Rekaman KPK: Dari Percakapan FBI, Rp20 miliar, Hingga Nama Demokrat
Berita

Rekaman KPK: Dari Percakapan FBI, Rp20 miliar, Hingga Nama Demokrat

Dalam tanggapannya Novanto tidak membahas mengenai rekaman dan hanya mengonfirmasi perihal uang US$7 juta.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Terdakwa Setya Novanto saat menjalani sidang kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Terdakwa Setya Novanto saat menjalani sidang kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES

Penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap sejumlah fakta baru di kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP). Dalam sidang lanjutan dengan terdakwa Setya Novanto fakta baru yang terungkap berasal dari sejumlah rekaman percakapan. Menariknya, sebagian informasi percakapan itu melibatkan Johannes Marliem, bos Biomorf yang meninggal dunia di Amerika Serikat beberapa waktu lalu.

 

Bukti rekaman yang diputar penuntut umum tidak hanya menyebut sejumlah nama baru seperti anggota BPK “kuning”, tetapi juga mengungkap tingkah laku Novanto baik pada saat kasus e-KTP ini mulai ramai diperbincangkan maupun proses pengiriman uang yang diduga diberikan untuk Novanto melalui metode money changer.

 

Khusus untuk masalah penerimaan uang, KPK bahkan memutar percakapan dari Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI) di persidangan. Berikut petikan interogasi antara FBI dan Johannes Marliem (JM) menurut transkip percakapan yang diputar penuntut umum KPK di persidangan lanjutan dengan Terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (22/2)/2018.

 

Laki-laki (FBI):Sepertinya Anda tahu banyak tentang sesuatu yang seharusnya Anda hindari. Anda tahu. Mengapa dia berbicara kepada Anda? Kenapa dia tidak menghubungi Rajesh langsung? Anda mengatakan bahwa mereka dekat? Kapan ini terjadi?

Laki-laki (FBI): Mengapa melibatkan Anda?


JM: Saya sudah bilang saya tidak tahu. 


Laki-laki (FBI): Begini, tidak ada bedanya bagi saya apakah Anda melakukannya atau tidak. Karena Anda telah melihat banyak uang ditransfer meskipun Anda tidak ada hubungannya dengannya.


JM: Ya, benar. Satu hal yang saya tahu. Saya mengatakan kepada KPK. Saya..., saya akan memberitahu Anda lagi, siapa... bagaimana saya bisa tahu. Karena saya mendapat arahan yang mengatakan, 'Kirim uang ke ke sini, kirim uang ke sana. Jadi saya menyampaikannya ke Rajesh.

Percakapan selanjutnya:


Laki-laki (FBI): Dan...oke jadi Anda mengatakan kepada KPK bahwa Anda pikir jika hal itu mungkin akan berakhir di tangan seseorang?


JM: Ya


Laki-laki (FBI): Siapa itu?


JM: Sebagian akan ke money changer, namanya saya tidak ingat. Karena itulah saya sampaikan kepada KPK, "Anda ingin melacak dana?" . "Ya". Dan...
Laki-laki (FBI): Tidak, tapi Anda mengatakan kepada mereka. Anda mengatakan siapa yang Anda pikir bahwa itu mungkin Novanto


JM: Itu yang saya katakan, ya, bisa jadi Setya Novanto.

 

Dalam persidangan sebelumnya, salah satu pengusaha money changer bernama Neni mengaku pernah menerima pengiriman uang dari Biomorf Mauritius. Menurut Neni, salah satu rekannya sesama money changer Juli Hara pernah menggunakan rekening OCBC milik Neni di Singapura. Ia sendiri awalnya tidak mengetahui hal itu sebelum ditanyakan oleh penyidik KPK beberapa waktu lalu.

 

“Saya minta mutasi rekening Koran OCBC di Singapura, kebetulan mereka ada datanya. Awalnya saya malah enggak tahu (asal uang) dari Biomorf,” ujar Neni saat menjadi saksi di Tipikor 15 Januari 2015 lalu. Baca Juga: Rencana Amankan e-KTP Lewat Anggota BPK ‘Kuning’  

 

Menurut berita acara pemeriksaan (BAP), pada Januari 2012, rekening OCBC milik Neni menerima 500.000 dollar AS. Kemudian, pada 25 Januari 2012, menerima lagi senilai 300.000 dollar AS. Perusahaan Biomorf Mauritius adalah perusahaan asing yang menjadi salah satu penyedia produk biometrik merek L-1 yang digunakan dalam proyek pengadaan e-KTP.

 

Rp20 miliar amankan KPK?

Selain wawancara FBI dengan Marliem terkait pengiriman uang melalui money changer, KPK juga memutar rekaman percakapan yang diduga merupakan suara Novanto di persidangan. Dalam rekaman itu, suara yang diduga Novanto menyebut jika dirinya akan mengeluarkan uang Rp20 miliar apabila nanti berurusan dengan lembaga antirasuah ini. Jaksa KPK Abdul Basir pun mempertanyakan hal itu.

 

Mungkin itu yang bisa jawab beliau (Novanto). Saya tidak bisa menjawab dan membaca pemikiran beliau,” ujar Andi Narogong di persidangan.

 

Jaksa Basir tidak percaya begitu saja dan terus mencecar Andi apa maksud dari pernyataan tersebut, sebab ketika itu Andi juga turut hadir dalam pertemuan itu bersama Johannes Marliem. Selain itu, jika memang terbukti ada pemufakatan jahat, maka tentunya akan ada ancaman hukuman tersendiri bagi para pelaku nantinya.

 

“Iya tapi kan yang dibicarakan Anda, Pak Nov dan Pak Marliem dibicarakan di situ dikejar yang benar tidak perlu diantisipasi? Ini kan kejahatan baru lagi sudah merencanakan nanti kalau dikejar KPK diamankan Rp20 miliar begitu kira-kira?” tanya Jaksa Basir.

 

Tetapi Andi tetap pada jawabannya jika ia tidak bisa mengetahui maksud dari pernyataan tersebut. Namun kemudian ia menebak kemungkinan yang dimaksud Novanto yaitu uang Rp20 miliar untuk membayar jasa pengacara jika dirinya terjerat kasus hukum di KPK, termasuk yang berkaitan dengan proyek e-KTP.

 

Berikut petikan sadapan KPK yang diduga merupakan suara Novanto

Backsound rekaman: Itu lawannya Andi, Andi juga. PNRI dia juga, itu dia juga, (suara tidak jelas) (tertawa). Waduh gua bilangin kali ini jangan sampe kebobolan, nama gua dipake ke sana-sini (suara tidak jelas) (tertawa) ongkosnya gua entar lebih mahal lagi. Giliran gua dikejar ama KPK, ongkos gua dua puluh miliar)

Kalau gue dikejar ama KPK, ongkos gue dua puluh miliar

 

Selain mengenai uang Rp20 miliar, dalam percakapan juga disebut nama Demokrat. Orang yang diduga Novanto ini di rekaman yang diperdengarkan KPK akan membicarakan dengan Demokrat jika dirinya dipanggil penyidik. “Kita ngomong sama Demokrat justru kita tidak jadi diperiksa,” ujar suara yang diduga Novanto itu.

 

Seperti dalam rekaman sebelumnya, hal ini pun tak luput dari perhatian penuntut umum. Jaksa Basir menanyakan maksud dari perkataan tersebut. “(Suara) Pak Nov tapi konteksnya beliau yang bisa jelaskan,” tutur Andi Narogong.

 

Hukumonline telah mencoba meminta konfirmasi terkait hal ini kepada Wasekjen Partai Demokrat Didi Irawadi. Namun, ia tidak bisa menjawab dan meminta agar menghubungi kader Demokrat yang duduk di Komisi II DPR RI. “Berkenaan untuk isu ini hubungi teman kami fraksi di Komisi II yang lebih menguasai,” terang Didi. Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan juga telah diminta konfirmasinya, namun hingga berita ini diturunkan ia belum memberikan jawaban.

 

Berikut rekaman suara yang diduga Novanto terkait munculnya nama Demokrat:

Backsound rekaman: (suara tidak jelas) ngomong sama Demokrat (suara tidak jelas), diperiksa lu nanti (ketawa). (Suara tidak jelas) eh kita tuh gak ada sistemnya, gua analisis sistem deh, sambil (suara tidak jelas).

(Background rekaman) tebebek-bebek tinggal itu kita ngomong ma Demokrat, kita justru tidak jadi periksa (ketawa).

 

Saat ditanya tanggapannya mengenai keterangan para saksi di persidangan, Novanto sama sekali tidak menyentuh segala rekaman percakapan yang diputarkan penuntut umum. Penuntut umum hanya meminta klarifikasi Andi (Narogong) mengenai laporan kepada dirinya tentang pengiriman uang sebesar US$7 juta. Novanto menanyakan rincian waktu Andi melaporkan hal itu kepadanya.

 

Tapi Andi mengaku lupa jika harus menjelaskan secara rinci, yang ia ingat melaporkan hal itu pada awal 2012 sekitar Januari atau Februari. “Saya tidak tahu, yang disampaikan kepada saya didistribusikan kepada teman-teman di DPR, dan itu sudah saya laporkan ke penyidik,” kata Novanto.

Tags:

Berita Terkait