Revisi UU Peradilan Militer: Mahkamah Agung vs Panglima TNI
Utama

Revisi UU Peradilan Militer: Mahkamah Agung vs Panglima TNI

Revisi terhadap UU No.31/1997 tentang Peradilan Militer tidak membuat pembinaan terhadap para hakim di lingkungan peradilan militer menjadi wewenang penuh Mahkamah Agung. Peran Panglima TNI masih diakui dalam pembinaan hakim selaku personel militer di lingkungan Peradilan Militer.

Amr
Bacaan 2 Menit

 

Perlu diketahui, redaksi "pembinaan personel militer" tidak dikenal dalam UU No.31/1997. Semula, Pasal 7 ayat (1) UU No.31/1997 hanya menyebutkan bahwa pembinaan organisasi dan prosedur, administrasi, finansial badan-badan Pengadilan Militer dan Oditurat dilakukan oleh Panglima TNI.

 

Peradilan koneksitas dihapus

Hal lain dalam UU No.31/1997 yang mengalami perubahan adalah dihapuskannya hukum acara koneksitas. Usulan Perubahan UU No.31/1997 menghapus Judul Bagian Kelima Bab IV. Kemudian, pasal-pasal di bawah Bagian Acara Pemeriksaan Koneksitas yaitu Pasal 198, Pasal 199, Pasal 200, Pasal 201, Pasal 202, dan Pasal 203, juga ikut dihapus.

 

Dengan dihapuskannya pasal-pasal terkait dengan acara pemeriksaan koneksitas, maka terhadap tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh Prajurit TNI dan sipil diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.

 

Penghapusan pemeriksaan koneksitas sesungguhnya senapas dengan Ketetapan (Tap) MPR No.VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Kepolisian Negara RI dab Tap MPR No.VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran Kepolisian Negara RI. Kedua Tap tersebut menegaskan antara lain bahwa dalam hal pelanggaran hukum pidana umum prajurit TNI tunduk kepada kekuasaan peradilan umum.

 

Perlu pula diketahui bahwa melalui Tap MPR No.VI/MPR/2000 dan Tap MPR No.VII/MPR/2000 dinyatakan tetap berlaku dengan Tap MPR No.I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Tap MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002.

 

 

Tags: