Rencana Revisi UU Pilkada Menuai Pro Kontra
Berita

Rencana Revisi UU Pilkada Menuai Pro Kontra

Sebagian kalangan mendukung, sebagian lagi menilai revisi UU karena satu pasal dinilai terlalu berlebihan.

FAT
Bacaan 2 Menit
Zulkifli Hasan. Foto: SGP
Zulkifli Hasan. Foto: SGP
Rencana akan dilakukannya revisi terhadap UU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) menuai pro kontra. Ketua Komisi II DPR, Rambe Kamaruzaman, merupakan salah satu pihak yang mendukung revisi ini. Menurutnya, revisi hanya dilakukan terhadap satu pasal sehingga bisa dilaksanakan secara cepat dan efisien.

“Kita mau ubah terbatas UU Pilkada hanya sekedar untuk memasukkan pasal mengenai parpol yang bersengketa, ini sudah dirembukkan bersama fraksi dan pemerintah,” kata politisi dari Partai Golkar itu dalam sebuah diskusi di Komplek Parlemen di Jakarta, Selasa (12/5).

Setidaknya, lanjut Rambe, terdapat tiga opsi yang bisa dimasukkan dalam pasal tersebut. Pertama, bagi parpol yang tengah berselisih menunggu putusan tetap dari pengadilan (inkracht). Kedua, bagi parpol yang bersengketa, tidak usah menunggu inkracht namun wajib islah atau berdamai.

Sedangkan klausul yang ketiga, bagi parpol yang tengah bersengketa tidak mau islah dan keputusan pengadilan belum inkracht, bisa digunakan dengan keputusan pengadilan terakhir sebelum dilakukannya pendaftaran. “Risikonya tidak ada yang diuntungkan, ini jalan tengah terbaik makanya pimpinan Komisi II menandatangani itu. Karena tidak ada payung hukumnya maka dilakukan revisi terbatas ini,” katanya.

Wakil Ketua Komisi II Lukman Edy menilai, revisi UU Pilkada memang sebuah keniscayaan. Tapi, revisi tidak bisa dilakukan sekarang karena waktu pelaksanaan Pilkada yang mepet. Atas dasar itu, ia lebih memilih agar parpol yang tengah berselisih untuk menunggu sengketanya berkekuatan hukum tetap.

Politisi PKB itu berharap agar lembaga peradilan segera menyelesaikan perkara terhadap dua parpol yang tengah berselisih. “Saya cenderung agar lembaga peradilan mempercepat proses peradilannya, agar tidak banyak terbuang energi kita,” kata Lukman.

Secara teknis, lanjut Lukman, perubahan sebuah UU bisa dilaksanakan jika ada political will yang kuat. DPR sendiri menyatakan siap mengubah UU Pilkada, namun hal tersebut belum tentu berjalan lancar jika dari pemerintah tidak ada niat. Atas dasar itu, ia menyerahkan keputusan ini kepada pemerintah apakah akan setuju revisi UU atau tidak.

“Kalau pemrintah tidak mau tidak bisa jalan, ya stop tidak ada perubahan revisi,” tutur Lukman.

Pengamat Politik Heri Budianto mengatakan, persoalan ini harus segera diselesaikan oleh Presiden Joko Widodo. Penyelesaian diperlukan lantaran pelaksanaan Pilkada akan segera dilakukan sesegera mungkin. Menurutnya, penyelesaian ini penting untuk menjamin terjadinya stabilitas dalam kehidupan politik di Indonesia.

“Tinggal Pak Jokowi bagaimana, agar menjaga stabilitas politik yang aman,” kata Budianto.
Ia mengingatkan, revisi UU Pilkada ini jangan bertujuan untuk mengakomodir kepentingan kelompok semata. Menurut Budianto, kini publik melihat bahwa rencana revisi ini kental dengan hawa politis. Apalagi, revisi diyakini akan berlangsung cepat dan efisien.
“Ini sangat berbau politik, kenapa ini revisinya cepat, dan (UU) yang lain lama. Kalau lihat urgensinya, ini bukan timingnya revisi UU Pilkada,” katanya.

Kapuspen Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Doddy Riatmaji, mengatakan pihaknya menunggu instruksi dari Presiden Jokowi mengenai persoalan ini. Menurutnya, jika Presiden Jokowi memerintahkan agar Kemendagri untuk mengawal revisi, pihaknya pun siap. “Kami sifatnya menunggu presiden, kalau presiden ok, kita jalan,” katanya.

Sementara itu, Ketua MPR Zulkifli Hasan mengatakan, rencana untuk merevisi UU Pilkada memerlukan persetujuan antara DPR dan pemerintah. Menurutnya, revisi tidak bisa berjalan jika salah satu pihak tersebut tidak menyetujui. Ia lebih sepakat agar parpol yang tengah bersengketa untuk menunggu proses hukum yang sedang berjalan.

“Apakah harus amandemen UU selama proses hukum berlangsung, saya kira too much. Kita tunggu saja proses hukumnya,” kata Zulkifli, akhir pekan lalu.

Sifat Zulkifli yang juga merupakan Ketua Umum PAN ini tak bermaksud untuk mendukung ke salah satu pihak yang tengah bersengketa. Menurutnya, menunggu keputusan final dari lembaga peradilan merupakan solusi terbaik dari persoalan ini.

“Kita cari solusi baik. Kita tunggu proses hukum Golkar dan PPP. Itu saja,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait