Regulasi-Regulasi yang Disiapkan Bank Indonesia Menyambut Tahun 2018
Utama

Regulasi-Regulasi yang Disiapkan Bank Indonesia Menyambut Tahun 2018

Regulasi tersebut dibagi sesuai klaster kewenangan Bank Indonesia, yakni moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran.

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Jajaran pimpinan BI saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (28/12). Foto: NNP
Jajaran pimpinan BI saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (28/12). Foto: NNP

Bank Indonesia (BI) berusaha menjaga stabilitas sistem keuangan salah satunya melalui kebijakan dan regulasi yang mendukung pemulihan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi domestik. Arah kebijakan dalam rangka menyambut tahun 2018 mendatang telah dipetakan dan dipersiapkan oleh otoritas bank sentral.

 

Gubernur BI Agus D.W Martowardjojo mengatakan, bahwa bank sentral secara konsisten menempuh bauran kebijakan moneter, kebijakan makroprudensial, dan kebijakan sistem pembayaran serta pengelolaan uang rupiah untuk menjaga stabilitas ekonomi makro dan sistem keuangan. Bank sentral juga terus mendorong reformasi struktural melalui berbagai kebijakan guna meningkatkan efisiensi perekonomian nasional.

 

“BI memperhatikan kebijakan sistem pembayaran, pengelolaan utang rupiah, pendalaman pasar keuangan, dan ekonomi dan keuangan syariah,” kata Agus dalam jumpa pers akhir tahun di gedung BI di Jakarta, Kamis (28/12).

 

Kebijakan sistem pembayaran sendiri diarahkan untuk membentuk ekosistem non-tunai yang saling terhubung, terjangkau, inovatif, kompetitif, serta melindungi pengguna melalui Gerbang Pembayaran Nasional (GPN), elektronifikasi dengan program pemerintah serta penerapan aturan bagi pelaku teknologi finansial (fintech) termasuk e-commerce. Lalu, terkait kebijakan pengelolaan uang rupiah bank sentral memastikan uang rupiah layak edar dalam jumlah cukup serta pecahan yang sesuai terdistribusi ke seluruh NKRI.

 

Agus mengatakan, bank sentral juga mendorong pendalaman pasar uang dengan menyusun Strategi Nasional Pengembangan dan Pendalaman Pasar Keuangan bersama otoritas terkait serta meningkatkan efisiensi melalui penguatan regulasi, kelembagaan, infrastruktur, dan mengembangkan instrumen jangka pendek serta lindung nilai valuta asing. Bank sentral juga mendorong implementasi cetak biru (blueprint) ekonomi dan keuangan syariah dengan tiga strategi.

 

“Tiga strategi melalui pendalaman pasar keuangan syariah dan penguatan keuangan syariah untuk pembiayaan, pemberdayaan ekonomi syariah, serta penguatan riset, asesmen, dan edukasi,” kata Agus menjelaskan.

 

Baca:

 

Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara dalam kesempatan yang sama menjelaskan, arah kebijakan moneter diarahkan untuk menjaga inflasi berada dalam kisaran serta defisit transaksi berjalan aman, yakni dengan memperkuat operasi moneter, kebijakan nilai tukar, dan pendalaman pasar keuangan.

 

Menurut Mirza, bank sentral akan menyempurnakan aturan terkait prinsip kehati-hatian sebagai mitigasi risiko korporasi non bank khususnya pengelolaan utang luar negeri dengan memperluas cakupan utang luar negeri. Selain itu, bank sentral juga meminta perbankan domestik menyediakan instrumen lindung nilai yang efisien bagi korporasi misalnya penggunaan structured product seperti call-spread option.

 

“BI menjaga stabilitas nilai tukar rupiah agar sesuai dengan fundamentalnya dengan tetap mendukung bekerjanya mekanisme pasar,” kata Mirza.

 

Untuk kebijakan ekonomi syariah, Deputi Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan, pihaknya segera mengeluarkan aturan penerbitan negotiable certificate of deposit (NCD) Syariah, aturan instrumen keuangan syariah berbasis wakaf serta aturan instrumen sukuk berbasis wakaf dan pembiayaan berbasis ISF.

 

Ketiga regulasi tersebut disusun dalam rangka pendalaman pasar keuangan syariah dan penguatan keuangan syariah untuk pembiayaan. Sementara, untuk stabilitas sistem keuangan, BI akan menerbitkan tiga regulasi untuk memitigasi risiko sistemik dengan cara memperkuat likuiditas dan fungsi intermediasi bank.

 

Deputi Gubernur BI, Erwin Rijanto mengatakan bank sentral segera menerbitkan aturan terkait Makroprudential Liquidity Buffer (MPLB) yang mewajibkan bank memelihara surat-surat berharga (SSB) dengan persentase tertentu dari dana pihak ketiga. Aturan tersebut nantinya akan menyempurkan ketentuan GWM Sekunder yang saat ini hanya berlaku bagi bank Buku III. Nantinya, aturan MPLB akan berlaku untuk seluruh perbankan. Yang kedua, BI akan mengeluarkan aturan mengenai Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIMP).

 

“RIMP merupakan bentuk penguatan dari Loan to Funding Ratio (LFR) di mana RIMP juga mengakomodasi adanya keberagaman bentuk intermediasi perbankan dengan memasukkan investasi bank pada surat berharga,” kata Erwin.

 

Aturan lainnya dalam menjaga stabilitas keuangan, lanjut Erwin, yakni menyempurnakan kebijakan LTV secara targeted. BI mempertimbangkan penerapan LTV tersebut sebagai upaya memitigasi risiko bubble di sektor tertentu. Penerapan secara targeted antara lain dengan pendekatan jenis properti, tipe properti, dan pendekatan spasial. Tak berhenti di situ, bank sentral juga mendorong pengembangan UMKM untuk memperkuat pengendalian inflasi dari sisi suplai.

 

“Kita ingin capai, dengan mendorong komitmen bank penuhi rasio kredit UMKM minimal 20%,” kata Erwin.

 

Terkait dengan sistem pembayaran, Deputi Gubernur BI Sugeng mengatakan, bank sentral masih terus menyoroti perkembangan teknologi dengan sinergi kebijakan yang baik antar otoritas untuk membangun industri sistem pembayaran dan keuangan nasional yang sehat.  BI merespon perkembangan fintech melalui dua sisi secara berimbang, yakni mendorong inovasi dan dalam menjaga stabilitas perekonomian yang dituangkan dalam penguatan rezim regulasi dan kelembagaan. Regulasi fintech diharapkan dapat mendorong laju inovasi penyelenggara teknologi finansial namun dengan tetap menerapkan prinsip perlindungan konsumen, manajemen risiko dan kehati-hatian.

 

“Kita ke depan mengawal implementasi pendaftaran. Lalu regulatory sandbox, kita lihat apakah bisa lanjutkan layanan, teknologi, dan bisnis modelnya. Kalau ternyata mengandung hybrid, tidak hanya payment system misalnya peer to peer lending, kita sampaikan ke OJK,” kata Sugeng.

Tags:

Berita Terkait