Revisi UU Penyiaran Harus Perhatikan Playing Field yang Setara
Terbaru

Revisi UU Penyiaran Harus Perhatikan Playing Field yang Setara

Bila RUU tersebut dibuat untuk mendukung dan melindungi media penyiaran konvensional yang tergerus oleh media digital atau medsos, semestinya yang diatur adalah platformnya, bukan pengguna atau usernya.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Acara diskusi bertema RUU Penyiaran: Langkah Mundur dalam Ekosistem Penyiaran di Indonesia. Foto: HFW
Acara diskusi bertema RUU Penyiaran: Langkah Mundur dalam Ekosistem Penyiaran di Indonesia. Foto: HFW

Revisi UU Penyiaran yang tengah ramai diperbincangkan diusulkan turut mengatur aturan main/playing field yang sama antara media dengan platform digital lainnya. Usulan ini diutarakan Chief Content Officer Kapanlagi Youniverse Wenseslaus Manggut dalam seminar Jakarta Digital Conference (JDC) 2024 yang digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Jakarta, Kamis (4/7) lalu.

JDC 2024 bertema “RUU Penyiaran: Langkah Mundur dalam Ekosistem Penyiaran di Indonesia" ini diselenggarakan AMSI Jakarta dengan dukungan PT PLN, Bank BNI, Bank Mandiri, Harita Nickel, PT ASDP Indonesia Ferry, PT Angkasa Pura II, dan PT Angkasa Pura I (Angkasapura Airports), Eiger Indonesia, dan Kino. 

Menurut Wens, selama ini platform tidak comply dengan berbagai regulasi yang berlaku di Indonesia dan mengikat industri media nasional. “Level of playing field-nya harus sama. Platform harus comply dengan berbagai regulasi yang mengikat media lain. Misalnya regulasi iklan rokok, perlindungan anak, dan regulasi-regulasi lainnya,” katanya.

Baca Juga:

Bila level of playing field tidak sama, lanjut Wens, maka hanya akan menguntungkan platform dan juga membuat persaingan tidak seimbang. Platform tidak boleh lebih powerfull ketimbang media lain. Jadi, platform wajib comply dengan berbagai regulasi yang ada. “(Regulasi) jangan juga mengatur rumah tangga orang lain. Jadi tak bakal rebut,” tegasnya dalam keterangan pers. 

Di tempat yang sama, Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Yadi Hendriana mengamini pandangan Wens. Menurut Yadi, jika RUU tersebut dibuat untuk mendukung dan melindungi media penyiaran konvensional yang tergerus oleh media digital atau medsos, semestinya yang diatur adalah platformnya, bukan pengguna atau usernya. “Seperti yang dilakukan oleh kalangan pers yang menginisiasi pembuatan publisher right,” tegasnya.

Ia mengusulkan agar RUU Penyiaran lebih fokus mengatur lembaga pemeringkat konten. Kemudian memperkuat sinergi antara pemerintah, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan Dewan Pers untuk menciptakan iklim penyiaran dan jurnalistik yang sehat. “Bukan mengambil alih kewenangan Dewan Pers dan mengatur pers,” tegas Yadi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait