boleh melawan untuk mempertahankan diri dan barang yang dicuri itu sebab si pencuri telah menyerang dengan melawan hak.
Penjelasan lain dari Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (hal. 87) mengatakan bahwa pada akhirnya, setiap kejadian apakah itu merupakan lingkup noodweer, perlu ditinjau satu persatu dengan memperhatikan semua hal di sekitar peristiwa-peristiwa itu. Rasa keadilanlah yang harus menentukan sampai dimanakah ada keperluan membela diri (noodweer) yang menghalalkan perbuatan-perbuatan yang bersangkutan terhadap seorang penyerang. (Baca juga: Resmi Tak Ada lagi Merek Cap Kaki Tiga di Indonesia)
Tags: