Relaksasi Iuran BPJS Ketenagakerjaan untuk Hindari PHK
Berita

Relaksasi Iuran BPJS Ketenagakerjaan untuk Hindari PHK

Dalam waktu dekat PP tentang Relaksasi Pembayaran Iuran Jaminan Sosial akan terbit. Relaksasi ini diharapkan menjamin bahwa perusahaan yang mendapat manfaat dari kebijakan ini membayar THR kepada pekerjanya sesuai aturan.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Kantor BPJS Ketenagakerjaan. Foto: RES
Kantor BPJS Ketenagakerjaan. Foto: RES

Pemerintah terus berupaya menangani dampak pandemi Covid-19 dengan menerbitkan berbagai regulasi. Di sektor ketenagakerjaan, berbagai paket stimulus ekonomi diberikan kepada perusahaan guna menjaga kesehatan keuangan perusahaan agar bisa menjalankan kewajiban membayar upah hingga tidak mem-PHK pekerjanya.

 

Salah satunya, pemerintah menyiapkan kebijakan pemberian insentif iuran program jaminan sosial yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan. Rencananya, kebijakan ini akan dituangkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP). Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang relaksasi insentif program jaminan sosial ini akan dituntaskan bersama kementerian dan lembaga terkait.

 

“Kami akan melakukan rapat panitia antar kementerian. Selanjutnya, proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM. Mudah-mudahan tidak lama bisa kami selesaikan,” kata Ida sebagaimana dikutip laman setkab.go.id, Kamis (30/4/2020) kemarin. (Baca Juga: Perlu Peran Lebih Pemerintah Atasi Dampak Covid-19 Sektor Ketenagakerjaan)

 

Ida menjelaskan RPP itu sedikitnya berisi 5 hal. Pertama, penyesuaian iuran untuk program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm), dan Jaminan Pensiun (JP). Keringanan iuran akan diberikan untuk program JKK-JKm, dan penundaan pembayaran iuran untuk JP. Untuk program JHT tidak masuk dalam kebijakan relaksasi (keringanan).

 

Kedua, besaran iuran. Ida mengatakan besaran iuran JKK bagi peserta penerima upah, dibayar 10 persen dari besaran iuran normal. Untuk peserta bukan penerima upah, iuran sekitar 10 persen dari nilai nominal tertentu dari penghasilan peserta sebagaimana diatur PP No.44 Tahun 2015. Bagi peserta yang bekerja di perusahaan sektor konstruksi, iuran JKK sebesar 10 persen dari sisa iuran yang belum dibayar.

 

Ketiga, iuran JKm bagi peserta penerima upah hanya 10 persen dari iuran normal. Pekerja sektor konstruksi iurannya 10 persen dari sisa iuran yang belum dibayar. Keempat, untuk program JP, Ida mengatakan relaksasi yang diberikan berupa penundaan pembayaran. Peserta JP hanya perlu membayar 30 persen dari besaran iuran normal, paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. Sisanya sebesar 70 persen dapat dibayar sekaligus atau bertahap sampai Oktober 2020.

 

Kelima, RPP mengatur penyesuaian iuran dimulai April dan dapat diperpanjang selama 3 bulan. Sebelum perpanjangan selama 3 bulan, terlebih dulu dilakukan evaluasi dan koordinasi bersama Menteri Keuangan, DJSN, dan BPJS Ketenagakerjaan. Ida berharap dengan kebijakan ini pengusaha dapat memenuhi kewajibannya membayar THR.

 

Menambahkan Ida, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memaparkan ada 15.747 perusahaan masih beroperasi dengan total pekerja 4,7 juta orang. Dalam situasi normal, perusahaan yang beroperasi lebih dari 40 ribu dan mempekerjakan 17 juta orang.

 

Airlangga menegaskan ada syarat untuk mendapat stimulus dan insentif yang diterbitkan pemerintah yakni perusahaan tidak boleh melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). “Dengan demikian, tentu ini diharapkan seluruh stimulus insentif bisa menjadi bantalan untuk menjaga tenaga kerja kita (agar tidak terkena PHK, red),” katanya.

 

Perusahaan bayar THR

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai rencana relaksasi iuran BPJS Ketenagakerjaan ini merupakan respon pemerintah terhadap usulan Apindo awal April 2020 yang menginginkan relaksasi iuran BPJS. Rencana pemotongan iuran JKK dan JKm sebesar 90 persen selama 3 bulan dan dapat diperpanjang 3 bulan serta pembayaran iuran JP 30 persen dan sisanya dapat dicicil merupakan langkah cukup baik untuk membantu arus kas perusahaan.

 

“Rencana ini harus dituangkan dalam revisi PP No. 44 Tahun 2015 untuk JKK dan JKm dan PP No. 45 Tahun 2015 tentang JP, karena dalam PP tersebut sudah sangat jelas ketentuan tentang iuran JKK, JKm, dan JP,” kata Timboel ketika dihubungi, Selasa (5/5/2020).

 

Menurut Timboel, pelaksanaan relaksasi iuran BPJS Ketenagakerjaan ini harus selektif dan tepat sasaran karena masih ada perusahaan yang mampu. Timboel menghitung dengan dana yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan untuk program JKK sebesar Rp35 trilun dan JKm Rp12 triliun, secara umum BPJS Ketenagakerjaan punya kemampuan besar memberikan manfaat kepada peserta.

 

Timboel mengingatkan dampak buruk relaksasi ini yakni imbal hasil investasi untuk JKK dan JKm akan berkurang karena jumlah iuran yang dikelola juga berkurang, begitu pula dengan program JP. Kemampuan BPJS Ketenagakerjaan membeli surat berharga negara (SBN) sebagaimana Peraturan OJK No.1 Tahun 2016 juga ikut berkurang karena pendapatan iuran JKK dan JKm akan berkurang akibat kebijakan ini.

 

Paling penting, kata Timboel, relaksasi ini harus menjamin bahwa perusahaan yang mendapat manfaat dari kebijakan ini membayar THR kepada pekerjanya sesuai aturan. Pemerintah harus melakukan pengawasan dan penindakan yang tegas ketika nanti ditemukan ada perusahaan yang menerima stimulus ini tapi tidak menunaikan kewajiban membayar THR.

 

Selain itu, Timboel mengingatkan pemerintah untuk tegas mengawal pembayaran kekurangan iuran dana JP sebagaimana kebijakan ini. Jika perusahaan tidak menunaikan kewajiban membayar iuran, yang dirugikan pekerja. “JP adalah tabungan pekerja, kalau iurannya tidak dibayar maka tabungannya berkurang. Pemerintah harus tegas kepada perusahaan yang tidak mau bayar kekurangan JP sampai Oktober 2020.”

 

Sebelumnya, Direktur Apindo Research Center Agung Pambudhi mengatakan Apindo telah mengusulkan kepada pemerintah untuk melakukan sejumlah kebijakan untuk membantu pelaku usaha menghadapi dampak pandemi Covid-19. Misalnya, keringanan pembayaran THR, dan menunda pembayaran iuran program jaminan sosial yang diselenggarakan BPJS. “Apindo juga mengusulkan agar program JHT dapat dicairkan untuk pekerja terdampak Covid-19,” katanya.

Tags:

Berita Terkait