Resmi Disahkan, Ini 11 Poin dalam UU Jalan Terbaru
Utama

Resmi Disahkan, Ini 11 Poin dalam UU Jalan Terbaru

Mulai pengelompokan status jalan, kewenangan pembangunan jalan daerah, penyelenggaraan tanah bagi pembangunan jalan umum, pengusahaan konsesi jalan tol, hingga pengaturan jalan khusus. Pemerintah akan menyusun peraturan pelaksana yang mengatur lebih teknis dalam penyelenggaraan jalan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES

Tak banyak perdebatan, Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui Revisi Perubahan Kedua atas UU No.38 Tahun 2004 tentang Jalan menjadi UU. Ketukan palu sidang Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar yang memimpin rapat paripurna menandai pengesahan RUU tersebut menjadi UU dalam pengambilan keputusan tingkat II.

“Apakah Perubahan Kedua atas UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan dapat disetujui menjadi UU?” ujar Muhaimin di Komplek Gedung Parlemen, Kamis (16/12/2021) kemarin. Anggota dewan yang hadir secara daring maupun luring pun memberi persetujuan secara bulat.

Wakil Ketua Komisi V DPR Ridwan Bae dalam laporan akhirnya berpendapat revisi terhadap UU 38/2004 menjadi jawaban atas perkembangan kebutuhan hukum dalam penyelenggaraan jalan yang belum diakomodir dalam UU Jalan lebih dari satu dekade. Dalam materi muatan revisi UU 38/2004 terdapat penambahan dengan 3 bab dan 36 Pasal baru serta penyempurnaan sebanyak 26 Pasal.

Dia menilai penambahan Bab baru terkait dengan pengaturan jalan khusus sebagaimana tertuang dalam Bab V A. Sedangkan pengaturan data dan informasi penyelenggaraan jalan tertuang dalam Bab VI A. Sementara penyidikan oleh penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) diatur dalam Bab VII A. Ridwan menerangkan setidaknya secara global ada 11 poin yang termaktub dalam UU Jalan hasil revisi.

Pertama, memberikan penegasan pengelompokan status jalan. Seperti jalan strategis nasional, jalan strategis provinsi, jalan strategis kabupaten, jalan antar desa, dan poros desa. UU Jalan teranyar ini mengatur ruang manfaat jalan dapat dipergunakan masyarakat. Antara lain bagi pejalan kaki, pesepeda, dan penyandang disabilitas.

Kedua, UU Jalan ini mengamanatkan sepanjang pemerintah daerah (Pemda) tingkat provinsi dan kabupaten/kota belum dapat melaksanakan wewenang pembangunan jalan, pemerintah pusat mengambil alih pelaksanaan urusan pembangunan jalan daerah (provinsi dan kabupaten/kota, red). Pengaturannya dituangkan dalam rumusan norma Pasal 15 dan Pasal 16.

Ketiga, bagi pemerintah desa yang belum dapat melaksanakan pembangunan jalan, Pemda tingkat provinsi/kabupaten/kota mengambil alih pelaksanaan urusan pembangunan jalan desa. Keempat, sebagian kegiatan pembangunan jalan umum yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan/atau Pemda dapat dilaksanakan oleh pemda di tingkat bawahnya dan pemerintah desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kelima, pemerintah pusat memberi dukungan anggaran pembangunan jalan umum bagi pemda. Meliputi belanja Kementerian/Lembaga; transfer ke daerah dan dana desa; dan/atau pembiayaan lainnya. Keenam, mencantumkan pengaturan penyelenggaraan tanah bagi pembangunan jalan umum wajib memperhatikan beberapa hal.

Antara lain keseimbangan antara kepentingan pembangunan dan masyarakat yang notabene sinkronisasi dengan UU No.2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Selain itu, dalam hal pengusahaan Jalan Tol merupakan prakarsa Badan Usaha, pembiayaan pengadaan tanah menjadi kewajiban dari pemrakarsa.

Ketujuh, mengamanatkan penyelenggara jalan dan instansi yang berwenang dalam pengawasan lalu lintas dan angkutan jalan wajib berkoordinasi dalam mengawasi dan pengendalian muatan yang berlebih berdampak terhadap faktor perusak jalan. Kedelapan, terkait dengan evaluasi dan penyesuaian tarif jalan tol.

Menurutnya, dalam UU Jalan terbaru mengatur penyesuaian tarif jalan tol dilakukan per dua tahun berdasarkan pengaruh laju inflasi dan evaluasi terhadap pemenuhan standar pelayanan (SPM) minimal jalan tol. Kemudian dalam kondisi tertentu, pemerintah dapat mengevaluasi dan menyesuaikan tarif tol di luar per dua tahun sekali.

Kesembilan, terkait dengan konsesi pengusahaan jalan tol. Menurutnya, UU Jalan ini mengatur dalam hal konsesi berakhir, pengusahaan jalan tol dikembalikan ke pemerintah pusat. Kemudian, pemerintah pusat dapat menetapkan pengalihan status jalan tol sebagai jalan bebas hambatan non-tol. Opsi lainnya menugaskan pengusahaan baru ke pihak badan usaha milik negara (BUMN).

“Untuk pengoperasian dan preservasi jalan tol dengan tarif awal ditetapkan lebih rendah daripada tarif  tol yang berlaku pada akhir masa konsesi,” lanjutnya.

Kesepuluh, perubahan paradigma. Menurutnya, dalam UU Jalan teranyar ini, SPM tak sekedar sebagai standar yang mesti dipenuhi, namun menjadi ketentuan jenis dan mutu pelayanan dasar yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal. Termasuk waktu tanggap dalam penanganan hambatan lalu lintas. Selain itu, penyelenggara jalan wajib memenuhi SPM yang penerapannya dievaluasi secara berkala setiap tahun.

Kesebelas, pengaturan jalan khusus. Menurutnya terdapat pengaturan tentang badan usaha termasuk penyedia jasa dan/atau sub penyedia jasa yang memerlukan jalan dengan spesifikasi atau konstruksi khusus wajib membangun jalan khusus untuk keperluan mobilitas usahanya. Dia mengatakan dalam hal usaha, penyedia jasa, dan/atau subpenyedia jasa menggunakan jalan umum dan tidak membangun jalan khusus, wajib meningkatkan standar dan kualitas jalan umum sesuai dengan kebutuhan pengguna jalan khusus.

“Pengaturan dalam RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan bertujuan untuk mewujudkan ketertiban, keamanan, kelancaran, keselamatan arus penumpang dan barang, serta kepastian hukum dalam penyelenggaraan jalan,” ujar politisi Partai Golkar itu.

Sementara Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono mengatakan pengaturan dalam UU Jalan terbaru mencerminkan DPR dan pemerintah mampu merespon perkembangan zaman yang dinamis. Tujuannya agar penyelenggara jalan dapat secara optimal memberikan layanan kepada masyarakat. ”Agar mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, mendukung sistem logistik nasional, dan pemerataan pembangunan,” kata Basuki.  

Menurutnya, setelah persetujuan dan pengesahan RUU menjadi UU, tugas pemerintah selanjutnya akan menyusun peraturan pelaksana/turunan yang mengatur lebih teknis dalam penyelenggaraan jalan. “Dalam bentuk peraturan pemerintah, peraturan presiden, dan peraturan menteri PUPR,” katanya.

Tags:

Berita Terkait