Respons APERSSI Terkait Aturan Rumah Susun yang Dipersoalkan
Berita

Respons APERSSI Terkait Aturan Rumah Susun yang Dipersoalkan

Permen PUPR Nomor 23/PRT/M/2018 dan Pergub DKI No.132 Tahun 2018 dinilai telah memberikan keadilan dan kesetaraan yang sudah lama ditunggu-tunggu oleh pemilik dan konsumen rumah susun di seluruh Indonesia.

Red
Bacaan 2 Menit
Foto: ilustrasi rumah susun
Foto: ilustrasi rumah susun

Asosiasi Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia (APERSSI) menyatakan tetap mendukung Kementerian PUPR dan Gubernur Pemprov DKI Jakarta untuk melaksanakan implementasi Peraturan Menteri PUPR No.23 Tahun 2018 tentang Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) dan Pergub DKI No.132 Tahun 2018 tentang Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik.

 

Ketua Umum APERSSI Ibnu Tadji mengatakan bahwa kedua peraturan itu sangat baik karena memberikan keadilan dan kesetaraan yang sudah lama ditunggu-tunggu oleh pemilik dan konsumen rumah susun di seluruh Indonesia.

 

“Peraturan-peraturan itu meluruskan dan menegaskan kembali hak dan kewajiban para pemilik seperti yang dinyatakan dalam UU No.20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun,” kata Ibnu dalam siaran pers yang diterima hukumonline, Jumat (15/2) sore.

 

Sekjen APERSSI R.M. Bambang Setiawan menambahkan bahwa APERSSI mengikuti pembahasan peraturan-peraturan itu sejak awal dan penyusunannya sudah melibatkan semua pemangku kepentingan, baik pemilik, pelaku pembangunan dan pemerintah.

 

“Semua pihak yang terlibat telah diberikan kesempatan yang sama untuk memberikan pandangan dan masukan-masukan secara adil dan demokratis,” ujar Bambang.

 

Menurutnya, sekalipun kedua aturan tersebut diterbitkan sebelum adanya peraturan pemerintah, namun sudah sesuai dengan tata aturan perundangan di Indonesia salah satunya UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang memberi kewenangan bagi menteri maupun gubernur untuk menyusun dan menetapkan peraturan-peraturan ini.

 

Hal lainnya tentang hak suara, yang menurut Bambang, sudah tepat dalam peraturan ini yang menyatakan “satu nama pemilik satu suara” sesuai amanat UU No.20 Tahun 2011 serta diperkuat oleh putusan MK No.85/PUU-XIII/2015, mengingat P3SRS adalah organisasi nirlaba berdasarkan anggota, yang terbatas hanya untuk pengelolaan kawasan hunian di wilayahnya.

 

Bambang menjelaskan sebagai organisasi berbasis anggota, maka setiap anggota memiliki suara yang sama sehingga terwujud keadilan, melindungi mayoritas pemilik yang menghuni rumah susun. Penerapan peraturan ini juga berarti membuat kawasan hunian vertikal jadi sama dengan hunian tapak. Dalam pengelolaan hunian tapak, tidak ada pemberlakuan pengelolaan ditentukan berdasarkan luas atau banyaknya kepemilikan.

 

“Justru penerapan hak suara yang didasarkan pada Nilai Perbandingan Proporsional (NPP) tidak tepat, karena akan timbul siapa yang memiliki unit lebih banyak dan atau lebih besar, akan menguasai kepengurusan P3SRS secara terus menerus,” ujar Bambang.

 

(Baca Juga: Konsumen Banyak Dirugikan dalam Pengikatan PPJB Rumah Susun)

 

Dia menambahkan mengenai larangan pengurus P3SRS untuk merangkap menjadi pengurus di rumah susun yang lain sudah sangat tepat karena pengelolaan kawasan hunian paling baik jika dilakukan oleh mereka yang berdomisili di rumah susun tersebut.

 

Selama ini, lanjut Bambang, banyak sekali pengurus P3SRS yang merangkap jabatan P3SRS di rumah susun lain. Bahkan, kata Bambang, mereka tinggal di rumah susun tersebut. Hal ini mengakibatkan pengurus tersebut tidak mampu melakukan kewajiban pengelolaannya dengan baik.

 

“Kami berharap majelis hakim yang akan mengadili permohonan judicial review perkara ini dapat mempertimbangkan rasa keadilan bagi konsumen rumah susun yang selama ini tidak mendapatkan hak-haknya sebagaimana yang diatur dalam UU No.20 Tahun 2011,” ujar Bambang.

 

Lebih jauh, Bambang mengatakan APERSSI siap membantu pemerintah untuk menjalankan dan mengawal peraturan ini, termasuk membantu pemerintah pusat dan daerah untuk melaksanakan sosialisasi dan implementasi Permen PUPUR No.23 Tahun 2018 dan Pergub DKI No.132 Tahun 2018 kepada berbagai pihak.

 

Selain itu, Bambang berharap agar semua stakeholder peraturan ini mematuhi dan melaksanakan implementasinya demi kepentingan yang lebih luas, yakni kemajuan dalam pembangunan perumahan di Indonesia.

 

Seperti dikabarkan beberapa media sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra, dari kantor kuasa hukum Izha & Izha Law Firm, sebagai pihak yang mewakili Realestat Indonesia (REI) dan Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI), berniat menguji Permen PUPR No.23/PRT/M/2018 ke Mahkamah Agung. Menurut Yusril, setidaknya ada enam kejanggalan dalam Permen Nomor 23/PRT/M/2018 itu.

 

Pertama, Pasal 19 ayat 3 terkait Pemilihan Pengurus P3SRS bertentangan dengan UU karena UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (Rusun) pasal 75 tidak mengatur hak suara dalam pembentukan P3SRS. Demikian juga dalam keputusan MK No.35/PUU-XIII/2015 tentang pemilihan pengurus P3SRS.

 

Kedua, Lampiran Permen Nomor 23 Tahun 2018 dalam anggaran dasar menyalahi UU karena terdapat penambahan hak yang tidak sesuai. Ketiga, Pembatasan kuasa dalam pasal 15 ayat 3 membatasi hak seseorang maupun badan hukum dalam pengambilan suara, bertentangan dengan KUH Perdata maupun Undang-undang Perseroan Terbatas.

 

Keempat, Wakil Badan Hukum yang menjadi pengurus P3SRS di lampiran 1 Permen Nomor 23/2018 itu juga mengurangi hak badan hukum dalam pengambilan suara. Kelima, Larangan pengurus P3SRS menjadi pengurus PPPSRS di tempat lain dalam lampiran 2 Permen Nomor 23/2018. Keenam, kerancuan pasal 24 ayat 1 huruf (a) kontradiktif dengan pasal 28 ayat 2 mengenai pencatatan akta pendirian AR, ART P3SRS.

 

Selain itu, Permen Nomor 23 itu dinilai penerbitannya tanpa melalui pembahasan dengan pelaku pembangunan dan tidak mengacu kepada pasal-pasal acuan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rusun, dimana dalam pasal 78 mendelegasikan kewenangan pengaturan terkait dengan P3SRS melalui PP bukan Permen. Sedangkan hingga saat ini, rancangan PP juga masih dalam pembahasan.

 

Tags:

Berita Terkait