Respons Pelaku Usaha Soal Panduan New Normal di Tempat Kerja
Berita

Respons Pelaku Usaha Soal Panduan New Normal di Tempat Kerja

Panduan kesehatan di tempat kerja diimbau tidak birokratis dan tumpang tindih sehingga menyulitkan pelaku usaha.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Wacana menghidupkan kembali atau “new normal” dunia usaha setelah pembatasan berskala besar corona virus disease 2019 (Covid-19) digulirkan pemerintah meski jumlah kasus positif penderita virus tersebut terus meningkat. Nantinya, terdapat berbagai panduan yang harus dipatuhi masyarakat khususnya pada tempat-tempat kerumunan seperti perkantoran untuk menghindari penyebaran virus tersebut lebih parah.

Panduan tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No. HK.01.07/MENKES/328/2020 No.HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.

Keputusan tersebut secara umum mengatur tata cara aktivitas pekerja serta manajemen pencegahan Covid-19. Penerapannya dalam bentuk pengukuran suhu, pengaturan waktu kerja yang tidak panjang, pemenuhan asupan nutrisi makanan bagi para karyawan. Kemudian, perusahaan juga wajib memfasilitasi tempat kerja yang bersih dan bebas penyakit.

Menanggapi ketentuan tersebut, pelaku usaha mendukung kebijakan tersebut karena panduan tersebut tidak jauh berbeda dibandingkan pencegahan sebelumnya. Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Firman Bakri menyatakan sebelumnya pelaku usaha sudah menerapkan protokol pencegahan yang dikeluarkan Kementerian Perindustrian. (Baca: Panduan Kemenkes Soal Pencegahan dan Pengedalian Covid-19 di Tempat Kerja)

Sebelumnya, untuk memastikan perusahaan industri dan perusahaan kawasan industri pemegang Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) benar-benar melaksanakan aktivitasnya sesuai dengan kebijakan yang telah dikeluarkan Pemerintah dalam masa kedaruratan kesehatan masyarakat Covid-19, Menteri Perindustrian (Menperin) mengeluarkan Surat Edaran Menperin Nomor 8 Tahun 2020 tentang Kewajiban Pelaporan Bagi Perusahaan Industri dan Perusahaan Kawasan Industri yang memiliki IOMKI.

“Kan masih ada pysical distancing rasanya masih sama dengan protokol izin operasional (IOMKI) waktu PSBB kemarin yang diterbitkan oleh Kementerian Perindustrian. Rasanya sudah bukan hal baru lagi. Mungkin ada beberapa penambahan saja,” jelas Firman saat dihubungi hukumonline, Rabu (27/5).

Namun, dia mengingatkan agar Keputusan Menkes tersebut tidak birokratis sehingga menyulitkan pelaku usaha. Selain itu, dia mengimbau agar tiap kementrian berkoordinasi mengenai protokol kesehatan tersebut sehingga tidak tumpang tindih. “Asal jangan jadi birokratis dan obesitas pengaturan lagi. Nanti tiap-tiap kementerian terbitkan protokol kesehatan, jangan sampai akan ada tumpang tindih peraturan lagi,” tambah Firman.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto menyatakan Permenkes soal panduan kesehatan terhadap Covid-19 tersebut dikeluarkan dengan pertimbangan ekonomi. Menurutnya, dalam situasi pandemi Covid-19, roda perekonomian harus tetap berjalan dengan mengedepankan langkah-langkah pencegahan.

Permenkes tersebut mengatur aktivitas pekerja saat kebijakan bekerja di kantor diberlakukan. Selama PSBB, manajemen harus menerapkan kebijakan dalam rangka pencegahan penularan Covid-19. Kebijakan dimaksud adalah pihak manajemen agar senantiasa memantau dan memperbaharui perkembangan informasi tentang Covid-19 di wilayahnya.

Kemudian, manajemen perusahaan harus membentuk Tim Penanganan Covid-19 di tempat kerja yang terdiri dari Pimpinan, bagian kepegawaian, bagian kesehatan dan keselamatan kerja (K3) dan petugas Kesehatan yang diperkuat dengan Surat Keputusan dari Pimpinan Tempat Kerja. Pimpinan atau pemberi kerja memberikan kebijakan dan prosedur untuk pekerja melaporkan setiap ada kasus dicurigai Covid-19 seperti gejala demam atau batuk, pilek, nyeri tenggorokan, sesak nafas untuk dilakukan pemantauan oleh petugas kesehatan, tidak memperlakukan kasus positif sebagai suatu stigma.

Meski demikian, kebijakan ini tetap membuka kemungkinan bagi perusahaan untuk tetap memberlakukan pengaturan bekerja dari rumah. Dengan mempertimbangkan pekerja esensial yang perlu tetap bekerja atau datang ke tempat kerja dan pekerja yang dapat melakukan pekerjaan dari rumah.

Apabila, ada pekerja esensial yang harus tetap bekerja selama PSBB berlangsung, di pintu masuk tempat kerja lakukan pengukuran suhu dengan menggunakan thermogun, dan sebelum masuk kerja terapkan Self Assessment Risiko Covid-19 untuk memastikan pekerja yang akan masuk kerja dalam kondisi tidak terjangkit Covid-19.

Adanya permbelakukan pengaturan waktu kerja yang tidak terlalu panjang (lembur) yang akan mengakibatkan pekerja kekurangan waktu untuk beristirahat yang dapat menyebabkan penurunan sistem kekebalan atau imunitas tubuh. Sementara untuk pekerja shift, jika memungkinkan tiadakan shift 3 (waktu kerja yang dimulai pada malam hingga pagi hari), bagi pekerja shift 3, agar yang bekerja terutama pekerja berusia kurang dari 50 tahun, dan mewajibkan pekerja menggunakan masker sejak perjalanan kerja, dan selama di tempat kerja.

Perusahaan juga diminta untuk mengatur asupan nutrisi makanan yang diberikan dengan memilih buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C seperti jeruk, jambu, dan sebagainya untuk membantu mempertahankan daya tahan tubuh. Jika memungkinkan pekerja dapat diberikan suplemen vitamin C.

Selain itu, perusahaan juga wajib memfasilitasi tempat kerja yang aman dan sehat, higiene dan sanitasi lingkungan kerja. Memastikan seluruh area kerja bersih dan higienis dengan melakukan pembersihan secara berkala menggunakan pembersih dan desinfektan yang sesuai atau setiap 4 jam sekali. Terutama pegangan pintu dan tangga, tombol lift, peralatan kantor yang digunakan bersama, area, dan fasilitas umum lainya. Menjaga kualitas udara tempat kerja dengan mengoptimalkan sirkulasi udara dan sinar matahari masuk ruangan kerja, pembersihan filter AC.

Untuk sarana cuci tangan, perusahaan harus menyediakan lebih banyak sarana cuci tangan seperti sabun dan air mengalir. Memberikan petunjuk lokasi sarana cuci tangan, memasang poster edukasi cara mencuci tangan yang benar; Menyediakan handsanitizer dengan konsentrasi alkohol minimal 70 persen di tempat-tempat yang diperlukan seperti pintu masuk, ruang meeting, pintu lift, dan melakukan physical distancing dalam semua aktivitas kerja. Pengaturan jarak antar pekerja minimal 1 meter pada setiap aktivitas kerja seperti pengaturan meja kerja, pengaturan kursi saat di kantin.

Di sisi lain perusahaan diminta mengkampanyekan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) melalui Pola Hidup Sehat dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di tempat kerja seperti Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) setelah melakukan aktivitas apapun,  membudayakan etika batuk, olahraga bersama sebelum kerja dengan tetap menjaga jarak aman, dan anjuran berjemur matahari saat jam istirahat. Makan makanan dengan gizi seimbang dan menghindari penggunaan alat pribadi secara bersama seperti alat salat, alat makan, dan lain lain. Sosialisasi dan Edukasi pekerja mengenai Covid-19.

Dan terakhir perusahaan diminta untuk memberikan edukasi secara intensif kepada seluruh pekerja dan keluarga agar memberikan pemahaman yang benar terkait masalah pandemi Covid-19. Sehingga pekerja mendapatkan pengetahuan untuk secara mandiri melakukan tindakan preventif dan promotif guna mencegah penularan penyakit, serta mengurangi kecemasan berlebihan akibat informasi tidak benar.

 

Tags:

Berita Terkait