Rencana Kapal Perang AS Memasuki Laut Tiongkok Selatan: Menguji Pasal-Pasal UNCLOS?
Kolom

Rencana Kapal Perang AS Memasuki Laut Tiongkok Selatan: Menguji Pasal-Pasal UNCLOS?

Secara hukum, sekalipun tanpa notifikasi/izin, masuknya kapal perang AS ke laut teritorial tidak melanggar UNCLOS sepanjang lintas kapal itu dilakukan dalam rangka “passage”, yaitu secara normal melakukan lintas di laut teritorial.

Bacaan 2 Menit

Namun, Tiongkok berargumen lebih lanjut bahwa sekalipun bermaksud damai, UNCLOS tetap mewajibkan kapal perang untuk menghormati hukum negara pantai. Pasal 21 UNCLOS memang mensyaratkan kewajiban menghormati hukum nasional ini. Namun pasal yang sama mengindikasikan bahwa yang dapat diatur oleh hukum nasional terbatas pada soal-soal yang ditetapkan oleh UNCLOS, yaitu yang terkait dengan keselamatan pelayaran; perlindungan terhadap rambu-rambu pelayaran, pipa dan kabel laut, sumber hayati laut; penegakan UU perikanan, polusi, riset laut, polusi serta masalah bea cukai dan imigrasi. Dalam hal ini, jika kapal AS memasuki laut teritorial di gugusan Spratly, Tiongkok harus menetapkan secara jelas ketentuan nasional yang mana yang kira-kira dapat dikenakan untuk menghalangi kapal tsb menikmati hak lintas damainya.

Secara hukum, sekalipun tanpa notifikasi/izin, masuknya kapal perang AS ke laut teritorial tidak melanggar UNCLOS sepanjang lintas kapal itu dilakukan dalam rangka “passage”, yaitu secara normal melakukan lintas di laut teritorial. Pasal 18 UNCLOS mendefinisikan ‘passage’ sebagai lintas kapal yang memasuki laut teritorial untuk tujuan melewati dengan atau tanpa memasuki perairan pedalaman/pelabuhan. Namun tampaknya lintas yang hendak dirancang oleh AS ini secara sengaja dimaksudkan untuk “menguji” apakah Tiongkok mentaati hak lintas damai.

Sekalipun sulit dilarang secara hukum namun lintas ini tidak mengandung “good faith” dan sulit diterima sebagai “passage” seperti yang dimaksud oleh UNCLOS. Lintas semacam ini lebih bermakna “test and correction measures”, dan akibatnya berpotensi untuk disebut sebagai bukan “innocent passage”. Argumen hukum ini tampaknya lebih dapat diterima oleh pakar hukum ketimbang argumen yang mengedepankan syarat notifikasi/izin atau penghormatan terhadap hukum nasional.

Kedua, rencana penerobosan kapal AS ke dalam 12 mil juga dimaksudkan untuk menegaskan penolakan AS bahwa elevasi (daratan yang muncul pada saat surut)  yang direklamasi oleh Tiongkok tidak berhak atas zona laut teritorial 12 mil. Menghormati zona 12 mil sebagai laut teritorial dikuatirkan akan dianggap sebagai pengakuan AS bahwa elevasi ini (Mischief Reef) berhak atas 12 mil laut teritorial. AS tampaknya akan mengklaim hak lintas bebas di dalam 12 mil dari Mischief Reef  inikarena beranggapan bahwa perairan ini adalah laut bebas.

Pertanyaan tentang apakah Mischief Reef adalah elevasi surut, dan apakah berhak atas zona 12 mil laut,  telah menjadi kontroversi para pakar dan merupakan salah satu butir yang akan dijawab oleh Arbitral Tribunal UNCLOS yang menangani gugatan Filipina tentang LTS. Pasal 121 UNCLOS hanya menyebutkan bahwa batu karang berhak atas 12 mil laut teritorial namun tidak berhak atas 200 mil ZEE dan landas kontinen, kecuali karang tersebut dapat didiami oleh manusia dan mendukung kehidupan ekonomi.

Banyak kalangan menilai bahwa upaya Tiongkok mereklamasi gugusan ini justru hendak megubah statusnya dari elevasi menjadi berstatus pulau dengan harapan gugusan ini akhirnya berhak atas zona 12 mil laut teritorial dan 200 mil ZEE/landas kontinen. Tiongkok sendiri agak membisu soal pertanyaan ini. Tidak ada penjelasan resmi apakah Tiongkok memperlakukan perarian 12 mil dari Mischief Reef sebagai laut teritorial.  

Tiongkok kelihatannya membiarkan status perairan di sekitar gugusan Spratly sebagai misteri seiring dengan misterinya klaim Tiongkok berdasarkan 9 dash line-nya. Namun Tiongkok menyebut rencana kapal AS yang akan memasuki wilayah 12 mil gugusan ini sebagai pelanggaran kedaulatan wilayah sehingga dapat diindikasikan bahwa Tiongkok mengklaim sebagai laut teritorial.

Terlepas dari eskalasi konflik yang akan dilahirkanya, pertanyaan selanjutkan adalah apakah rencana AS untuk ‘menguji’ pasal-pasal UNCLOS ini di LTS akan memperjelas atau justru semakin menimbulkan ketidakpastian. Para pakar hukum internasional pasti sedang mencermatinya.  Namun yang jelas, perbedaan tafsir atas hukum laut ini berpotensi melahirkan konflik terbuka di LTS.

Tags: