Refleksi 20 Tahun Hukumonline
Kolom

Refleksi 20 Tahun Hukumonline

Semua hal yang bernilai hukum sudah seharusnya terdata dengan baik dan semua informasi mengenai hal itu, sudah seharusnya tersedia di dunia maya.

Bacaan 2 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Tidak terasa, usia Hukumonline sudah 20 tahun. Saya ucapkan selamat kepada penggagas dan seluruh pengelola serta pengguna Hukumonline yang selama 20 tahun ini telah berkiprah dengan cara yang sangat cerdas, profesional, dan konsisten menjadi media informasi dan komunikasi hukum yang makin lama makin terasa dibutuhkan oleh para pemangku kepentingan. Bukan saja untuk kepentingan orang Indonesia dan tentang hukum Indonesia tetapi untuk siapa saja tentang hukum Indonesia, dan pada gilirannya juga tentang hukum pada umumnya dan oleh pengguna dunia maya juga pada umumnya.

Dalam menyambut hari peringatan HUT Hukumonline ini dengan rasa syukur, Saya ingin menyampaikan refleksi mengenai beberapa hal berikut. Pertama, kita semua tentu merasa sangat bersyukur bahwa ide Hukumonline ini dikelola secara swasta dan dengan ukuran-ukuran profesional. Hanya dengan ukuran-ukuran profesionalitas demikian itulah, kesinambungan pengelolaan Hukumonline menjadi konsistensi, berkelanjutan untuk terus tumbuh dan berkembang menjadi seperti sekarang ini.

Dalam perkembangannya dewasa ini, Hukumonline dapat dikatakan dapat dijadikan sumber informasi utama mengenai informasi dan berita hukum Indonesia, jauh lebih dapat diandalkan dibandingkan dengan sumber-sumber informasi dari lembaga-lembaga negara dan pemerintahan yang resmi Republik Indonesia. Semua lembaga negara dan pemerintahan yang dimaksud biasanya hanya memusatkan perhatian pada dokumen-dokumen atau informasi hukum yang terkait langsung atau tidak langsung dengan bidang tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Bahkan kadang-kadang pengelolaan website dan sistem informasinya tidak konsisten, tidak di’update’ secara teratur, atau sangat tergantung perintah atasan atau tergantung staf pengelolanya yang kadang-kadang harus bekerja dalam iklim birokrasi yang kaku dan kurang cocok dengan dunia baru.

Biasa terjadi, jika kita membuka website suatu lembaga negara, berita-berita atau produk-produk hukum selama 1-3 bulan terakhir ternyata belum di-upload, sehingga tidak mungkin dijadikan sumber informasi yang cepat dalam praktik. Padahal dalam bulan-bulan pertama ketika website tersebut diresmikan, semua merasa bangga bahwa lembaganya sudah sangat modern, mengikuti perkembangan teknologi ICT mutakhir. Bahkan, jika pejabat atau pimpinan suatu lembaga pemerintahan ditanya mengenai sistem informasi berbasis ICT ini di lembaga yang dipimpinnya pasti dengan bangga menceritakan bahwa lembaganya sudah sangat modern, padahal nyatanya cara kerjanya masih sangat kampungan.

Upaya integrasi sistem informasi hukum dan digitalisasi pelayanan hukum juga sudah dilakukan oleh semua lembaga pemerintahan. Indonesia sudah memiliki sistem informasi terpadu. Namun, dalam pelaksanaannya, tetap saja terdapat masalah ketidak-terpaduan antara sistem yang dikelola oleh Kemenhukham, Kemensesneg, Kemenkominfo, dan lain-lain sebagainya. Bahkan, proyek digitalisasi KTP elektronik saja sudah lebih dari 10 tahun masih juga belum berhasil dengan tuntas. Karena itu, jika kita ingin lebih mengutamakan orientasi ‘out-put’ dan ‘out-come’ dari pengelolaan layanan informasi dan komunikasi hukum untuk kepentingan umum, metode pengelolaan oleh lembaga semi-negara dan semi-swasta dapat dijadikan bahan renungan dalam memperkembangkan pola-pola pengelolaan pekerjaan untuk kepentingan umum. Untuk itu, pengertian tentang lembaga publik harus dibedakan dari pengertian tentang lembaga negara atau pemerintahan dalam arti luas.  

Lembaga publik belum tentu merupakan lembaga negara atau pemerintahan dalam arti formal, sebagaimana jabatan publik tidak perlu diidentikkan dengan jabatan negara dan pemerintahan. Misalnya, notaris sejak zaman Hindia Belanda sudah biasa disebut sebagai pejabat umum. Demikian pula Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) disebut sebagai pejabat atau “ambtsdrager” (office holder). Menurut UU tentang Advokat, profesi advokat pun diakui resmi sebagai penegak hukum yang tidak lain merupakan pejabat atau salah satu pemegang jabatan untuk menegakkan hukum.

Bahkan, dapat dikatakan semua penyandang pekerjaan yang dilembagakan sebagai profesi, meskipun bersifat swasta, tetap disebut sebagai profesi publik yang menyangkut kepentingan umum, seperti akuntan yang bekerja sepenuhnya sebagai lembaga swasta perorangan, tetapi disebut oleh undang-undang sebagai akuntan publik. Karena itu, pola pelembagaan institusi untuk kepentingan umum juga perlu dikembangkan dalam pengertian lembaga publik yang lebih luas cakupan pengertian dan jangkauan tugas pelayanan yang diberikannya dari lembaga negara atau pemerintahan tertentu. Karena itu, kata negara sebagai konsep yang mencakup ruang lingkup pengertian institusi kepentingan umum yang lebih luas dapat kita bedakan antara (i) NEGARA dengan huruf BESAR, (ii) negara dengan huruf kecil yang dapat diidentikkan dengan pengertian PEMERINTAHAN dengan huruf besar atau pemerintahan negara yang tidak hanya terbatas dengan pengertian pemerintahan eksekutif, dan(iii) dengan Pemerintah dalam arti sempit yang terbatas pada pengertian pemerintahan eksekutif saja.

Terkait dengan hal itu, kebutuhan untuk membangun sistem kelembagaan model baru juga tercermin dalam banyak upaya. Misalnya dalam hubungan antara negara dengan dunia usaha, terhadap institusi yang dikenal sebagai BUMN. Dalam hubungan antara negara dengan masyarakat, terutama terkait dengan keuangan negara, dibentuk BHMN (Badan Hukum Milik Negara), PTNBH (Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum), BLU (Badan Layanan Umum), dan sebagainya.

Dalam hubungan antara perorangan privat dengan kepentingan masyarakat, sudah ada lembaga yang bernama yayasan, badan wakaf, organisasi kemasyarakatan. Antara perorangan privat dengan politik bernegara, dibentuk partai politik sebagai badan hukum yang tersendiri. Bahkan, dalam kaitan antara fungsi-fungsi kekuasaan negara dengan pelayanan umum kepada masyarakat dibentuk pula banyak lembaga-lembaga, komisi-komisi negara yang bersifat independen untuk maksud peningkatan kualitas pelayanan publik, yang kadang-kadang secara berlebihan tampil seakan-akan merupakan lembaga non-pemerintahan negara atau “non-government organizations”, sehingga muncul istilah yang bernada sindiran, yaitu “Quango’s” atau “Quasi NGO’s”.

Namun, terlepas dari efek samping dari perkembangan pola-pola pelembagaan fungsi-fungsi pelayanan untuk kepentingan publik tersebut di atas, yang penting untuk direnungkan adalah bahwa kepentingan umum di era disrupsi yang serba menuntut perubahan dan peningkatan kualitas dan integritas pelayanan dewasa ini dan mendatang, pola-pola pengelolaan dan manajemen pelayanan informasi dan komunikasi publik pada umumnya, dan khususnya di bidang hukum, perlu mendapat perhatian yang serius.

Harus ditemukan cara di mana pola kelembagaan dimaksud bukan berbentuk perseroan yang mengabdi kepada kepentingan pemilik saham (the share-holders), tetapi bukan pula lembaga pemerintahan yang kaku yang kadang-kadang hanya bersifat ‘ekstraktif dan hanya mengabdi untuk kepentingan pengelolanya sendiri. Institusi yang dibutuhkan adalah kelembagaan yang dikelola secara “swasta”, tetapi tujuan utamanya adalah mengabdi untuk kepentingan umum dengan memastikan keuntungan pengelolaan kegiatan diabdikan untuk kepentingan pemangku kepentingan (stakeholders), bukan pemegang saham (shareholders). Pengelolaan kegiatan harus menghasilkan keuntungan (profit), tetapi bukan sebagai tujuan, melainkan hanya sebagai alat ukur keberhasilan manajemen.

Kedua, Hukumonline, saya nilai sudah berjasa mengembangkan informasi dan komunikasi hukum Indonesia di dunia maya. Di masa kini dan apalagi di masa depan, digitalisasi hukum akan semakin menentukan wajah negara hukum kita dan bahkan samudera hukum yang lebih luas yang mengharuskan semua subjek hukum berselancar di dunia maya.

Sejak tahun 1990, melalui bukunya “The Future of Law”, Richard Susskind sudah mengingatkan semua orang mengenai masa depan hukum di dunia sebagaimana sudah terjadi dewasa ini dan terus akan meningkat di masa depan, yaitu hukum akan berkembang drastis menjadi komoditas informasi yang siapa saja dapat menguasainya dengan bantuan teknologi super-modern.

Dalam perkembangan hukum di dunia maya ini, semua pihak harus mengubah cara pandang tentang hukum dan kehidupan. Para sarjana hukum, Fakultas Hukum, dan semua lembaga-lembaga hukum harus berubah dan mengubah cara kerja. Informasi hukum dapat dikuasai oleh anak-anak lulusan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) dan siapa saja yang tidak memerlukan gelar sarjana hukum sama sekali. Karena itu, jika tidak berubah, semua Fakultas Hukum terancam punah. Para advokat dan konsultan hukum juga terancam jika tidak menguasai informasi hukum yang tersedia luas, lengkap, dan dalam waktu yang sangat cepat dan mudah diakses di dunia maya. Untuk apa membayar para advokat dengan harga terlalu mahal, jika staf sendiri di kantor dapat membantu menyediakan informasi hukum yang lengkap sesuai dengan kebutuhan. Maka profesi hukum dan para profesional hukum pun terancam jikalau tidak akrab dengan dunia maya dan pandai memanfaatkannya dengan baik dan dengan metode kerja yang berubah.

Kita berharap, Hukumonline dapat terus berkembang menjadi pusat informasi hukum terlengkap di Indonesia, terutama mengenai informasi hukum Indonesia yang sangat kompleks untuk dikelola secara terpadu. Bahkan dari segi produk peraturan perundang-undangan saja, sejak zaman Hindia Belanda sampai sekarang, dapat dikatakan bahwa data dan informasi yang dapat dijadikan pegangan dalam merumuskan kebijakan belum tersedia dengan baik. Data yang terdapat di Sekretariat Negara masih belum ada kesamaan dengan data yang terdapat di Kemenhukham. Belum lagi, jika pengertian produk hukum kita perluas mencakup pula putusan-putusan pengadilan, keputusan-keputusan administrasi atau keputusan tata usaha negara, data tentang aturan-aturan kebijakan (policy rules) berupa instruksi, surat edaran, pedoman, petunjuk pelaksanaan (juklak), petunjuk teknis (juknis), kontrak, konvensi, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga organisasi, dan lain sebagainya.

Demikian pula mengenai data kelembagaan yang menerbitkan beraneka keputusan, penetapan, pengaturan, putusan, dan sebagainya. Mulai dari lembaga pemerintahan pusat, sampai ke daerah-daerah dan bahkan pemerintahan desa dan kesatuan masyarakat hukum adat di seluruh Indonesia. Semua hal yang bernilai hukum sudah seharusnya terdata dengan baik dan semua informasi mengenai hal itu, sudah seharusnya tersedia di dunia maya.

Di sinilah kita harus mengapresiasi Hukumonline yang sejak tahun 2000 terus setia bergelut dan bergulat dengan informasi hukum secara online untuk kepentingan umum. Kita semua mengucapkan selamat kepada keluarga besar Hukumonline, dan kita doakan semoga dapat menjadi rujukan terpercaya dan terlengkap khususnya mengenai informasi hukum Indonesia dan di Indonesia. Sekali lagi selamat, dan terima kasih.

*)Prof. Jimly Asshiddiqie, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Catatan Redaksi:

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline. Artikel ini merupakan bagian dari Kolom 20 Tokoh menyambut Ulang Tahun Hukumonline yang ke-20.

Tags:

Berita Terkait