Resmi Disahkan, Ini Dua Belas Pokok Aturan Industri Keuangan di UU PPSK
Terbaru

Resmi Disahkan, Ini Dua Belas Pokok Aturan Industri Keuangan di UU PPSK

Salah satu hal yang diatur adalah RUU P2SK memperkuat perlindungan investor atau konsumen terhadap pelanggaran dan perbuatan tindak pidana perorangan dan korporasi sektor keuangan.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati.

Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) resmi disahkan oleh menjadi UU oleh DPR bersama pemerintah dalam Rapat paripurna di Komplek Gedung Parlemen, Kamis (15/12). Saat membacakan pandangan akhir pemerintah, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa setidaknya terdapat dua belas pokok pengaturan masing-masing industri di sektor keuangan beserta infrastruktur pendukungnya, termasuk sumber daya manusia.

Pertama, untuk industri Perbankan, Pemerintah sepakat dengan DPR bahwa tata kelola industri Perbankan yang baik merupakan prasyarat penting untuk mencapai tujuan RUU P2SK. Salah satu strategi reformasi yang penting dan diperlukan segera untuk sektor ini adalah penguatan efisiensi industri. Efisiensi sangat penting dalam menyediakan akses kredit atau pembiayaan yang lebih murah bagi seluruh pelaku ekonomi khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Untuk meningkatkan efisiensi, berbagai strategi diperlukan seperti mekanisme konsolidasi perbankan, pengaturan kewajiban pemisahan (spin-off) Unit Usaha Syariah pada industri perbankan, asuransi, dan penjaminan dalam rangka mendukung pengembangan dan penguatan industri keuangan syariah, serta ercepatan transmisi penurunan sukubunga pinjaman perbankan.

Baca Juga:

Pemerintah juga sependapat dengan DPR bahwa industri perbankan syariah juga memerlukan pengaturan dan perbaikan ekosistem lebih lanjut ke depannya, termasuk kewenangan lembaga yang menetapkan fatwa agar Indonesia bisa menjadi salah satu pusat keuangan syariah global.

RUU P2SK juga menguatkan fungsi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dengan memperluas bidang usahanya yang kita kenal saat ini ke arah penukaran valuta asing dan transfer dana, dan pengubahan nama menjadi Bank Perekonomian Rakyat.

Hal ini dilakukan agar BPR semakin berperan dalam menopang bisnis UMKM yang menopang

perekonomian Indonesia. Pemerintah juga mencatat bahwa ke depan peran BPR bisa semakin vital dengan penguatan permodalan, peningkatan efisiensi dan profitabilitas, serta memperkuat penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dengan membuka kemungkinan BPK masuk ke pasar modal.

Kedua, untuk reformasi pasar modal, pasar uang, dan pasar valuta asing serta aset kripto, RUU P2SK di antaranya memperkuat landasan hukum bagi Special Purpose Vehicle dalam rangka mendorong penciptaan variasi instrumen pasar keuangan melalui sekuritisasi. Juga diatur Pengelola Dana Perwalian atau Trustee untuk memberikan lebih banyak alternatif bagi pengelolaan aset dan kekayaan pelaku pasar. Di sisi lain fungsi strategis infrastruktur pasar juga diperkuat salah satunya dengan peran interoperabilitas infrastruktur melalui pengembangan bursa karbon dan opsi demutualisasi.

Terkait aktivitas transaksi kripto, disepakati pemindahan pengawasan aset keuangan digital termasuk aset kripto ke Otoritas Jasa Keuangan, agar pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital lebih kuat, khususnya dalam hal aspek pelindungan investor atau konsumen.

“Pemerintah sependapat dengan pandangan DPR bahwa diperlukan waktu transisi antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bapebbti dengan baik dan optimal tanpa mengganggu perkembangan transaksi aset kripto yang sedang berjalan,” kata Sri Mulyani.

Ketiga, Pemerintah mengapresiasi perhatian DPR untuk memperkuat pengawasan terhadap bisnis konglomerasi jasa keuangan yang trennya semakin meningkat dan berpotensi meningkatkan risiko sistemik. Fenomena konglomerasi jasa keuangan membutuhkan pengaturan yang lebih jelas; termasuk penetapan kriteria, ruang lingkup, aspek materialitas, dan treshold yang mempertimbangkan dampaknya ke stabilitas sistem keuangan.  Konglomerasi akan dikaitkan dengan praktik persaingan usaha yang sehat untuk mencegah praktik monopoli dan oligopoli di jasa keuangan.

Keempat, terkait risiko lain seperti perubahan iklim, Pemerintah dan DPR sepakat untuk mengatur agar sektor keuangan juga mampu menyukseskan agenda mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dengan mempersiapkan berbagai ekosistem untuk pembiayaan hijau seperti pasar karbon.

Kelima, terkait industri keuangan nonbank seperti asuransi dan dana pensiun, Pemerintah sependapat dengan DPR agar tata kelolanya dapat lebih ditingkatkan sehingga industrinya bisa berkembang dengan lebih cepat namun tetap hati-hati. Khusus untuk industri asuransi,

Pemerintah mengapresiasi kesamaan pandangan DPR dalam hal penguatan pelindungan masyarakat dalam beraktivitas di dalam industri ini melalui pembentukan program penjaminan polis.

Untuk mempercepat penciptaan sumber pendanaan jangka panjang yang kuat dan stabil, RUU P2SK memperbaiki pengaturan terkait program pensiun baik yang bersifat wajib maupun sukarela. Pengaturan ini sangat urgent dalam konteks menambah perlindungan masyarakat dalam menghadapi potensi guncangan ekonomi yang mungkin dialami baik saat masih bekerja atau saat di hari tuanya. Dalam jangka panjang, sebagaimana terjadi pada negara lainnya, iuran wajib dana pensiun juga akan membuat sistem keuangan nasional lebih stabil, dalam, dan inklusif.

Keenam, terkait dengan koperasi simpan pinjam, Pemerintah sependapat dengan pandangan DPR bahwa koperasi harus didudukkan pada fungsi dan proporsi yang sebenarnya, yaitu dari anggota untuk anggota, sehingga bisa memberikan kontribusinya sebagai soko guru ekonomi nasional. Sementara itu, koperasi yang melaksanakan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, perizinan, pengaturan, dan pengawasannya dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Ketentuan ini akan memberikan kepastian hukum yang berorientasi padaperlindungan masyarakat,” jelas Sri Mulyani.

Ketujuh, terkait penyelenggara Usaha Jasa Pembiayaan P2P lending, RUU P2SK akan memberlakukan pengaturan berbasis prinsip dan aktivitas untuk mengantisipasi munculnya jenis lembaga pembiayaan baru di masa depan. Pengaturan ini menunjukkan dukungan Pemerintah dan DPR terhadap kecepatan dan kemudahan akses pembiayaan masyarakat namun tetap dilakukan secara prudent.

Kedelapan, terkait dengan pembiayaan kepada para masyarakat dan pengusaha mikro, Pemerintah dan DPR sepakat perlunya memberikan penguatan payung hukum kepada lembaga keuangan mikro (LKM) yang sangat dibutuhkan bagi kelompok masyarakat unbanked. LKM skala menengah besar akan diawasi OJK sedangkan LKM skala kecil akan diawasi oleh Pemda diiringi penguatan infrastruktur dan koordinasi pengawasan oleh Pemda.

Demikian pula akses UMKM ke industri perbankan akan terus dikembangkan dengan menjaga prinsip kehatihatian. Pemerintah akan terus memperhatikan concern DPR bahwa segala upaya pengembangan UMKM perlu dilandasi analisis bisnis dan mitigasi risiko yang kuat agar tidak menimbulkan moral hazard.

Kesembilan, terkait dengan perkembangan terkini di sektor keuangan yang semakin meningkat, RUU P2SK mengatur mengenai beberapa instrumen dan atau produk baru di sektor keuangan termasuk pengaturan kegiatan usaha bullion.

“Pemerintah menangkap concern DPR yang menginginkan percepatan transformasi digital dan kemudahan serta efisiensi pada sistem keuangan, termasuk sistem pembayaran, serta penguatan peran asosiasi dalam ITSK,” ujar Sri Mulyani.

RUU P2SK juga memastikan bahwa perkembangan ke depan terkait Central Bank Digital Currency (CBDC) tetap memperhatikan aspek kehati-hatian dan pelindungan konsumen.

Kesepuluh, perlindungan konsumen akan diperkuat termasuk kerahasiaan data pengguna jasa keuangan. Pelindungan konsumen di RUU P2SK sangat penting baik untuk memperkuat mekanisme yang sudah ada saat ini maupun untuk menghadapi semakin maraknya perkembangan teknologi di sektor keuangan.

Kesebelas, RUU P2SK memperkuat perlindungan investor atau konsumen terhadap pelanggaran dan perbuatan tindak pidana perorangan dan korporasi sektor keuangan. RUU P2SK akan menyesuaikan pengaturan sanksi sesuai perkembangan, mengharmonisasikan penegakan hukum pada masing-masing industri sesuai karakteristiknya dengan menekankan penggunaan sanksi pemidanaan sebagai upaya terakhir (ultimum remedium) dan mengedepankan prinsip keadilan restoratif (restorative justice) termasuk dengan mengupayakan pengembalian kerugian dan keuntungan tidak sah (mekanisme disgorgement).

Keduabelas, RUU P2SK akan mendorong literasi, inklusi dan inovasi sektor keuangan serta penguatan dan pengembangan jumlah dan kualitas sumber daya manusia/profesi di sektor keuangan. Literasi keuangan dan literasi keuangan syariah dan inklusi diperlukan tidak hanya untuk sektor keuangan itu sendiri tetapi juga untuk pelindungan agar masyarakat semakin terhindar dari praktik ilegal. Hal ini harus dilakukan oleh semua pihak termasuk otoritas pengawas jasa keuangan dan Pemerintah Pusat serta Daerah.

“Literasi juga merupakan pintu masuk bagi masyarakat untuk mendapatkan manfaat penuh sektor keuangan bagi kesejahteraannya,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait