Revisi UU KPK Harus Perkuat KPK, Bukan Memperlemah
Berita

Revisi UU KPK Harus Perkuat KPK, Bukan Memperlemah

Sepanjang memperhatikan lima hal sebagaimana diajukan KPK.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K Harman menilai Abraham tak teliti ketika mengisi LHKPN. Foto: SGP
Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K Harman menilai Abraham tak teliti ketika mengisi LHKPN. Foto: SGP
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) acapkali menjadi sorotan publik. Tak saja soal penangkapan terhadap orang-orang penting di negeri ini, namun soal kewenangannya pun menjadi polemik di tengah masyarakat. Mulai penyadapan hingga tidak memiliki kewenangan menghentikan penyidikan perkara. Revisi UU KPK kali ini pun menjadi polemik terkait adanya dugaan pelemahan. Sebaliknya jika revisi tetap dilakukan mesti memperkuat KPK, bukan memperlemah.

“Kalau ada rencana revisi UU KPK, revisi yang dimaksudkan itu tidak boleh memperlemah KPK, harus tetap memperkuat KPK, itu intinya,” ujar Wakil Ketua Komisi III DPR, Benny K Harman, di komplek Gedung Parlemen, Jumat (26/6).

Dikatakan Benny, saat Komisi III menggelar rapat kerja dengan lima komisioner lembaga anti rasuah  pekan lalu, setidaknya terdapat empat hal yang diajukan KPK jika DPR tetap melakukan revisi UU KPK. Pertama, revisi UU KPK mesti mempertegas posisi hukum UU KPK sebagai lex spesialis derogat lex generalis. Dengan kata lain, UU KPK mesti dipertegas menjadi aturan bersifat khusus  sehingga mengesampingkan UU yang bersifat umum.

Kedua, revisi UU KPK mesti melakukan penataan ulang keorganisasi dan kelembagaan KPK. Termasuk dengan adanya dewan pengawas eksternal dalam mengawasi kinerja KPK. Ketiga, revisi terhadap UU KPK mesti berkenaan dengan kewenangan-kewenangan khusus yang tidak boleh dipangkas. Sebaliknya, kewenangan khusus tersebut mesti diperkuat.

Keempat, kewenangan KPK melakukan pengangkatan penyidik independen supaya tidak menimbulkan polemik hukum di tengah masyarakat. Kelima, memperkuat institusi pengawasan KPK.  Kelima hal tersebut merupakan usulan KPK jika memang DPR kekeuh melakukan revisi. “Itu usulan KPK apabila ada revisi,” ujarnya.

Terkait dengan persamaan lembaga penegak hukum diperkuat kewenangan penyadapan, Benny memberikan persetujuan. Menurutnya, KPK dalam melakukan tugas pokok dan fungsi pemberantasan korupsi tak dapat berjalan sendiri. Pasalnya, korupsi di tanah air berjalan masif. Itu sebabnya, diperlukan penguatan kewenangan penyadapan terhadap lembaga penegak hukum.

“Karena itu kita memperbanyak saja lembaga yang memiliki kewenangan penyadapan, kepolisian dan kejaksaan. Untuk memperkuat pemberantasan korupsi. Karena korupsi kita massive. KPK saja setengah mati, jadi kita perlu perkuat Kepolisian, Kejaksaan bersama-sama KPK ke depan,” katanya.

Berbeda dengan Benny, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengkritik pimpinan KPK. Ia meradang dengan polemik revisi UU KPK di tengah masyarakat. Ia menilai merevisi UU KPK telah disepakati oleh semua pihak dari legislatif, eksekutif, yudikatif, termasuk  dari pimpinan KPK.

“Saya lebih baik mengungkap ya, Indrianto Seno Aji (Plt Wakil Ketua KPK) mengatakan ini, UU dari dia (UU KPK) kebabalasan, Pak Ruki (Taufiqurrahman Ruki) mengatakan tidak bisa lagi kayak begini, KPK harus diawasi.Harus ada lembaga pengawasan. Ini saya ulang nih biar mereka jangan sembunyi-sembunyi,” ujarnya.

Ia menyayangkan persetujuan yang diberikan lima pimpinan KPK saat melakukan rapat dengan Komisi III tidak diungkapkan kepada publik. Semestinya, kata Fahri, Indriyanto Seno Adji dan Ruki menyatakan dan meyakinkan publik terkait urgensi perubahan UU KPK.

“Jangan di dalam kamar rapat lain, ngomongnyan di publik lain ngomongnya! Inikan gak berani menghadapi publik saja. Di bulan puasa ini sudalah, watak-watak pengecut lain di depan lain di belakang diakhiri. Bicara kepada rakyat, yakinkan kepada rakyat (UU KPK) ini banyak masalah, bagaimana menjelaskan KPK ini sudah 13 tahun UU,” katanya.

Lebih jauh,mantan anggota Komisi III DPR periode 2009-2014 itu mengatakan hubungan antara KPK dengan Polri kerap bersitegang dalam berberapa hal. Mulai penanganan kasus korupsi, hingga penyidik Polri yang bertugas di KPK. Semestinya, antar lembaga penegak hukum saling bersinergi dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi.

Politisi PKS ini menambahkan, selama ini DPR juga melihat bagaimana hubungan antara lembaga penegak hukum seperti KPK dan Polri yang beberapa kali bersitegang dalam menangani kasus-kasus korupsi. Penyidik-penyidik yang ditempatkan dilembaga anti rasuah tersebut juga terlihat tidak akur dengan lembaga tempat dia berasal.

“KPK jadi masalah, semua berkelahi di depan rakyat (KPK-Polri), di depan rakyat berebut bukannya bersinergis, berkelahi di tonton oleh rakyat setiap hari,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait