Rencana Pengadaan Alutsista, Pemerintah Diingatkan Aturan Ini!
Utama

Rencana Pengadaan Alutsista, Pemerintah Diingatkan Aturan Ini!

UU No.16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Rencana tiga jenis pengadaan alutsista ini dinilai tidak tepat dan pemborosan anggaran. ICW mendesak rencana pengadaan ini segera dibatalkan.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi TNI: HGW
Ilustrasi TNI: HGW

Pemerintah terus melakukan modernisasi alat utama sistem pertahanan (alutsista). Namun, pengadaan alutsista yang dilakukan pemerintah tak jarang mendapat sorotan masyarakat termasuk anggota parlemen. Anggota Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin menyoroti sedikitnya 3 rencana pengadaan alutsista yang dilakukan pemerintah.

Pertama, Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, telah melayangkan surat kepada otoritas Austria yang intinya tertarik untuk membeli 15 unit pesawat tempur jenis Eurofighter Typhoon dengan kondisi bekas. Politisi PDIP ini mengatakan sampai saat ini belum ada pemberitahuan resmi, apalagi meminta persetujuan ke DPR terkait rencana pembelian pesawat tempur tersebut.

Dia mengingat dalam APBN tahun ini dan tahun depan juga tidak mencantumkan rencana pembelian pesawat bekas ini. Dia mengingatkan mengacu UU No.16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi sebelum membeli alutsista. Sesuai Pasal 43 ayat (1) UU No.16 Tahun 2012 itu, pengguna (dalam hal ini TNI) wajib menggunakan alat atau peralatan pertahanan dan keamanan produksi dalam negeri.

Jika produksi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan, pengguna dan industri pertahanan dapat mengusulkan kepada Komite Kebijakan Industri Pertahanan Indonesia (KKIP) untuk menggunakan produk luar negeri dengan pengadaan melalui proses langsung antar pemerintah (G to G) atau kepada pabrikan.

“Mengacu ketentuan tersebut maka barang bekas tidak bisa karena kita beli dari pengguna (karena bekas digunakan tentara Austria, red). Harusnya mekanisme yang digunakan G to G atau pabrikan,” kata TB Hasanuddin dalam diskusi secara daring bertajuk "Problem Modernisasi Alutsista Indonesia: Rencana Pembelian Eurofighter Typhoon", Senin (27/7/2020). (Baca Juga: 5 Kondisi Penyebab Pengadaan Alutsiste Rawan Korupsi)

Hasanuddin melanjutkan jika ingin membeli peralatan dari luar negeri, ada kewajiban untuk alih teknologi dan imbal dagang. Ada pula syarat untuk memenuhi kandungan lokal untuk sebagian komponen atau suku cadang. “Sejak UU No.16 Tahun 2012 ini dibuat ada kesepakatan tidak tertulis DPR dan pemerintah bahwa kita mandiri, maka pembelian alutsista harus melibatkan industri dalam negeri,” ujarnya mengingatkan.

Dari informasi yang diperolehnya terkait pesawat tempur bekas yang digunakan tentara Austria itu, Hasanuddin mengatakan masa pakai pesawat tempur itu 30 tahun dan Austria sudah menggunakannya selama 17 tahun. Artinya, masa pakai pesawat itu tinggal 13 tahun lagi. Untuk biaya operasional dan perawatan 15 pesawat bekas itu sampai akhir masa pakainya butuh anggaran Rp85 triliun.

“Jika pesawat itu jadi dibeli, maka negara harus membiayai setiap tahun sekitar Rp6,5 triliun selama 13 tahun sisa usia pesawat itu,” bebernya.

Kedua, purnawirawan dengan pangkat terakhir Mayjen TNI AD itu juga menyoroti rencana pembelian 500 mobil taktis yang diproduksi PT Pindad. Hasanuddin menilai mobil taktis ini untuk kepentingan tempur di sekitar batalyon dan untuk kebutuhan level bawah setingkat kodam. Usulan pengadaan mobil ini seharusnya dilakukan masing-masing batalyon, bukan Kementerian Pertahanan. Dia mencatat anggaran yang disiapkan untuk membeli mobil taktis dengan julukan Maung ini sebesar Rp343,5 miliar.

