Restrukturisasi Kredit Akan Diperpanjang Hingga Maret 2022
Utama

Restrukturisasi Kredit Akan Diperpanjang Hingga Maret 2022

OJK akan terus mendorong dan memonitor akses masyarakat ke perbankan melalui kredit.

M. Agus Yozami
Bacaan 3 Menit
Gedung Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta. Foto: RES
Gedung Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta. Foto: RES

Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyebutkan pihaknya akan memperpanjang restrukturisasi kredit hingga Maret 2022. "Ada beberapa hal yang akan kami bicarakan dengan industri terlebih dahulu," ujar Wimboh dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) seperti dikutip Hukumonline dari Antara di .

Ia menjelaskan hal yang akan dibahas bersama industri perbankan yakni mengenai jangka waktu perpanjangan, waktu dimulai, hingga bagaimana industri mempunyai kekuatan untuk membuat penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP).

"Semua ini dalam perhitungan kami, namun pada prinsipnya akan kami perpanjang," tegas Wimboh. (Baca: 5 Kebijakan Stimulus OJK untuk Dorong Pemulihan Ekonomi 2021)

Menurut dia, pada tahun lalu pihaknya bersama perbankan juga melakukan hal yang sama saat hendak membuat peraturan lebih lanjut mengenai restrukturisasi kredit. Ia berharap pada tahun ini proses pembahasan aturan perpanjangan restrukturisasi kredit bisa dilakukan lebih cepat, sehingga bisa membantu pemulihan ekonomi nasional.

Di sisi lain, Wimboh berkomitmen OJK akan terus mendorong dan memonitor akses masyarakat ke perbankan melalui kredit. Adapun intermediasi perbankan menunjukkan peningkatan dengan risiko kredit yang terjaga, tercermin dari kredit perbankan pada Juni 2021 naik Rp67,39 triliun dari bulan sebelumnya atau tumbuh 0,59 persen secara tahunan (yoy) atau 1,83 persen secara tahun kalender (ytd).

"Hal tersebut meneruskan tren perbaikan dalam triwulan terakhir, disertai tingkat suku bunga kredit dengan tren menurun 43 basis poin dibanding Maret 2021, sejalan dengan peningkatan kinerja ekonomi di triwulan II 2021," katanya.

Sementara, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan pihaknya berencana menurunkan tingkat suku bunga penjaminan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi.

"Kami akan terus mengevaluasi terus sistem finansial kita dan LPS masih punya ruang untuk menurunkan suku bunga penjaminan lebih lanjut,” katanya.

Purbaya menuturkan saat ini tingkat bunga penjaminan untuk simpanan rupiah di bank umum adalah 4 persen, bank perkreditan rakyat (BPR) sebesar 6,5 persen, dan 0,5 persen untuk simpanan valuta asing di bank umum.

Ia menjelaskan penurunan tingkat bunga penjaminan di bawah level 4 persen akan mendukung pertumbuhan ekonomi karena mampu mendorong penurunan bunga deposito perbankan. Menurutnya, nasabah dengan dana besar yang selama ini menikmati bunga besar dan enggan membelanjakannya, maka akan mulai melakukan konsumsi ketika bunga diturunkan.

Terlebih lagi, Purbaya mencatatkan nasabah dengan dana besar di atas Rp5 miliar mengalami pertumbuhan 15 persen sejak terjadinya pandemi COVID-19. "Orang-orang kaya yang tadinya enggan belanja karena menikmati bunga besar, ketika bunga turun lagi mungkin tidak akan enggan untuk belanja," ujarnya.

Ia mengatakan jika para nasabah ini mulai melakukan konsumsi maka ekonomi semakin terdorong dan masyarakat kelas bawah turut menerima dampak positifnya. "Ekonomi akan bergulir lebih cepat. Itu akan mendorong pertumbuhan ekonomi," tegasnya.

Sepanjang semester I 2021, LPS telah menurunkan tingkat bunga penjaminan sebesar 50 bps untuk simpanan dalam rupiah di bank umum dan BPR serta 50 bps untuk simpanan dalam valuta asing di bank umum.

Kondisi Normal

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati selaku Ketua KSSK menyatakan stabilitas sistem keuangan nasional triwulan II-2021 berada dalam kondisi normal melanjutkan pemulihan yang telah berlangsung di tengah meningkatnya COVID-19 varian Delta.

“Hasil pemantauan stabilitas sistem keuangan (SSK) untuk triwulan II berada dalam kondisi normal di tengah meningkatnya kembali COVID-19 varian Delta,” katanya.

Sri Mulyani menjelaskan SSK yang normal didorong oleh keberlanjutan tren perbaikan ekonomi global terutama karena menguatnya kinerja Amerika Serikat dan China dengan masing-masing pertumbuhan 12 persen (yoy) dan 7,9 persen (yoy).

Hal ini sejalan dengan meningkatnya Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur dan relatif tingginya inflasi serta berkurangnya tingkat pengangguran yang menuju ke level pra pandemi.

“Perkembangan tersebut berdampak kepada meningkatnya transaksi perdagangan global dan harga komoditas,” ujarnya.

Selain itu, SSK yang dalam kondisi normal juga ditopang oleh adanya kebijakan countercylical dari pemerintah Indonesia baik moneter maupun sektor keuangan yang akomodatif sehingga mampu mendorong keberlanjutan arah pemulihan nasional.

Sri Mulyani menuturkan berbagai normalnya SSK tercermin dari realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2021 yang mencapai 7,07 persen (yoy) sehingga melanjutkan perbaikan pada triwulan I.

Menurutnya, perkembangan ini menunjukkan bahwa arah dan strategi pemulihan ekonomi sudah berjalan dengan baik sekaligus menggambarkan efektivitas dari realisasi belanja negara yang tumbuh tinggi mencapai 9,38 persen (yoy) pada semester II-2021.

“KSSK menyepakati komitmen bersama untuk terus memperkuat sinergi dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan dan terus mempertahankan momentum pemulihan ekonomi,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait