Rekaman Mirip Suara Barack Obama di Pengadilan Tipikor
Utama

Rekaman Mirip Suara Barack Obama di Pengadilan Tipikor

Penuntut umum menggunakan keterangan ahli untuk memastikan suara seseorang. Terdakwa menganggap telinga manusia tidak bisa menguji siapa pemilik suara.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Lucas (kiri) bersama pengacaranya di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Lucas (kiri) bersama pengacaranya di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES

Informasi atau dokumen elektronik telah diakui sebagai alat bukti setelah diundangkannya UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 26 A UU No. 20 Tahun 2001 menyebutkan bahwa alat bukti yang di simpan secara elektronik juga dapat dijadikan alat bukti yang sah dalam kasus tindak pidana korupsi. Alat bukti elektronik juga diperkuat oleh UU No. 11 Tahun 2008  tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pasal 5 ayat (1)  UU No. 11 Tahun 2008 menyebutkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

Alas hukum itu pula yang menguatkan langkah Komisi Pemberantasan Korupsi membuka rekaman percakapan orang-orang yang diduga teribat dalam perkara tindak pidana korupsi. Hasil penyadapan suara atau rekaman CCTV sering diperdengarkan atau diperlihatkan penuntut umum di depan majelis hakim Pengadilan Tipikor.

Itu juga yang bisa dilihat dalam sidang perkara dugaan menghalang-halangi penyidikan atas nama terdakwa Lucas, Kamis (17/1). Kala itu majelis mendengarkan keterangan saksi-saksi. Menariknya, yang memutar rekaman suara bukan hanya penuntut umum, tetapi juga terdakwa. Lucas bahkan memutarkan rekaman yang mirip suara mantan Presiden Amerika Serikat Barack Obama.

(Baca juga: Bisakah Rekaman Diam-Diam Percakapan Telepon Dijadikan Alat Bukti?).

Penuntu umum, awalnya, menanyakan kepada saksi Eddy Sindoro (terdakwa dalam perkara korupsi) apakah selama dalam pelarian di luar negeri berkomunikasi dengan terdakwa Lucas. Sindoro membantah dugaan jaksa. Setelah bantahan saksi, penuntut umum memutar rekaman percakapan yang oleh jaksa diduga suara Eddy Sindoro dan Lucas. Sebagian dari percakapan tersadap itu membahas peluang Sindoro untuk mengajukan praperadilan. "Iya ndak ndak ndak, ndak usah dulu bicara prapid (maksudnya praperadilan--red) dulu. Sekarang sudah tidak ada jalan prapid sekarang. Pak Eddy, saya udah cek nggak ada yang berani, nggak usah pikir itu," bunyi penggalan percakapan tersebut.

Selain dalam penggalan percakapan ini, panggilan "Pak Edi" juga beberapa kali terdengar dalam penggalan percakapan lainnya. Tidak hanya itu, dalam percakapan yang sama juga menyebut nama "Gebi". Eddy Sindoro mengakui punya anak bernama Gaby Yohana Sindoro. "Sudah ingat belum Pak Eddy, suara siapa ini?" tanya penuntut umum Abdul Basir.

Eddy menegaskan tidak mengingat suara tersebut. "Tidak, bukan suara saya. Saya tidak tahu soal itu," kilahnya.

(Baca juga: Kesaksian Novel dan Sindiran Lucas Terhadap KPK).

Penuntut umum menanyakan kembali apakah saksi mempunyai paspor yang diperpanjang KBRI di Myanmar, dan ada paspor Republik Dominika dengan nama Eddy Handoyo Sindoro. Eddy membenarkan punya dua paspor. Gara-gara paspor Republik Dominika itulah akhirnya Eddy Sindoro ditangkap Imigrasi Malaysia. Tetapi, ia tetap membantah suara dalam percakapan yang diputar jaksa sebagai suaranya.

Keterangan Oscar

Oscar Sagita, Managing Partner kantor hukum Lucas juga dihadirkan penuntut umum sebagai saksi. Mulanya Oscar ditanya mengenai manajemen penanganan perkara di firma hukum yang ia kelola bersama Lucas dan sejumlah advokat.

Setelah itu, penuntut umum beralih mengkonfirmasi beberapa nomor telepon genggam yang dimiliki terdakwa Lucas.Oscar membenarkan bahwa Lucas punya beberapa normor telepon. Dalam hape, Oscar memberi kode LC pada nomor telepon yang diduga dimiliki Lucas. Tetapi menurut Oscar tidak semua nomor yang dimaksud dikasih kode "LC".

Penuntut kemudian menanyakan dengan saluran apa biasa Lucas menghubunginya jika ingin berbicara. Oscar pun menjawab terdakwa biasa menghubunginya melalui telepon biasa, atau telepon dengan aplikasi WhatsApp. "Pernah di suatu hari Saudara ditelepon Pak Lucas, pakai voice call, 'Pak ini Bapak pakai telepon biasa loh', pernah ingat gitu saudara?" tanya penuntut. Oscar mengatakan tidak ingat.

Penuntut kemudian memutar rekaman percakapan antara orang yang diduga Lucas dengan yang diduga Oscar. Mulanya penuntut menanyakan apakah Lucas pernah menghubunginya untuk menanyakan soal praperadilan, tetapi Oscar mengaku tidak mengingatnya. Penuntut umum pun memutar rekaman, dan setelahnya menanyakan apakah mengenal suara tersebut. "Mirip dengan suara Pak Lucas," ujar Oscar.

(Baca juga: Ada Peran Advokat dalam Kasus Suap Eks Bos Lippo Group).

Namun Oscar mengaku tidak mengingat konteks percakapan. Penuntut mengonfirmasi adanya kata praperadilan dalam percakapan itu. “Iya, kalau dari situ ya saya juga nggak inget pembicaraan itu pernah terjadi antara saya dengan dia. Itu saya nggak ingat," tuturnya. Tetapi saat ditanya tim penasehat hukum pada saat Oscar mengaku tidak yakin rekaman itu adalah suara Lucas.

KPK diketahui menyita beberapa unit telepon genggam milik saksi. Dari situ mereka mulai menanyakan satu persatu kontak nama dengan kode "LC". Dari layar yang ditayangkan penuntut, setidaknya ada 11 kontak nama dengan kode tersebut, atau dengan awalan "LC". Beberapa dari nomor yang ditampilkan, Oscar mengaku kenal, tapi beberapa kontak lainnya ia mengaku tidak familiar.

Dalam kesempatan ini penuntut juga menanyakan apakah kantor hukum Lucas pernah menangani orang atau perusahaan yang berafiliasi dengan Eddy Sindoro. Oscar meminta penuntut lebih rinci dalam mengajukan pertanyaan, seperti menyebut nama perusahaan atau orang yang dimaksud. Muncullah pertanyaan apakah saksi mengenal Wresti Kristian Hesti yang kemudian disebut sebagai orang kepercayaan Eddy Sindoro. "Tahu, setahu saya Wresti tuh orang yang sering, e.. beberapa kali bawa perkara, artinya mencari konsultasi," terang Oscar.

Apakah Wresti pernah meminta masukan kepada kantor hukum Lucas untuk suatu perkara untuk perusahaan tertentu. "Pernah," Oscar membenarkan pertanyaan jaksa. Oscar juga ditanya mengenai nama salah satu advokat yang ada di kantor hukum Lucas. Tetapi pertanyaan ini menuai protes keras dari tim penasehat hukum yang beranggapan tidak ada hubungannya dengan perkara ini.

Penuntut lantas mengubah pertanyaannya yaitu apa kantor hukum Lucas pernah menangani perkara First Media. Pertanyaan ini pun menuai menuai protes karena dianggap tidak berkaitan dengan perkara. "Saya menolak menjawab," tutur Oscar. 

Barack Obama

Lalu apa tanggapan Lucas dari keterangan kedua saksi ini? Lucas sendiri sama sekali tidak keberatan atas kesaksian Eddy Sindoro dan Oscar. Ia justru menyoroti mengenai rekaman pembicaraan yang diputar penuntut umum pada dua kesaksian dalam sesi berbeda itu. Apakah benar suara yang diperdengarkan jaksa di persidangan benar-benar suara orang yang benar-benar diduga?

Lucas berusaha membuktikan rekaman suara belum tentu pasti sebagai suara orang yang disangka dalam rekaman. Ia memutarkan rekaman mirip suara mantan Presiden Barack Obama. "Suara manusia bisa dibuat, telinga manusia tidak bisa menguji ini suara siapa, Obama. Vadimir Putin (Presiden Rusia –red) juga begitu. Ukuran menit saja, 2-3 menit orang berbicara bisa sama," kata Lucas.

Kepada wartawan usai persidangan, Lucas kembali menyampaikan hal senada. "Tadi, JPU menampilkan contoh rekaman suara, kemudian dibantah oleh Eddy Sindoro, dikatakan itu bukan suara Eddy Sindoro, kemudian ada lagi rekaman yang diperdengarkan kepada Oscar, Oscar menyatakan tidak yakin," tutur Lucas.

Suara mirip suara Obama sengaja diputar di persidangan untuk memberi contohy bahwa suara manusia bisa ditiru bahkan hingga gerakan mulut dan intonasi. Lalu, suara siapakah yang diperdengarkan di ruang sidang?

Penuntut umum KPK, dalam beberapa kasus, meminta keterangan ahli untuk mengkonfirmasi rekaman yang diperdengarkan adalah suara te, rdakwa atau saksi yang lagi dimintai keterangan. Mana yang benar? Majelis hakimlah yang kelak memberi penilaian.

Tags:

Berita Terkait