Revisi UU Bank Indonesia Mendesak Dilakukan
Aktual

Revisi UU Bank Indonesia Mendesak Dilakukan

ANT
Bacaan 2 Menit
Revisi UU Bank Indonesia Mendesak Dilakukan
Hukumonline
Revisi Undang-Undang Bank Indonesia mendesak dilakukan agar peranan bank central tersebut bisa lebih luas untuk mensejahterakan masyarakat serta membuka lapangan pekerjaan.

Hal ini mencuat dalam seminar yang diselenggarakan oleh Internastional Center For Applied Finanze and Economics (InterCAFE) IPB di Kampus Dramaga, Kabupaten Bogor, Senin (24/3).

Seminar yang menghadirkan sejumlah pembicara dari Komisi XI DPR RI, Bank Indonesia, Badan Supervisi Bank Indonesia dan InterCAFE IPB ini mengangkat tema "Peranan Bank Indonesia Dalam Pengembangan Ekonomi di Daerah".

Sejumlah pembicara yang hadir diantaranya, Arif Budimanta selaku anggota Komisi XI DPR RI, M Fadli Hasan dari BSBI, Iman Sugeman dari InterCAFE IPB, dan Kepala Kantor Perwakilan BI wilayah Jabar-Banten, Dian Ediana Rae.

Fadli Hasan dari BSBI mengatakan, lemahnya sektor pertanian, UMKM dan infrastruktur membuat perbankan enggan memberikan perhatiannya kepada tiga sektor penggerak perekonomian masyarakat lokal tersebut.

"Padahal persoalan utama tiga sektor ini adalah permodalan, bagaimana tiga sektor ini bisa bangkit bila permodalan sulit diperoleh dikarenakan kurangnya perhatian perbankan dalam sektor ini," ujarnya.

Fadli mengatakan, melihat situasi inilah, harusnya Bank Indonesia yang memiliki peran untuk memberikan perhatian terhadap tiga sektor tersebut.

"Namun karena terbatasnya peranan Bank Indonesia, perhatian terhadap tiga sektor perekonomian tadi berkurang dan menimbulkan persoalan di lapangan," ujarnya.

Sejalan dengan Fadli, anggota Komisi XI DPR RI Arif Budimanta menegaskan bahwa adanya hambatan pembangunan dari sektor perbankan salah satunya disebabkan belum optimalnya peran dan kinerja Badan Perbankan Daerah (BPD).

"Banyak kendala dalam pembangunan dari sektor perbankan, salah satunya Bank BUMN tidak memainkan perannya sebagai 'Agent of development'," ujar Arif.

Arif mengatakan, peranan Bank Indonesia dalam pembangunan khususnya sektor pertanian tetap ada hanya terbatas. Hal ini dikarekan perundang-undangan Bank Indonesia saat ini hanya mengatur tugas dan fungsi bank sentral tersebut sebagai penetap dan pelaksanaan kebijakan moneter.

Tugas dan fungsi pengawasan perbankan telah diambil alih oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sehingga peranan Bank Indonesia untuk turut mendukung pensejahteraan masyarakat dan pembukaan lapangan kerja menjadi hilang.

Arif menyebutkan, dalam amanat Undang-Undang Dasar 45, Bank Indonesia memiliki tugas tidak hanya untuk menjaga nilai tukar, kebijakan moneter saja. Tapi juga membuka lapangan pekerrjaan serta mensejahterakan masyarakat.

"Jadi ada persoalan-persoalan yang harus kita 'jernihkan' dalam perbankan di Indonesia. Oleh karena itu perlu direvisi peran bank sentral Indonesia ini. Selain revisi peranan BI, juga perlu adanya Bank Pertanian. Kita (DPR RI) membuka koridor untuk bank-bank khusus ini tumbuh sehingga bisa mencairkan dana bagi tiga sektor tadi," ujarnya.

Sementara itu, Eman Sugeman pembicara dari InterCAFE IPB menambahkan, BI harus memperluas perannya dalam pembangunan terutama di sektor pertanian, UMKM dan infrastruktur.

"Selain itu, BI juga harus punya kewenangan menjaga harga, jadi tidak hanya mestanbilkan nilai tukar. Tapi ini juga penting. Seperti di negara-negara luar, peran bank sentral negara adalah mencakup semua aspek," ujarnya.

Direktur InterCAFE IPB, Nunung Nuryartono menambahkan, kesimpulan dari seminar tersebut adalah bagaimana peran Bank Indonesia kedepannya perlu diubah melalui revisi Undang-Undang BI yang sedang dalam pembahasan di DPR RI.

"Tugas DPR RI untuk mempercepat revisi Undang-Undang BI, dan adanya bank pertanian juga harus segera direalisasikan," ujar Nunung.
Tags: