Ratifikasi Perjanjian Internasional Diusulkan Berdiri Sendiri
Berita

Ratifikasi Perjanjian Internasional Diusulkan Berdiri Sendiri

Tidak perlu diberi ‘baju’ undang-undang.

Hot/HOLE
Bacaan 2 Menit

Dengan demikian, perjanjian internasional yang sudah diratifikasi kedudukan perjanjian internasional yang sudah diratifikasi, menurut Bagir, nantinya bisa jadi di atas undang-undang atau setingkat dengan undang-undang. “Namun dalam praktik di berbagai negara, perjanjian internasional biasanya ditempatkan di atas undang-undang,” tambah Bagir.

Usulan ini diamini Mieke Komar, mantan hakim agung yang juga pakar hukum internasional FH Unpad. Mieke menyatakan, sudah ada preseden di Indonesia ketika hakim menggunakan perjanjian internasional dalam putusannya. “Ketika pengadilan kasus hak asasi manusia Timor Timur, hakim ad hoc, seperti Sumaryo Suryokusumo menggunakan konvensi hukum humaniter dan protokolnya yang belum diratifikasi Indonesia,” jelas Mieke.

Jadi, Mieke menambahkan, perjanjian internasional yang diberi bentuk hukum tersendiri, tanpa harus diberi “baju” undang-undang, dapat mencegah terjadinya permasalahan seperti judicial review terhadap UU 38/2008.

“Apabila judicial review atas Pengesahan Piagam ASEAN dikabulkan, dan Indonesia dinyatakan mengundurkan diri dari Piagam ASEAN, maka itu bisa mengganggu stabilitas regional Asia Tenggara, merusak kepercayaan antar anggota ASEAN, dan juga memperburuk reputasi internasional Indonesia. Dampaknya sangat banyak,” tegas Mieke.

Sebagai informasi, Aliansi untuk Keadilan Global mendaftarkan permohonan uji materi UU 38/2008 ke Mahkamah Konstitusi, Mei 2001 lalu. Ini adalah pertama kalinya, undang-undang pengesahan perjanjian internasional diuji ke Mahkamah Konstitusi. Aliansi menilai pemberlakuan Piagam ASEAN yang menyangkut perdagangan bebas merugikan industri dan perdagangan nasional, karena Indonesia harus tunduk dengan segala keputusan yang diambil di tingkat ASEAN.

Tags: