Ratusan Juta Biaya Berperkara di PHI
Berita

Ratusan Juta Biaya Berperkara di PHI

Digunakan untuk atur komposisi dan memenangkan perkara.

Inu
Bacaan 2 Menit
Terdakwa hakim adhoc Pengadilan PHI pada Pengadilan Negeri Bandung, Imas Dianasari. Foto: SGP
Terdakwa hakim adhoc Pengadilan PHI pada Pengadilan Negeri Bandung, Imas Dianasari. Foto: SGP

Berperkara di pengadilan belum sepenuhnya efisien. Setidaknya begitulah yang terungkap dari perkara yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan terdakwa hakim adhoc Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri Bandung, Imas Dianasari.

 

Hakim adhoc PHI dari unsur pengusaha ini memasang tarif Rp10 juta pada pengusaha guna mengatur komposisi hakim. Komposisi hakim PHI yang diminta adalah untuk menangani gugatan PT Onamba Indonesia pada pekerjanya karena mogok kerja.

 

Demikian isi surat dakwaan Nomor: DAK-29/24/10/2011 Jaksa KPK yang dibacakan bergantian oleh Riyono, Afni Carolina, dan Risma Ansyari di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Kamis (20/10). Selain Imas, penuntut umum pada KPK ini juga membacakan dakwaan pada Odih Juanda, kuasa PT Onamba Indonesia.

 

Sebelum meminta, Imas bersama Ike Wijayanto, Plt Panitera Muda PHI pada Pengadilan Negeri Bandung, pada 8 Oktober 2010 bertemu Odih Juanda di Rumah Makan Cibiuk, Jl Soekarno-Hatta Bandung. Pembicaraan ketiganya adalah rencana Onamba menggugat karyawan terkait pemutusan hubungan kerja akibat mogok kerja tidak sah sejak 1 Oktober hingga hari mereka bertemu.

 

Odih meminta Imas memenangkan gugatan dengan syarat Onamba menyiapkan uang imbalan, serta biaya mengatur komposisi majelis hakim. Imas menjanjikan dengan biaya tersebut dirinya akan menjadi hakim anggota perkara tersebut.

 

Lalu, 18 Oktober 2010, Odih yang didampingi Kepala Departemen Produksi Onamba, Teuku Darmawan, bertemu dengan Ike di tempat sama. Mereka membicarakan imbalan pada majelis hakim yaitu sejuta rupiah per karyawan yang akan digugat. Imas melalui telepon meminta Odih menjadi kuasa Onamba.

 

Odih menyatakan, permintaan dana itu akan dibicarakan pada Direktur Utama Onamba Indonesia, Shiokawa Toshio. Dia juga menyatakan, bos Onamba itu menyetujui permintaan Rp10 juta untuk mengatur komposisi hakim. Di akhir pertemuan, Odih menitipkan Rp200 ribu untuk Imas sebagai biaya konsultasi.

 

Sekira bulan November 2010, di Rumah Makan Sederhana Jalan Soekarno-Hatta Bandung, Imas dan Ike kembali bertemu dengan Odih dan Darmawan. Imas menerima Rp10 juta untuk mengatur komposisi majelis. Namun, Odih menyatakan Shiokawa hanya sanggup menyediakan Rp30 juta atas permintaan Imas yang lain. Selesai pertemuan, Imas kembali menerima Rp200 ribu sebagai biaya konsultasi dari Odih.

 

Odih selaku kuasa Onamba mendaftarkan gugatan ke PHI pada Pengadilan Negeri Bandung dengan nomor 187/G/2010/PHI/PN.Bdg. Ketua PHI lalu mengeluarkan penetapan perkara itu ditangani majelis hakim Agus Suwargi sebagai ketua didampingi dua hakim adhoc, Toni Suryana dan Imas Dianasari. Lalu, Imas mengatakan pada dua rekannya pihak Onamba ingin menang gugatan dan sudah disiapkan dana.

 

Selagi gugatan bergulir di pengadilan, pada Februari 2011, Imas menemui Odih di Rumah Makan Cibiuk. Imas sampaikan Onamba akan menang jika menyediakan Rp325 juta. Seperti biasa, Odih hanya menyatakan perlu persetujuan Shiokawa lalu menyerahkan Rp200 ribu pada Imas sebagai dana konsultasi.

 

Permintaan Imas disanggupi Shiokawa. Syaratnya, penyerahan dilakukan dalam tiga tahap yaitu Rp100 juta untuk tahap pertama dan jumlah sama pada tahap berikutnya. Penyerahan terakhir sebesar Rp152 juta. Odih juga menyanggupi permintaan Imas untuk membayar tagihan penginapan di Hotel Mercure Convention Center Ancol Jakarta pada tanggal 2-4 Februari 2011 sebesar Rp4,336 juta.

 

Penyerahan pertama, Rp100 juta pada 22 Februari 2011, diberikan Odih di mobil Imas di halaman parkir Rumah Makan/Café La Ponyo digunakan untuk kepentingan pribadi hakim adhoc PHI itu. Kemudian, 1 Maret 2011, Imas kembali menerima Rp100 juta dari Odih di dalam mobilnya di café sama. Lalu, Imas bagikan pada anggota majelis hakim lain, Toni Suryana senilai Rp25 juta, sisanya terdakwa simpan sendiri.

 

Pada 15 Maret 2011, Odih menyerahkan sisa komitmen sejumlah Rp152 juta di dalam mobil Imas di café yang sama. Diakui Imas, Rp30 juta diberikan pada Toni Suryana, lalu jumlah sama pada Agus Suwargi. Lalu, Rp45 juta diberikan pada Ike dan Toto Santosa sebesar Rp5 juta sebagai panitera pengganti PN Bandung. Sisanya, dikantongi Imas.

 

Pemberian itu akhirnya berujung pada dimenangkannya gugatan Onamba melalui putusan majelis, 1 April 2011. Amar putusannya, sesuai dengan permintaan Odih yaitu mengabulkan gugatan Onamba untuk seluruhnya. Penuntut umum mendakwa Imas menggunakan sistematika dakwaan kumulatif alternatif. Yaitu, dakwaan pertama subsidair dengan ancaman pidana seperti diatur Pasal 12 huruf C UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, sebagai dakwaan primair,” terang Jaksa Riyono.

 

Sedangkan dakwaan pertama subsidair pada Imas, penuntut umum menggunakan Pasal 6 ayat (2) jo Pasal 6 ayat (1) huruf a UU 31/1999 jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHAP. Kemudian dakwaan lebih subsidair yaitu Pasal 11 UU 31/1999 jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Melibatkan MA

Terkait pelibatan hakim adhoc PHI pada Mahkamah Agung, Imas didakwa secara alternatif. Dakwaan kedua pertama, Imas didakwa karena melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a jo Pasal 15 UU 31/1999 jo Pasal 53 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHAP. Atau dakwaan kedua yaitu Pasal 5 ayat (1) huruf a jo Pasal 15 UU 31/1999.

 

Surat dakwaan menguraikan, setelah gugatan Onamba dimenangkan, karyawan perusahaan mengajukan kasasi. Mengetahui itu, Odih meminta Imas agar membantu kasasi karyawan ditolak MA.

 

Imas lalu menghubungi hakim adhoc PHI di MA Arief Soedjito untuk meminta bantuan mengurus perkara kasasi. Terutama agar putusan tingkat kasasi menguatkan putusan PHI tingkat pertama. Permintaan Imas disanggupi Arief dengan syarat ada uang imbalan.

 

Permintaan itu ditanggapi pihak Onamba, melalui telepon Odih pada Imas yang menyatakan Dirut Onamba, Shiokawa menyanggupi dana yang diminta Arief sebesar Rp25 juta. Tapi, Imas menyatakan agar nilainya jangan terlalu rendah. Imas meminta produsen perlengkapan listrik ini menyiapkan dana Rp10 juta guna pelimpahan berkas kasasi ke MA.

 

Lalu, 31 Mei 2011, Odih menyerahkan uang yang diminta di Café La Ponyo untuk diteruskan pada bagian perdata khusus kasasi MA. Setelah menyerahkan, Imas mengirimkan pesan singkat melalui handphone pada Odih, intinya setelah penetapan, majelis baru bicara ‘amunisi’.

 

Imas pada 7 Juni 2011 menerima telepon dari Arief Soedjito menelepon Imas dan meminta uang diserahkan. “Mudah-mudahan sebelum ini gituloh sebelum Lebaran, soalnya ngejar kesan,” begitu ucap Arief seperti tertulis dalam surat dakwaan. Arief kembali menghubungi Imas dan memberitahukan sudah ada penetapan majelis.

 

Esoknya Imas bertemu Odih di café sama dan mengatakan Onamba segera menyiapkan dana. Namun Odih mengaku Onamba tak lagi memiliki dana karena menganggap sudah menjadi tanggung jawab moral hakim PHI pada MA menolak kasasi. Odih menyampaikan kesanggupan perusahaan menyediakan Rp100 juta.

 

Tapi, Arief yang ditemui Imas pada 22 Juni 2011 menyatakan Onamba harus menyediakan Rp150 juta. Keesokan harinya permintaan dana naij menjadi Rp200 juta yang disetujui Shiokawa. Kemudian, dana diserahkan Odih pada 30 Juni 2011 di Café La Ponyo. Namun sebelum diserahkan pada Arief, Imas ditangkap petugas KPK ketika mobil pribadinya hendak keluar dari halaman parkir dengan bukti tas plastik berisi Rp200 juta. 

Tags: