Revisi Perjanjian Joint Venture Gagal, Plaza Senayan Disita
Berita

Revisi Perjanjian Joint Venture Gagal, Plaza Senayan Disita

Ribut-ribut masalah kompleks Plaza Senayan yang berujung pada penyitaan ternyata bukan masalah baru. Sejak tahun 1991, pemerintah telah mengupayakan revisi perjanjian dengan pihak Kajima dan STS.

Gie
Bacaan 2 Menit
Revisi Perjanjian <i>Joint Venture</i> Gagal, Plaza Senayan Disita
Hukumonline

Gugatan perbuatan melawan melawan hukum yang diajukan oleh Badan Pengelola Gelora Bung Karno (BPGBK) terhadap Kajima Overseas Asia (Kajima) dan PT Senayan Trikarya Sempana (STS) telah didaftarkan 5 Oktober lalu di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sidang pertama gugatan ini belumlah dimulai, namun sejumlah aset STS—termasuk Plaza Senayan—telah menjadi objek sita jaminan.

 

Kuasa hukum BPGBK, Feizal Syahmenan, mengatakan  duduk persoalan antara BPGBK dengan Kajima dan STS sebenarnya ada di perjanjian joint venture agreement. Menurutnya, pemerintah Indonesia sudah kesekian kalinya, melalui surat menyurat, berupaya merevisi perjanjian dengan Kajima. Usaha tersebut sudah dilakukan sejak Moerdiono (mantan Menteri Sekretaris Negara, red) masih menjabat, ujar Feizal, pengacara dari kantor Warens & Achyar (29/10).

 

Perjanjian kerjasama tersebut merupakan bentuk kompensasi dari pemerintah Indonesia kepada Kajima yang telah membangun Wisma Atlet di kawasan Senayan. Sebagai kompensasinya, Kajima memperoleh penguasaan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas 20 hektar dengan kewajiban pembayaran uang tahunan kepada pemerintah sebesar AS$ 400.000.

 

Seiring berjalannya waktu, pemberian pembayaran kewajiban dalam perjanjian tersebut dinilai tidak sepadan dan jumlahnya cenderung merugikan. Oleh sebab itu, pemerintah melalui BPGBK menyurati Kajima berkali-kali untuk meminta persetujuan merevisi perjanjian tersebut.

 

Sayangnya, kata Feizal, usaha-usaha pemerintah selama 15 tahun tidak pernah ditanggapi secara serius oleh Kajima. Ada kesan, Kajima memang tidak ingin memperbaiki isi perjanjian tersebut. Di sisi lain, pemerintah justru berhasil merevisi perjanjian serupa dengan investor lain yang memperoleh hak seperti halnya Kajima.

 

Dikarenakan tidak ada hasil yang positif yang didapat dari surat menyurat maupun upaya lain, BPGBK akhirnya memilih jalur litigasi.

 

Dalam gugatannya yang salinannya diperoleh hukumonline, pemerintah juga mengklaim Wisma Atlet yang dibangun Kajima ternyata tidak sesuai dengan spesifikasi dalam perjanjian serta master plan yang dimaui BPGBK. Pembangunan wisma tersebut ternyata tidak dibangun dengan uang Kajima sendiri seperti yang tertuang dalam perjanjian. Dalam gugatan dipaparkan, pembangunan Wisma Atlet dilakukan dengan uang pinjaman dari perusahaan jasa pembiayaan keuangan milik Kajima sendiri.

 

Dalam petitum gugatannya, selain meminta sita jaminan, BPGBK meminta ganti rugi materiil sebesar AS$ 225.593.288, ditambah ganti rugi immateriil Rp3 triliun.

 

Kecewa

 

Pihak Kajima dan STS menyatakan kekecewaannya atas gugatan yang diajukan pemerintah. Mereka melihat hubungan 15 tahun terakhir dengan pihak BPGBK juga berjalan baik.

 

Mengenai penetapan sita jaminan, pihak Kajima dan STS menyatakan keberatan. Dalam pernyataan pers yang diterima hukumonline (28/10), Kajima dan STS menyatakan terkejut atas sita jaminan tersebut karena mereka merasa sejauh ini belum menerima pemberitahuan resmi mengenai adanya gugatan BPGBK.

 

Informasi yang diperoleh media ini, pihak STS telah memberikan kuasa kepada kantor pengacara Ihza & Ihza untuk meladeni gugatan BPGBK.

Tags: