Respons Pemerintah Soal 23 Isu Krusial RKUHP Aliansi Nasional Reformasi KUHP
Utama

Respons Pemerintah Soal 23 Isu Krusial RKUHP Aliansi Nasional Reformasi KUHP

Menganggap draf RKUHP 2019 tak ada catatan dari publik kala itu, sehingga pemerintah menetapkan 14 isu krusial. Tapi, Tim Penyusun RKUHP pemerintah terus melakukan penyempurnaan dari rumusan norma pasal-pasal yang ada dan penjelasannya.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

Lebih lanjut Prof Tuti, begitu biasa disapa, menyoroti 5 tindak pidana khusus yang masuk dalam Bab Tindak Pidana Khusus dalam draf RKUHP. Menurutnya, 5 jenis tindak pidana khusus hanyalah core crime. Tapi aturan yang berkaitan dengan tindak khusus tersebut soal hukum acara dan sanksinya tetap berlaku di UU asal ( UU khusus).  

“Karena yang kita cabut dari UU tersebut hanya pasal-pasal yang kita sebut core crime supaya menjadi bridging antara lex specialis dengan lex generalis. Itu intinya. Jadi jangan khawatir,” katanya.

Sebelumnya, Anggota Aliansi Nasional Reformasi KUHP, Muhammad Isnur mengatakan sejumlah elemen masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP melakukan kajian terhadap materi muatan draf RKUHP 2019. Sebab, draf teranyar yang disusun pemerintah belum juga dipublikasikan ke masyarakat. Berdasarkan kajian ada setidaknya lebih dari 14 isu krusial dalam draf RKUHP sebagaimana ditetapkan pemerintah dan DPR.

“Aliansi menolak dengan tegas simplifikasi masalah dalam RKUHP bahwa hanya ada 14 pasal krusial untuk pembahasan lebih lanjut dengan DPR. Aliansi menilai terdapat lebih dari 14 isu krusial yang bermasalah, namun tidak dibahas oleh pemerintah,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Bagi Aliansi, ada 23 isu krusial dalam RKUHP yang perlu mendapat perhatian pemerintah dan DPR. Seperti pola penghitungan pidana yang disebutkan Tim Pemerintah melalui metode tertentu; hukum yang hidup di masyarakat atau living law; masalah pidana mati sebagaimana diatur dalam Pasal 67, 99, 100 dan 101 draf RKUHP. 

Kemudian minimnya alternatif pemidanaan non pemenjaraan; pengaturan makar dalam Pasal 167 RKUHP; tindak pidana menghalang-halangi proses peradilan sebagaimana diatur dalam Pasal 284 RKUHP (contempt of court); pengaturan tindak pidana penghinaan dalam Pasal 439-448 RKUHP; hingga harmonisasi delik dan pentingnya penekanan RKUHP sebagai kodifikasi.

Tags:

Berita Terkait