Ketiga, Hasanuddin mengkritik rencana pemerintah membeli 4 miliar butir peluru dengan anggaran Rp19,2 triliun. Hasanuddin berpendapat kebutuhan prajurit seperti peluru seharusnya ditangani masing-masing kepala staf. Selain itu, Hasanuddin menjelaskan Pasal 45 UU No.16 Tahun 2012 mengatur dalam kebutuhan mendesak, pengadaan peralatan pertahanan dan keamanan dapat dilakukan dengan cara pembelian langsung. Pembelian langsung ini harus ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan DPR.

“Tapi, situasi saat ini tidak ada yang mendesak untuk segera membeli senjata karena musuh yang dihadapi sekarang Covid-19, (bukan ancaman musuh dari luar, red),” ujarnya.

Segera dibatalkan

Koordinator ICW, Adnan Topan Husodo, menilai ada upaya sentralisasi pengadaan alutsista oleh Kementerian Pertahanan. Pengadaan yang terpusat ini berpotensi memperluas ruang rente. Dia menegaskan dalam pengadaan alutsista seharusnya pemerintah berpedoman pada UU No.16 Tahun 2012.

“Regulasi ini sudah mengatur dengan baik karena memuat batasan yang mengarahkan agar Indonesia tidak menjadi pasar alutsista bekas,” kata dia mengingatkan.

Dengan biaya operasional yang sangat mahal, Adnan heran kenapa Menteri Pertahanan mengirim surat kepada pemerintah Austria yang isinya tertarik untuk membeli 15 pesawat bekas itu. Padahal, otoritas Austria sudah mengkandangkan pesawat tempur canggih itu sejak 2017 karena sudah tidak ekonomis lagi biaya operasionalnya.

“Rencana pengadaan pesawat bekas ini pemborosan anggaran, tidak nyambung dengan skenario efisiensi sektor pertahanan. ICW mendesak rencana pengadaan ini segera dibatalkan,” usulnya.

Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Partai NasDem Willy Aditya menyoroti rencana Kementerian Pertahanan membeli pesawat Eurofighter jenis Thypoon karena rencana penambahan Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) harus menyesuaikan sistem pertahanan komprehensif yang menjadi kebijakan umum pertahanan negara.

Menurutnya, pembelian alutsista yang dilakukan tanpa dasar kebijakan pertahanan justru akan terlihat sebagai belanja serampangan. Namun, hingga saat ini pemerintah belum selesai merevisi kebijakan umum pertahanan. "Beli pesawat, tank, senjata serbu itu semua harus ada dasarnya. Apalagi beli pesawat tempur udara jenis super fighter. Salah-salah kita bisa dilihat sedang mengubah strategi defensif aktif menjadi ofensif. Ini bisa jadi soal pertahanan dan politik luar negeri yang terlihat oleh negara lain," kata Willy dalam keterangannya, Rabu (22/7/2020) lalu.

Dia mengkritik adanya kesan tergesa-gesanya pembelanjaan APBN Kemhan karena belanja alutsista apapun sah saja jika didahului dengan kajian komprehensif sistem pertahanan yang akan dibangun. Menurut dia, DPR tentu akan mendukung jika belanja alutsista merupakan hal yang mendasar dalam rangka pertahanan negara. "Belanja alutsista semacam pesawat tempur ini bukan seperti belanja rutin lainnya karena merupakan belanja strategis. Karenanya, harus sangat hati-hati, disesuaikan dengan doktrin pertahanan dan politik luar negeri Indonesia. Tidak bisa hanya dengan alasan peremajaan atau alasan pembinaan trimatra," ujarnya.

Wakil Ketua F-NasDem DPR itu menyoroti rencana pembelian Typhoon yang hampir sejenis dengan Sukhoi-35 karena pembelian jenis pesawat tempur yang serupa namun dengan model yang berbeda akan menjadi tidak efisien dan akan membengkakkan anggaran. Willy menilai jenis Thypoon yang mau dibeli, Indonesia sebenarnya sudah punya Sukhoi 35, sistem perawatan, peralatan, suku cadang dan kebutuhan Sukhoi pun sudah disiapkan, lalu kenapa justru beli yang berbeda lagi?

"Kalau beli yang berbeda, maka belanja lainnya untuk perbaikan, perawatan, suku cadang dan lainnya pun akan beda. Dampaknya akan juga berkenaan dengan APBN nantinya. Menteri Pertahanan Prabowo Subianto harus pikirkan juga hal tersebut karena lebih baik beli dari model yang sama saja.”

Tags:

Berita Terkait