Rekanan PLN Didakwa Rugikan Negara Rp116,156 Miliar
Berita

Rekanan PLN Didakwa Rugikan Negara Rp116,156 Miliar

Terdakwa klaim perangkat lunak SIMPEL RISI buatan Politeknik ITB dan mendaftarkannya ke Ditjen HAKI.

NOV
Bacaan 2 Menit
Rekanan PLN Didakwa Rugikan Negara Rp116,156 Miliar
Hukumonline

Penuntut umum pada KPK mendakwa Direktur Utama PT Netway Utama Gani Abdul melanggar Pasal 2 ayat (1), subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo UU No.20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (26/6). Gani didakwa dua perbuatan korupsi.

Perbuatan pertama, Gani bersama-sama Eddie Widiono (terpidana), Margo Santoso, dan Fahmi Mochtar melakukan korupsi dalam kegiatan pengadaan Outsourcing Roll Out Customer Information System-Rencana Induk Sistem Informasi (CIS-RISI) PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang (Disjaya Tangerang).

Gani juga didakwa korupsi bersama Hariadi Sadono dalam kegiatan pengadaan Outsourcing Customer Management System (CMS) berbasis terknologi informasi pada PLN Distribusi Jawa Timur (Disjatim). Atas kedua perbuatan tersebut, kerugian negara mencapai Rp116,159 miliar sesuai penghitungan BPKP.

Penuntut umum Asrul Alimina menguraikan, perbuatan pertama Gani bermula sekitar tahun 2000. Gani bersepakat dengan Eddie selaku Direktur Pemasaran dan Distribusi PLN untuk merencanakan implementasi aplikasi Sistem Informasi Manajemen Pelanggal-Rencana Induk Sistem Informasi (SIMPEL RISI) di PLN Disjaya Tangerang.

Selanjutnya, Gani mempersiapkan proposal kegiatan CIS-RISI yang rencananya akan dilaksanakan selama lima tahun (multiyears) dengan biaya Rp905,608 miliar. Eddie menyetujui proposal dan memerintahkan General Manager PLN Margo membentuk Tim Evaluasi Outsourcing Sistem Penunjang Kinerja Perusahaan (EOSPKP).

Tanpa sepersetujuan Direksi PLN, Eddie memerintahkan izin persetujuan outsourcing terkait rencana implementasi CIS-RISI di PLN Disjaya Tangerang. Tim EOSPKP pun merekomendasikan hal serupa. “Padahal, Tim tidak pernah mengevaluasi kualifikasi perusahaan, reputasi, dan pengalaman kesuksesan PT Netway,” kata Asrul.

Kemudian, Eddie memerintahkan agar penawaran PT Netway segera diimplementasikan. Tim EOSPKP memberikan pendapat bahwa PT Netway cukup beralasan ditunjuk sebagai partner PLN dalam Outsorcing Company. Margo lalu melaporkannya kepada Eddie yang saat itu sudah menjabat Direktur Utama PLN sejak tanggal 2 Maret 2001.

Asrul melanjutkan, sekitar Mei 2001, Eddie mengadakan rapat dengan jajaran direksi yang juga dihadiri pejabat PLN Disjaya Tangerang. Meski Direktur Perencanaan PLN Hardiv Harris Situmeang menyarankan pekerjaan Outsourcing Roll Out CIS-RISI dilakukan melalui tender, Eddie tetap mempertahankan penunjukan PT Netway.

Eddie lalu memerintahkan Margo meminta kajian hukum untuk mendukung penunjukan PT Netway. Sesuai hasil kajian, Kantor Hukum  Reksa Paramitra menerbitkan Legal Memorandum bahwa penunjukan langsung PT Netway dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris PLN dan RUPS.

Namun, atas permintaan Gani, Eddie memerintahkan Margo menunjuk langsung PT Netway sebagai pelaksana pekerjaan Outsorcing Roll Out CIS-RISI tanpa melalui lelang. Penunjukan langsung, menurut Asrul, bertentangan dengan SK Direksi PT PLN (Persero) No: 038.K/920/DIR/1998 tentang Pengadaan Barang dan Jasa di PLN.

Sesuai perintah Eddie, Margo dan Gani menandatangani beberapa Surat Perjanjian Kerja Sama dalam rentang waktu 14 Juni 2001-29 September 2004. Demi meyakinkan Dewan Komisaris (Dekom) PLN, Eddie meminta persetujuan penunjukan langsung kepada Sofyan Djalil selaku Pjs Komisaris Utama dan Sekretaris Dekom Purwanto.

Walau Eddie meyakinkan penunjukan langsung telah sesuai peraturan perundang-undangan, Dekom tetap meminta Eddie melakukan kajian hukum secara komperhensif, termasuk aspek Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Eddie lalu meminta Gani mengajukan permohonan pendaftaran ciptaan kepada Ditjen HAKI.

“Terdakwa mengajukan permohonan dengan menyerahkan CD berisi perangkat lunak Customer Care Billing System dan buku manual yang seluruh isinya identik dengan perangkat lunak SIMPEL RISI yang dibuat Politeknik ITB. Padahal, terdakwa mengetahui seluruh hasil implementasi adalah milik PLN Disjaya Tangerang,” ujar Asrul.

Guna mendukung permintaan Dekom, Gani bahkan merekayasa surat Politeknik ITB tanggal 8 Agustus 2001 dengan meminta tanda tangan Conny Kurniawan Wahyu selaku Pembantu Direktur I Bidang Akademik Politeknik ITB Bandung. Dimana, dalam surat itu menyatakan SIMPEL RISI dikerjakan Politeknik ITB bersama PT Netway.

Meski belum mendapat persetujuan Dekom, Eddie tetap memerintahkan penunjukan langsung PT Netway. Tim penujukan langsung kemudian menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dengan menggunakan data auditer payroll yang diberikan PT Netway. Sejak Juni 2004-Juni 2006, PT Netway mendapat pembayaran Rp92,278 miliar.

Padahal, Asrul mengungkapkan, pembebanan biaya hanya sebesar Rp46,189 miliar, sehingga negara dirugikan Rp46,189 miliar. “Perbuatan itu telah memperkaya PT Netway Rp46,03 miliar, Rusdi Sunaryo Rp100 juta, Zulkifli Rp10 juta, Pandu Angklasito Rp15 juta, Joko Tetramo Rp13 juta, dan Rex Panambunan Rp20 juta,” tuturnya.

Perbuatan korupsi serupa juga dilakukan Gani dalam kegiatan pengadaan Outsourcing CMS berbasis terknologi informasi pada PLN Disjatim sekitar Februari 2004-Juni 2008. Atas perjanjian yang dilakukan secara melawan hukum itu, Gani memperkaya PT Netway Rp68,536 miliar, tim teknisi, dan sejumlah pejabat PLN Disjatim.

Sesuai penghitungan BPKP tanggal 31 Mei 2013, perbuatan Gani merugikan negara Rp69,97 miliar. Menanggapi dakwaan penuntut umum, Gani tidak mengajukan nota keberatan atau eksepsi karena dakwaan telah memenuhi persyaratan formal. Gani dan pengacaranya sepakat melanjutkan persidangan dengan pemeriksaan saksi.

Tags:

Berita Terkait