Regulasi Sektor Penerbangan Harus Lindungi Konsumen dan Industri
Utama

Regulasi Sektor Penerbangan Harus Lindungi Konsumen dan Industri

Regulasi yang ada dikhawatirkan menambah beban perusahaan yang berujung pada hak konsumen.

KAR
Bacaan 2 Menit
Foto: YOZ
Foto: YOZ

[Versi Bahasa Inggris]

Sejak diterbitkannya UU No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, telah banyak aturan turunan yang diterbitkan. Setidaknya, sudah ada 160 Peraturan Menteri dan lebih dari 150 Peraturan Direktorat Jenderal Hubungan Udara yang mengatur secara lebih rinci sektor penerbangan.

Aturan-aturan tersebut mengatur mengenai pengoperasian, keamanan, pendaftaran pesawat, hingga batasan usia pesawat. Dari berbagai aturan teknis tersebut, Ketua Masyarakat Hukum Udara Indonesia, Andre Rahadian, menilai pemerintah harus kembali mendengarkan aspirasi masyarakat yang terkena dampaknya.

Ia menyebut, masyarakat tersebut utamanya pelaku industri maskapai  dan konsumen pengguna jasa penerbangan. Sebab, regulasi yang diterbitkan pemerintah harus mampu melindungi konsumen sekaligus membuka ruang bagi industri untuk berkembang.

Andre mengkritisi aturan baru terkait dengan modal disetor dalam industri penerbangan. Menurut Andre, ketentuan dalam Peraturan Menteri Perhubungan No.45 Tahun 2015, modal disetor sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar terlalu besar. Sebab, untuk perusahaan maskapai berjadwal komersil harus menyetor minimal Rp500 miliar.

Sementara itu, perusahaan maskapai perintis harus menyetor paling sedikit Rp300 miliar. Sekolah penerbangan minimal menyetor modal sebesar Rp70 miliar.

“Kami sudah tanya kepada Kemenhub, apakah modal ini berdasarkan laporan keuangan atau yang tercantum dalam anggaran dasar. Jawaban mereka harus disetor seperti disebut dalam anggaran dasar perusahaan,” kata Andre dalam sebuah seminar di Jakarta, Kamis (19/11).

Padahal, menurut pengamatan Andre saat ini hanya dua maskapai di Indonesia yang modal disetornya mencapai Rp.500 miliar. Selebihnya, tak sampai batas minimal Permehub tersebut. Andre pun menyayangkan hal ini. Ia khawatir Permenhub mengenai modal tersebut justru akan membebani perusahaan yang pada akhirnya menambah biaya jasa penerbangan.

Selain itu, batasan usia pesawat yang diremajakan pun menurut Andre bisa menjadi tantangan bagi perusahaan maskapai untuk melakukan efisiensi. Pasalnya, kini usia pesawat yang bisa didaftarkan maksimal sepuluh tahun. Sedangkan usia pesawat yang boleh dipakai paling tua tiga puluh tahun.

“Kalau dari kaca mata konsumen ini positif. Pesawat yang kita tumpangi jadi lebih muda. Tapi, bagi perusahaan pasti ini jadi tantangan tersendiri,” katanya.

Regulasi-regulasi itu, menurut Andre kemungkinan besar akan membuat sektor penerbangan mengalami konsolidasi. Ia mencontohkan, dalam waktu dekat ini sebuah perusahaan maskapai regional akan melakukan merger dua unit anak usahanya. Padahal, masih banyak perusahaan yang terus bergelut dengan persoalan mendasar seperti pelampung yang dibawa pulang penumpang.

“Kita bisa memahami, pemerintah mengeluarkan kebijakan itu ada dasarnya. Pemikirannya kan, beberapa waktu lalu banyak terjadi kecelakaan pesawat yang menurut pemerintah karena perawatannya kurang diperhatikan dengan baik. Bisa dimengerti bahwa ada dugaan hal itu terjadi karena modal yang kecil,” tutur Andre.

Di sisi lain, dalam hal perlindungan konsumen pemerintah telah mengeluarkan regulasi yang cukup baik. Ia mencontohkan, aturan mengenai keterlambatan jadwal penerbangan sudah sangat rigid dan tegas. Hanya saja, dirinya mengingatkan bahwa aturan yang baik harus pula diimbangi dengan implementasi yang tegas di lapangan.

Ketua Komisi V DPR RI, Feri Djemi Francis mengatakan, aturan di sektor penerbangan memang belum lama disahkan. Oleh karena itu, menurutnya, pilihan terbaik saat ini adalah melaksanakannya.

Pada saat yang bersamaan, menurut Feri harus pula dicatat pasal mana saja dari UU Penerbangan yang harus diperbaiki. Dengan demikian, pada saat yang tepat jika UU Penerbangan harus direvisi maka hasilnya bisa lebih baik.

Feri sependapat dengan Andre bahwa regulasi di sektor penerbangan harus kuat. Tak hanya melindungi konsumen, tetapi juga harus member insentif bagi kalangan industri. Dengan demikian, ia berharap industri penerbangan Indonesia bisa semakin berkembang.

“Jumlah penumpang pesawat terus bertambah. Tapi, perusahaan maskapai mengaku tak banyak dapat untung dari situasi itu. Kita juga tidak boleh tutup mata terhadap hal semacam ini,” kata Feri.

Ia menuturkan, DPR mendukung pemerintah untuk menerapkan aturan ketat terkait dengan keamanan dan keselamatan. Menurutnya, dua hal itu tak bisa ditoleransi. Namun, hal-hal lain yang menyangkut bisnis, Feri menilai perlu dibicarakan dengan kalangan industri.

“Selain itu, pemerintah juga harus memperbaiki fasilitas dan pelayanan di sektor ini,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait