Rencana Kenaikan Tarif Ojol Berisiko Bebankan Konsumen
Berita

Rencana Kenaikan Tarif Ojol Berisiko Bebankan Konsumen

Kemenhub diingatkan tidak hanya mempertimbangkan kepentingan pengemudi ojol, tetapi perlu memerhatikan kepentingan pelayanan bagi konsumen, khususnya dari aspek keamanan berkendara.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

 

(Baca: 10 Keluhan Konsumen Terkait Transportasi Online)

 

Selain itu, terkait dengan komponen tarif, dalam waktu 3 bulan itu pasca-kenaikan, belum ada dinamika eksternal yang secara signifikan berpengaruh terhadap biaya operasional ojol. Harga BBM juga tidak naik, kurs rupiah stabil.

 

“Alasan iuran BPJS Kesehatan naik juga tidak relevan, sebab pihak aplikator tidak menanggung BPJS Kesehatan pada drivernya, karena hanya dianggap sebagai mitra. Jadi, tidak ada alasan kuat untuk menaikkan tarif ojol dalam waktu dekat. Pendapatan drivel ojol juga dipengaruhi oleh kebijakan aplikator yang jor-joran merekrut member baru, tanpa mempertimbangkan supply and demand yang ada. Kenapa Kemenhub tidak bisa mengatur hal yang demikian,” jelasnya.

 

Dengan demikian, YLKI meminta sebaiknya Kemenhub tidak terlalu fokus dengan masalah ojol tetapi mendorong masyarakat menggunakan angkutan umum masal, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta.

 

Pengemudi ojek daring (online) mengeluhkan soal pemotongan pajak yang dilakukan operator tanpa melampirkan bukti dan meminta Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Ketua Umum Gaspool Lampung Miftahul Huda ditemui di sela pertemuan dengan Kementerian Perhubungan di Jakarta, Jumat, mengaku pihaknya memaklumi soal adanya pemotongan pajak sesuai aturan, yakni untuk pengemudi dengan penghasilan di atas Rp4,5 juta per bulan. "Tapi yang kita pertanyakan itu tidak ada bukti setorannya dan kami tidak dimintai NPWP," katanya seperti dikutip dari Antara.

 

Dengan kondisi itu, Miftah mengkhawatirkan jika potongan pajak justru disetor atas nama perusahaan, bukan atas nama pengemudi. Miftah juga mempertanyakan potongan pajak yang dilakukan hanya oleh operator Grab, sementara Gojek belum melakukan hal serupa. "Ya, ini baru untuk Grab, untuk Gojek belum," katanya.

 

Direktur Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Ahmad Yani menuturkan pembahasan bersama pengemudi ojek online itu memang membahas soal setoran pajak. "Soal pajak sudah clear bahwa setiap pengemudi yang punya penghasilan dengan batas tertentu, ada tiga kriteria itu akan kena pajak. Kalau penghasilannya dalam sebulan lebih dari Rp4,5 juta maka dia jadi wajib pajak," katanya.

 

Soal masalah bukti setoran hingga kartu NPWP, Yani mengatakan bahwa potongan pajak tetap dikenakan jika melewati batas penghasilan itu. "Setelah driver kena pajak nanti akan ada tanda bukti dari aplikator, sekian persen dari pendapatan yang didapat dari (aplikator) Grab. Jadi sudah jelas apa yang ditarik, siapa yang narik dan besarannya berapa, tadi sudah disampaikan," katanya.

Tags:

Berita Terkait