Regulasi dan Kelembagaan Dana Ketahanan Energi Rawan Disalahgunakan
Berita

Regulasi dan Kelembagaan Dana Ketahanan Energi Rawan Disalahgunakan

Jangan bebani masyarakat dengan kebijakan yang belum jelas juntrungannya

YOZ
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengkritik rencana pemerintah yang akan memungut dana ketahanan energi pada masyarakat sebesar Rp200 per liter harga bahan bakar minyak (BBM). Pemerintah sendiri berdalih dana tersebut dilakukan atas dasar UU No.30 Tahun 2007 tentang Energi.

Ada beberapa hal yang dikritisi YLKI. Pertama, pungutan dana energi tidak jelas dasar regulasinya, bahkan rawan terjadi penyimpangan regulasi. Karena yang disebut dalam UU Energi adalah depletion premium, bukan untuk memungut dana masyarakat dengan alasan dana ketanahan energi.

“Dengan demikian, pungutan dana ketahahan energi dimaksud bisa dikatakan sebagai pungutan liar,” kata Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi, Selasa (29/12).

Kedua, dana ketahanan energi dimaksud berpotensi untuk disalahgunakan untuk kepentingan kebijakan non energi atau bahkan kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan ketahanan energi. Soalnya, kelembagaan yang mengelola dana yang dipungut tersebut tidak jelas. Kalau masih disatukan dengan dana APBN secara umum, maka potensi penyalahgunaannya sangat besar. Ketiga, sampai detik ini roadmap tentang ketahanan energi yang dimaksud pemerintah belum jelas, bahkan mngkin tidak ada.

YLKI menilai bahwa energi fosil perlu diberikan disinsentif dalam penggunaan, secara filosofi adalah hal yang rasional.  Namun demikian, ini bisa diterapkan jika masyarakat sudah ada pilihan energi non fosil (energi baru terbarukan).

Oleh karena itu, YLKI meminta pemerintah untuk memperjelas perihal regulasi yang dijadikan acuan. Begitu juga lembaga yang akan mengelola dana tersebut (harus lembaga independen dan terpisah dengan ESDM). Kemudian, roadmap tentang ketahanan energi dan kedaulatan energi nasional juga mesti jelas. Dan yang terpenting, juga harus ada pilihan lain selain energi fosil. 

“Sebelum hal ini bisa dipenuhi, maka pungutan dana ketahanan energi harus dibatalkan. Jangan bebani masyarakat dengan kebijakan yang belum jelas juntrungannya,” ujar Tulus.

Meski demikian, YLKI mengapresiasi rencana pemerintah menurunkan harga BBM. Akan tetapi, ada yang menjadi catatan kritis dari YLKI. Pertama, perlu ada audit berapa sebenarnya harga keekonomian BBM. Menurut Tulus, BPK seharusnya bisa melakukan audit terhadap harga BBM secara transparan dan akuntabel.

“Jangan menurunkan harga BBM, tapi harga keekonomian BBM itu sendiri masih tanda tanya besar,” kata Tulus.

Kedua, pemerintah jangan hanya berencana menurunkan harga BBM, tetapi gagal menurunkan harga kebutuhan pangan dan atau tarif transportasi umum. Seharusnya ketika ongkos produksi turun, maka harga jual juga turun. Jika harga BBM turun, tetapi harga kebutuhan pokok tidak turun, berarti ada sesuatu yang tidak beres dalam sistem pasar kebutuhan pokok.

Ketiga, pemerintah mustinya bisa menerapkan kebijakan harga BBM yang lebih cerdas dan berkesinambungan dengan menerapkan kebijakan “oil fund”. Kebijakan ini bisa digunakan sebagai “dana tabungan”, artinya jika harga minyak mentah dunia turun, maka harga BBM tidak perlu turun. Sebaliknya, jika harga minyak mentah dunia naik, pun harga BBM tidak perlu naik.

“Model seperti ini lebih memberikan kepastian berusaha, baik untuk sektor retailer, pengusaha angkutan, dan juga masyarakat konsumen. Sehingga masyarakat tidak terombang-ambing dengan fluktuasi harga BBM,” pungkas Tulus.

Seperti diketahui, mulai tahun depan pemerintah akan menerapkan kebijakan baru terhadap harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan solar. Terhitung tanggal 5 Januari 2016, dalam setiap liter penjualan dua jenis BBM itu akan dikenakan biaya pengurangan energi fosil. Pungutan itu nantinya digunakan sebagai dana ketahanan energi.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menjelaskan, pemerintah akan memungut tambahan dana sebesar Rp300 dari penjualan tiap liter solar. Sementara itu, untuk premium dana ketahanan energi dipungut sebesar Rp200.
Tags:

Berita Terkait