Respons 3 Peradi Atas Putusan PTUN Jakarta Terkait Pembatalan SK Menkumham
Terbaru

Respons 3 Peradi Atas Putusan PTUN Jakarta Terkait Pembatalan SK Menkumham

DPN Peradi Luhut Pangaribuan usul pembentukan satu Dewan Kehormatan Pusat dan Kode Etik. DPN Peradi Otto Hasibuan menegaskan eksistensi Peradi sudah disahkan melalui putusan pengadilan. DPN Peradi Juniver Girsang menyatakan putusan PTUN Jakarta selaras putusan PN Jakarta Pusat Nomor 683/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst, Surat Ketua MA No.73/KMA/HK.01/IV/2015, dan kesepakatan penyatuan Peradi 25 Februari 2020.

Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit
Tiga Pimpinan Peradi: Juniver Girsang, Luhut MP Pangaribuan, Otto Hasibuan. Foto Kolase: RES
Tiga Pimpinan Peradi: Juniver Girsang, Luhut MP Pangaribuan, Otto Hasibuan. Foto Kolase: RES

Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta telah membatalkan dua objek sengketa yakni SK Menkumham No.AHU-0000859.AH.01.08.Tahun 2022 tanggal 26 April 2022 dan SK Menkumham No.AHU-0000883.AH.01.08.Tahun 2022 tanggal 28 April 2022 tentang Persetujuan Perubahan Perkumpulan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) yang diajukan Luhut MP Pangaribuan.

Putusan dengan Nomor 251/G/2022/PTUN.JKT, amar putusannya menyatakan kedua SK Menkumham yang menjadi objek sengketa itu batal. “Mewajibkan kepada tergugat untuk mencabut Surat Keputusan tergugat,” begitu bunyi salah satu amar putusan Majelis PTUN Jakarta yang diketuai Sudarsono bersama Indah Mayasari dan Akhdiat Sastrodinata masing-masing sebagai hakim anggota. Putusan itu dibacakan pada Kamis (9/3/2023) kemarin.

Dalam amar putusan lain, Majelis hakim PTUN Jakarta mengabulkan sebagian gugatan yang dimohonkan Peradi pimpinan Otto Hasibuan sebagai penggugat dan Peradi pimpinan Juniver Girsang sebagai penggugat intervensi. Dalam perkara ini, Menkumham sebagai tergugat dan DPN Peradi pimpinan Luhut MP Pangaribuan sebagai tergugat II intervensi.

Baca Juga:

Terbitnya putusan ini mendapat respons beragam dari pimpinan 3 Peradi. Ketua Umum Peradi pimpinan Luhut MP Pangaribuan mengatakan putusan PTUN Jakarta bernomor 251/G/2022/PTUN.JKT itu pada intinya mendorong 3 Peradi berdamai. Luhut mengatakan sejak dulu pihaknya berharap 3 Peradi dapat berdamai. Tapi Peradi pimpinan Otto Hasibuan selalu menawarkan sesuai versi mereka.

“Kami pernah mengusulkan dan membuat konsep untuk membentuk Dewan Kehormatan Pusat,” kata Luhut MP Pangaribuan saat dikonfirmasi, Rabu (15/3/2023).

Menurut Luhut, Dewan Kehormatan Pusat merupakan hasil dari penyatuan seluruh dewan kehormatan yang dimiliki organisasi advokat. Dia yakin konsep tersebut dapat menghilangkan potensi konflik dan meningkatkan standar profesi advokat yang tinggi sesuai tujuan organisasi advokat sebagaimana mandat UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Luhut menegaskan pihaknya selalu mengajak ke depan dan fokus bagaimana meningkatkan kualitas profesi advokat ketimbang menginginkan kekuasaan. Dengan bersatunya dewan kehormatan dari seluruh organisasi advokat yang ada saat ini, selanjutnya bisa mengundang Ketua Mahkamah Agung (MA) sebagai ex officio ketua dengan anggota ketua organisasi advokat dan rektor universitas. Langkah itu diharapkan dapat meningkatkan kualitas advokat sekaligus menegaskan advokat bagian dari kekuasaan kehakiman.

Lebih lanjut, Luhut menjelaskan Tim Advokat Peradi menguraikan 6 hal. Pertama, para pihak dalam perkara ini adalah Peradi Soho (penggugat), Peradi Suara Advokat Indonesia (penggugat intervensi), dan Menkumham (tergugat), serta Peradi (tergugat II intervensi). Kedua, amar putusan dalam pokok perkara yang dikabulkan hanya sebagian yakni PTUN Jakarta menyatakan batal SK Menkumham tentang Persetujuan Perubahan Perkumpulan dan mencabut keputusan tersebut.

Ketiga, majelis PTUN Jakarta tidak mengabulkan 2 petitum. Pertama, tentang pengesahan kepengurusan Fauzie Hasibuan dan Thomas E Tampubolon selaku Ketua Umum dan Sekjen DPN Peradi 2015-2020 berdasarkan keputusan Munas II Peradi di Pekanbaru 12-13 Juni 2015. Kedua, pengesahan kepengurusan Otto Hasibuan dan H Hermansyah Dulaimi sebagai Ketua umum dan Sekjen DPN Peradi 2020-2025 berdasarkan keputusan Munas III Peradi di Bogor 7 Oktober 2020. Keempat, ditolaknya petitum tersebut maka kepengurusan penggugat tidak sah.

Kelima, mengingat dalam putusan tersebut PTUN Jakarta tidak mempertimbangkan putusan MA No.997/K/PDT 2022 tertanggal 18 April 2022 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 592/Pdt/2020/PT.MDN tertanggal 1 Februari 2021 jo. Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No. 12/Pdt.G/2020/PN. Lbp. tertanggal 29 September 2020 yang telah berkekuatan hukum tetap, yang menyatakan kepengurusan penggugat (Otto Hasibuan dan H. Hermansyah Dulaimi) sudah tidak memiliki kepentingan dan kedudukan hukum yang sah mewakili Peradi.

Keenam, mengingat DPN Peradi pimpinan Luhut MP Pangaribuan sebagai tergugat II intervensi mengajukan banding, maka SK Menkumham No.AHU-0000859.AH.01.08.Tahun 2022 tanggal 26 April 2022 dan SK Menkumham No.AHU-0000883.AH.01.08.Tahun 2022 tanggal 28 April 2022 masih sah sampai adanya putusan berkekuatan hukum tetap.

Dihubungi terpisah Sekjen DPN Peradi pimpinan Luhut MP Pangaribuan, Imam Hidayat, mengatakan sejak 2015 Peradi pecah menjadi 3 kepengurusan. Ketiganya mengajukan permohonan pengesahan kepengurusan kepada Ditjen AHU Kemenkumham, tapi tidak ada yang dikabulkan. Tapi setelah Luhut MP Pangaribuan terpilih menjadi pimpinan DPN Peradi kemudian mengajukan permohonan dan dikabulkan melalui SK yang menjadi objek sengketa dalam perkara di PTUN Jakarta itu.

Menurut Imam, putusan PTUN Jakarta itu mengembalikan posisi Peradi ketika pecah di tahun 2015 silam. Tidak ada satu pengurus yang disahkan. Tapi untuk perkara di PTUN Jakarta ini DPN Peradi pimpinan Luhut MP Pangaribuan sebagai tergugat II intervensi akan mengajukan banding dalam waktu dekat. Karena itu, perkara ini belum berkekuatan hukum tetap, sehingga SK Menkumham yang menjadi objek sengketa di PTUN Jakarta itu masih melekat pada DPN Peradi pimpinan Luhut MP Pangaribuan.

“Jika memang nanti SK Menkumham itu dibatalkan pengadilan berarti Peradi kembali pada titik nol seperti tahun 2015 lalu,” lanjutnya.

Imam melihat salah satu poin penting dalam pertimbangan putusan PTUN Jakarta itu yakni majelis mendorong persatuan 3 Peradi. Tapi melihat jumlah organisasi advokat yang sangat banyak tidak mungkin untuk menyatukan dalam 1 organisasi advokat. Paling memungkinkan yakni membentuk satu Dewan Kehormatan dan Kode Etik Bersama sebagaimana tercantum dalam RUU Advokat yang masuk prolegnas. Dengan begitu, marwah advokat sebagai profesi yang officium nobile bisa dijaga.

“PTUN mendorong persatuan organisasi advokat, tapi modelnya nanti federasi,” katanya.

Sekjen DPN Peradi pimpinan Juniver Girsang, Patra M Zen, mencatat sedikitnya 3 hal terkait putusan PTUN Jakarta tersebut. Pertama, putusan PTUN Jakarta itu selaras putusan PN Jakarta Pusat dalam perkara Nomor 683/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam perkara itu Peradi pimpinan Otto Hasibuan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Peradi pimpinan Juniver Girsang.

Perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap itu pada intinya menyatakan gugatan Peradi pimpinan Otto Hasibuan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). “Dalam perkara ini, pertimbangan majelis hakim tegas menyatakan sengketa kepemimpinan Peradi seharusnya diselesaikan secara internal oleh Peradi sendiri,” tegas Patra.

Kedua, putusan PTUN Jakarta ini sejalan dengan Surat Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 73/KMA/HK.01/IV/2015 tanggal 25 September 2015 tentang Penyumpahan Advokat. Surat Keputusan Ketua MA ini mengakui semua kubu Peradi sampai terbentuknya UU Advokat yang baru.

Ketiga, putusan PTUN Jakarta ini sesuai dengan semangat penyatuan Peradi yang diikrarkan pada 25 Februari 2020. Dalam kesempatan tersebut dilakukan penandatanganan kesepakatan oleh Juniver Girsang (PERADI-SAI), Luhut Pangaribuan (PERADI RBA) dan Fauzie Yusuf Hasibuan (PERADI SOHO) di hadapan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mohammad Mahfud MD dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly.

Sebelumnya, Ketua DPN Peradi Otto Hasibuan mengapresiasi terbitnya putusan PTUN Jakarta itu. Otto menilai putusan Majelis Hakim PTUN didasarkan pada proses kepastian hukum secara prosedural dan substansial. Pasalnya, eksistensi Peradi sudah disahkan melalui Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta dan dikuatkan dengan Putusan MA No.3085/K/Pdt/2021. 

“Sekarang, dua SK itu sudah dibatalkan dan diikuti oleh putusan pendahuluan.  SK sudah dinyatakan tidak bisa dilaksanakan,” kata Otto.

Ia pun berterima kasih kepada seluruh Tim Kuasa Hukum Peradi yang terlibat, yakni Rivai Kusumanegara, R. Dwiyanto Prihartono, V. Harlen Sinaga, Sapriyanto Refa, Bun Yani, Happy SP Sihombing, Ali Abdullah, Diani Kesuma, Johan Imanuel, dan Endar Sumarsono.

“Putusan ini merupakan putusan yang penting. Perlu kami umumkan karena menyangkut nasib puluhan ribu advokat Indonesia. Supaya mereka mengetahui, termasuk calon-calon advokat yang ingin menjadi advokat agar jangan sampai salah melangkah dan memilih organisasi advokat. Inilah faktanya, Peradi sudah sah dan dikuatkan,” katanya.

Tags:

Berita Terkait