Remisi Dua Jenis Narapidana Ini Harus Diperketat
Utama

Remisi Dua Jenis Narapidana Ini Harus Diperketat

UU Pemasyarakatan mesti segera direvisi. Pemerintah diminta menyiapkan draf RUU lantaran sudah masuk dalam Prolegnas 2014-2019.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi Narapidana: BAS
Ilustrasi Narapidana: BAS
Para narapidana berbagai jenis tindak pidana boleh jadi bakal tersenyum simpul jelang peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia ke-70. Soalnya, pemerintah bakal memberikan remisi dasawarsa kepada ratusan narapidana. Namun oleh sejumlah anggota Komisi III DPR, pemerintah diminta mempertimbangkan pemberian remisi kepada narapidana korupsi.

Anggota Komisi III Adies Kadir berpandangan, pemberian remisi terhadap narapidana jenis tindak pidana korupsi dan narkotika perlu dipertimbangkan. Pasalnya, kedua jenis tindak pidana tersebut berkategori luar biasa dan perlu pengetatan. Menurutnya, pembatasan pemberian remisi terhadap jenis tindak pidana luar biasa layak dilakukan, kendati sudah terdapat Peraturan Pemerintah (PP) No.99 Tahun 2012 tentang pembatasan remisi untuk koruptor.

“Saya setuju diperketat dan juga diperhatikan sesuai tingkatannya,” ujarnya, di Jakarta, Selasa (11/8).

Ia beralasan pertimbangan pemberian remisi terhadap narapidana korupsi lantaran perlu disesuaikan dengan besaran kerugian negara yang digondol terpidana. Terhadap koruptor yang menyelewengkan uang negara hingga miliaran rupiah mestinya tidak diberikan potongan masa hukuman.

Politisi Partai Golkar itu mengamini pemberian remisi terhadap narapidana kasus terorisme sepanjang telah memenuhi persyaratan dan seritifikasi dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). “Teroris yang diberikan remisi itu sudah ada sertifikat lulus dari BNPT dengan sudah sumpah setia kepada RI, kalau ini hampir tidak terlalu susalah,” imbuhnya.

Anggota Komisi III lainnya, Arsul Sani menambahkan pemberian remisi dasawasa terhadap narapidana jelang hari kemerdekaan perlu disesuaikan dengan syarat sebagaimana diatur dalam UU No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. “Saya ingatkan pemerintah jangan obral remisi, harus tetap penuhi syarat umum pemberian remisi. Bila dia residivis berkali-kali masuk penjara itu bagaimana,” ujarnya.

Arsul berpandangan secara konstitusi UU lebih tinggi kedudukannya dibanding dengan Peraturan Pemerintah (PP) maupun Keputusan Presiden (Keppres). Ia pun meminta agar pemerintah melakukan penataan ulang terhadap kebijakan terhadap kebijakan pemberian remisi terhadap narapidana dengan melakukan revisi terhadap UU No.12 Tahun 1995.

“Pemerintah harus menata ulang kebijakan remisi, pemerintah siapkan draf RUU amandemen UU Pemasyarakatan, itu sudah ada di Prolegnas 2015-2019,” katanya.

Anggota Komisi III lainnya Ruhut Poltak Sitompul menegaskan ketidaksetujuannya terhadap pemberian remisi bagi para koruptor. Namun aturan yang mengatur pemberian remisi itulah Ruhut tak dapat berbuat banyak. “Aku sebenarnya tidak setuju, tapi karena sudah aturannya mau apa lagi. Tapi hati kecil aku tidak terima,” ujarnya.

Politisi Partai Demokrat itu menilai, sikap keras terhadap pelaku tindak pidana kejahatan luar biasa acapkali mendapat tentangan dari pegiat hak asasi manusia. Pasalnya, narapidana teroris dan korupsi serta narkotika memiliki hak asasi manusia. “Mereka mendasarkan pada HAM saja. Padahal, banyak orang sengsara karena korupsi dan teror,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait