Rekanan PLN Divonis Delapan Tahun Penjara
Berita

Rekanan PLN Divonis Delapan Tahun Penjara

Terdakwa langsung mengajukan banding karena tetap merasa tidak bersalah.

NOV
Bacaan 2 Menit
Gani Abdul Gani usai sidang pembacaan vonis. Foto: NOV
Gani Abdul Gani usai sidang pembacaan vonis. Foto: NOV

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang diketuai Amin Ismanto menghukum Direktur Utama PT Netway Utama, Gani Abdul Gani delapan tahun penjara dan denda Rp500 juta subsidair enam bulan kurungan untuk dua perbuatan korupsi. Dalam putusannya, majelis menyatakan tidak sependapat dengan uang pengganti yang dimintakan penuntut umum KPK.

Menurut Amin, meski kerugian negara mencapai Rp116,159 miliar, uang yang dinikmati Gani dalam korupsi pengadaan Outsourcing Roll Out Customer Information System-Rencana Induk Sistem Informasi (CIS-RISI) PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang (Disjaya Tangerang) hanya sebesar Rp9,686 miliar dan AS$24,4 ribu.

Majelis menghukum Gani membayar uang pengganti Rp5,448 miliar dalam perkara pengadaan CIS-RISI di PLN Disjaya Tangerang tahun 2004-2006, serta AS$24,4 ribu dan Rp4,238 miliar dalam perkara pengadaan CMS berbasis teknologi informasi pada PLN Disjatim tahun 2004-2008. Sisanya dibebankan kepada PT Netway.

“Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan kesatu primair dan kedua primair, Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” kata Amin membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (28/10).

Amin menguraikan, berdasarkan fakta dan alat bukti yang terungkap di persidangan, Gani bersama-sama Eddie Widiono, Margo Santoso, dan Fahmi Mochtar terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam kegiatan pengadaan Outsourcing Roll Out CIS-RISI PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang (Disjaya Tangerang).

Perbuatan korupsi Gani bermula sekitar tahun 2000. Ketika itu, Gani bersepakat dengan Eddie selaku Direktur Pemasaran dan Distribusi PLN untuk merencanakan implementasi aplikasi Sistem Informasi Manajemen Pelanggan-Rencana Induk Sistem Informasi (SIMPEL RISI) di PLN Disjaya Tangerang.

Gani mempersiapkan proposal kegiatan CIS-RISI yang rencananya akan dilaksanakan selama lima tahun (multiyears) dengan biaya Rp905,608 miliar. Eddie menyetujui proposal dan memerintahkan General Manager PLN, Margo membentuk Tim Evaluasi Outsourcing Sistem Penunjang Kinerja Perusahaan (EOSPKP).

Tanpa sepersetujuan Direksi PLN, Eddie memerintahkan izin persetujuan outsourcing terkait rencana implementasi CIS-RISI di PLN Disjaya Tangerang. Tim EOSPKP pun merekomendasikan hal serupa. Padahal, Tim EOSPKP tidak pernah mengevaluasi kualifikasi perusahaan, reputasi, dan pengalaman kesuksesan PT Netway.

Eddie memerintahkan agar penawaran PT Netway segera diimplementasikan. Tim EOSPKP memberikan pendapat bahwa PT Netway cukup beralasan ditunjuk sebagai partner PLN dalam Outsourcing Company. Margo lalu melaporkannya kepada Eddie yang saat itu sudah menjabat Direktur Utama PLN tanggal 2 Maret 2001.

Amin mengungkapkan, sekitar Mei 2001, Eddie mengadakan rapat dengan jajaran direksi yang juga dihadiri pejabat PLN Disjaya Tangerang. Meski Direktur Perencanaan PLN Hardiv Harris Situmeang menyarankan pekerjaan Outsourcing Roll Out CIS-RISI dilakukan melalui tender, Eddie tetap mempertahankan penunjukan PT Netway.

Eddie memerintahkan Margo meminta kajian hukum untuk mendukung penunjukan PT Netway. Sesuai hasil kajian, Kantor Hukum  Reksa Paramitra menerbitkan Legal Memorandum bahwa penunjukan langsung PT Netway dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris PLN dan RUPS.

“Namun, atas permintaan Gani, Eddie memerintahkan Margo menunjuk langsung PT Netway sebagai pelaksana pekerjaan Outsourcing Roll Out CIS-RISI tanpa melalui lelang. Penunjukan langsung bertentangan dengan SK Direksi PT PLN (Persero) No: 038.K/920/DIR/1998 tentang Pengadaan Barang dan Jasa di PLN,” ujar Amin.

Hakim anggota Gosen Butarbutar melanjutkan, sesuai perintah Eddie, Margo dan Gani menandatangani beberapa Surat Perjanjian Kerjasama. Demi meyakinkan Dewan Komisaris (Dekom) PLN, Eddie meminta persetujuan penunjukan langsung kepada Sofyan Djalil selaku Pjs Komisaris Utama dan Sekretaris Dekom Purwanto.

Walau Eddie meyakinkan penunjukan langsung telah sesuai peraturan perundang-undangan, Dekom tetap meminta Eddie melakukan kajian hukum secara komprehensif, termasuk aspek Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Eddie selanjutnya meminta Gani mengajukan permohonan pendaftaran ciptaan kepada Ditjen HKI.

Gani mengajukan permohonan dengan menyerahkan CD berisi perangkat lunak Customer Care Billing System dan buku manual yang seluruh isinya identik dengan perangkat lunak SIMPEL RISI yang dibuat Politeknik ITB. Padahal, Gani mengetahui seluruh hasil implementasi adalah milik PLN Disjaya Tangerang.

Guna mendukung permintaan Dekom, tutur Gosen, Gani merekayasa surat Politeknik ITB tanggal 8 Agustus 2001 dengan meminta tanda tangan Conny Kurniawan Wahyu selaku Pembantu Direktur I Bidang Akademik Politeknik ITB Bandung. Dimana, dalam surat itu menyatakan SIMPEL RISI dikerjakan Politeknik ITB bersama PT Netway.

Meski belum mendapat persetujuan Dekom, Eddie tetap memerintahkan penunjukan langsung PT Netway. Tim penujukan langsung kemudian menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dengan menggunakan data auditor payroll yang diberikan PT Netway. Sejak Juni 2004-Juni 2006, PT Netway mendapat pembayaran Rp92,278 miliar.

“Padahal, pembebanan biaya hanya sebesar Rp46,189 miliar, sehingga negara dirugikan Rp46,189 miliar. Perbuatan itu telah memperkaya PT Netway Rp46,03 miliar, Rusdi Sunaryo Rp100 juta, Zulkifli Rp10 juta, Pandu Angklasito Rp15 juta, Joko Tetramo Rp13 juta, dan Rex Panambunan Rp20 juta,” jelas Gosen.

Perbuatan korupsi serupa juga dilakukan Gani dalam kegiatan pengadaan Outsourcing CMS berbasis terknologi informasi pada PLN Disjatim sekitar Februari 2004-Juni 2008. Atas perjanjian yang dilakukan secara melawan hukum itu, Gani dinilai memperkaya PT Netway Rp68,536 miliar, tim teknisi, dan sejumlah pejabat PLN Disjatim.

Sesuai penghitungan BPKP tanggal 31 Mei 2013, perbuatan Gani merugikan negara Rp69,97 miliar. Atas uraian majelis tersebut, hakim anggota Ugo berpendapat, nota pembelaan pengacara Gani yang menyatakan tidak adanya kerugian negara dan PLN justru diuntungkan sudah sepatutnya ditolak.

Menanggapi putusan majelis, penuntut umum masih pikir-pikir untuk mengajukan banding. Sementara, Gani langsung mengajukan banding. “Innalilahi rajiun, saya langsung banding karena saya tidak bersalah. Justru sebaliknya, kita membuat PLN menjadi lebih baik, tapi justru kelihatannya faktanya terbalik-balik,” terangnya.

Sebagai Direktur Utama PT Netway, Gani mengaku hanya sebagai pelaksana teknis. Meski menandatangani kontrak, pada kenyataannya, proses pengadaan semuanya ada di PLN. “Transaksi-transaksi dan pengeluaran uang itu semuanya fitnah. Tidak ada satu pun bukti. Persidangan tidak berjalan sesuai yang saya harapkan,” tandasnya.

Tags:

Berita Terkait